Vision ~ 33
Covered in rain, and lost in the dark
I suffer from delusions
But you won't ever be...
__________
Saat itu hujan gerimis turun di hari pemakaman Wu Xie. Di sebuah taman yang lebih bersih dan terpelihara, ke sanalah Zhang Qiling memindahkan jasad Wu Xie. Membiarkannya istirahat dengan damai di antara rumah-rumah orang mati lainnya Dengan pepohonan bunga kenanga dan melati di sekitarnya. Tentu saja, aroma bunga itu hanya menambah suasana duka. Tidak mudah bagi Zhang Qiling, saat dia berdiri di tengah hujan dengan Pangzhi dan Xiao Hua di sisinya.
Dia membiarkan air mata mengalir di wajahnya, tanpa disadari. Mereka bertiga memperhatikan peti mati Wu Xie diturunkan ke kuburan, matanya kabur karena hujan dan air mata. Kali ini Zhang Qiling tidak harus berpura-pura kuat karena kehilangannya dan menangis dengan sedih.
Terlalu banyak hal yang telah terjadi bagi mereka untuk memiliki rasa kedekatan. Patah hatinya sangat menyakitkan dan tragis setelah mencintai sepenuh hati dan tanpa syarat, dan pemikiran itu membuat Zhang Qiling sangat membenci para pelaku sialan itu karena semua yang telah mereka lakukan pada Wu Xie.
Pada saat itu, Pangzhi menoleh dan menatap mata Zhang Qiling. Dia menangis bukan untuk pria yang mati tetapi karena melihat Zhang Qiling hancur dan menyalahkan dirinya sendiri, matanya yang penuh simpati menatapnya. Xiao Hua berbalik, malu untuk menunjukkan bahwa dia menitikkan air mata. Dia tahu siapa pemuda yang kini terkubur di bawah tanah itu.
"Xiao ge," bisik Pangzhi setelah semua ritual selesai dan Zhang Qiling meletakkan seikat bunga terakhir.
"Aku tahu tidak tepat waktunya untuk membicarakan ini. Tapi aku sudah mendapatkan surat izin penggeledahan properti milik Jason. Apa kau akan ikut serta?"
Pangzhi berpikir dalam hati sedikit takut. Dia mendengar Zhang Qiling menggumamkan sesuatu yang mengejutkan dan penuh kebencian.
"Tidak. Kau saja yang pergi. Aku khawatir akan membunuh siapa pun yang memiliki hubungan dengan Touba. Jadi, aku tidak ingin datang ke rumah itu lagi."
Pangzhi tidak bisa mendebat akan hal itu. Dia paham gejolak emosi yang menghantam Zhang Qiling. Dia tidak pernah membayangkan ini, rasa sakit kehilangan orang yang dia cintai tanpa henti atau bahkan lebih buruk dari itu, secara tidak langsung, menjadi penyebab kematiannya karena ia tidak segera mendekati Wu Xie pada pertemuan pertama mereka.
"Baiklah. Jangan khawatir, aku pasti menemukan bukti rekaman cctv asli yang disimpan bajingan itu. Kalau perlu aku akan menghancurkan rumahnya, menggali lantai dan dinding," ujar Pangzhi berapi-api.
Zhang Qiling hanya mengangguk lemas. Dia berlutut, tidak dapat meninggalkan tempat itu.
Pangzhi membungkuk dan mengangkatnya seperti biasa ketika dia melihat Zhang Qiling mulai kelelahan, sebelum dia bisa menyeimbangkan kakinya, Pangzhi menahannya dengan kuat.
"Aku tidak pernah berpikir seseorang bisa berduka hingga mati, tetapi sepertinya aku ingin mati karena terlalu menyakitkan untuk ditanggung. Rasanya seperti pisau menusuk dada, itu adalah rasa sakit yang tak tertahankan. Tidak pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak menyangka bahwa kehilangan yang sebenarnya ternyata sangat menyakitkan. Terlebih dengan cara yang mengerikan ...."
"Xiao ge, tolong pikirkan kesehatanmu. Kau sudah menangis cukup lama, kau akan segera pingsan." Pangzhi sedikit ketakutan dengan kondisi Zhang Qiling yang memburuk. Pria yang frustasi itu membenamkan wajahnya ke telapak tangan. Mengusap air mata dengan kasar.
"Kenapa dia meninggalkanku? Kalau saja aku melindunginya sejak dulu?" Zhang Qiling memiliki banyak hal untuk disesali tetapi juga tidak ingin menyinggung perasaan Pangzhi yang cukup gigih menghibur dan memperbaiki suasana hatinya yang buruk. Sementara Pangzhi takut Zhang Qiling akan menjadi depresi dan tidak pernah berhenti menyalahkan dirinya sendiri.
"Tolong tenang, Xiao ge. Aku tahu kau sangat kuat."
Gerimis semakin rapat saat Pangzhi dan Xiao Hua akhirnya berhasil membujuk Zhang Qiling untuk menyeret langkah meninggalkan kuburan. Pria malang itu menoleh lagi berkali-kali, melihat titik-titik air berkilau di sela-sela bunga. Pemandangan yang dingin dan sepi.
Mereka bertiga duduk dalam mobil milik Xiao Hua. Zhang Qiling dan Pangzhi duduk di kursi belakang, dan hanya untuk kali ini saja, karena masih dalam suasana duka, Xiao Hua tidak keberatan bertindak seperti seorang supir.
Di kursi penumpang, Pangzhi menepuk bahu Zhang Qiling dengan lembut. Pria itu masih berusaha mengintip ke luar ke arah pemakaman melalui kaca mobil yang berkabut.
"Xiao ge," bisik Pangzhi hati-hati.
"Kita tidak bisa kembali ke masa lalu dan memperbaiki semuanya, itulah sebabnya aku memintamu untuk berhenti menyesali. Bermain dengan waktu dan takdir bukanlah sesuatu dalam kemampuan manusia. Kekuatan itu jauh lebih besar dari kita. Itu adalah sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan."
Zhang Qiling menghela nafas, mengumpulkan keberanian untuk kembali menghadapi kenyataan.
“Sekarang jika kau ingin memperbaiki sesuatu kau harus menemukan cara untuk menyemangati dirimu sendiri. Pikirkan orang yang kau cintai, jangan buang waktumu menangis dan meratap atas apa yang terjadi. Kekasihmu sudah meninggal, tapi nyatanya dia masih bisa bertemu dan juga bersamamu selama ini. Pilih cara bagaimana dan dengan siapa kau ingin melanjutkan hidupmu. Kau punya dua pilihan, menyerah sampai mati dan mengikutinya atau hidup dan tetap bersamanya dengan cara yang di luar nalar."
Kalimat terakhir mengusik Zhang Qiling. Dia memalingkan wajah pada Pangzhi dengan tatapan hampa.
"Apa maksudmu?"
"Errr begini." Pangzhi menggaruk pelipisnya.
"Kau bersikeras telah bertemu dan bicara dengan Wu Xie selama ini meskipun dia telah mati. Jadi, apa bedanya jika sekarang dia telah dikuburkan. Apakah benar-benar tidak bisa bersama lagi?"
Kata-kata yang diucapkan Pan Ma seakan datang kembali bersama angin.
Hanya arwah yang terjebak yang bisa menampakkan diri dalam wujud manusia. Jika seseorang tidak memiliki masalah, arwahnya akan pergi dengan lancar ke alam baka..
Bahunya yang bersandar lemas pada bahu Pangzhi seketika merosot turun.
"Tidak ..." ia mengerang.
"Kukira tidak."
Dan ia tidak bisa bicara lagi, terlalu lelah untuk bersedih.
Malam itu juga, Pangzhi bersama tiga orang rekan melakukan penggeledahan di rumah Jason. Pangzhi memerintahkan rekannya untuk mencari laptop dan menyelidiki semua file yang tersimpan. Semua laci, lemari, diperiksa dengan cermat hingga akhirnya mereka menemukan sebuah diska lepas dalam sebuah laci lemari yang terkunci.
"Kerja bagus!" Pangzhi menyeringai sewaktu rekannya menyerahkan benda mencurigakan itu ke tangannya yang gempal.
"Sepertinya kita telah menemukannya. Mari kita periksa. Jika isinya tidak penting, tidak mungkin Jason tengik itu menyimpan begitu hati-hati."
Dia segera menghubungi seseorang untuk memastikan isi video itu asli. Senyuman penuh siasat terkembang di wajahnya.
*******
Walaupun kesedihan nyaris memeras energinya, Zhang Qiling tidak ingin bersantai dan ia pun tidak menyukainya. Kesibukan akan melepaskannya sementara dari rasa sakit, dan memberikannya kenyamanan semu. Esok siangnya ia kembali ke markas dan bersitegang dengan pimpinan Hei Yanjing.
Kasus kematian Ning sudah menjalani penyelidikan yang cukup lama dan tidak membuahkan hasil apa pun selain rangkaian peristiwa kematian yang sekilas nampak tidak berkaitan dengan tragedi kecelakaan itu.
"Xiao ge, siang ini kau harus membuat berkas laporan." Pimpinan Hei bersikap santai hari ini mengingat kejadian traumatis yang menimpa Zhang Qiling beberapa malam sebelumnya.
"Mobilmu sudah diangkat dari dasar sungai. Untuk menjalankan tugas, kantor akan menyediakan satu unit kendaraan untukmu. Aku yakin kau tidak ingin memakai kendaraanmu lagi setelah mayat Jason ditemukan di sana. Ngomong-ngomong, nampaknya semua yang terjadi sama sekali tidak menunjukkan keterkaitan yang jelas. Kita tidak perlu lagi buang-buang waktu. Aku akan menjelaskan pada keluarga Ning."
Tidak seperti biasanya, Zhang Qiling nampak agak lusuh siang ini, kemeja hitam kusut, tanpa dasi, tanpa identitas, dan celana jeans biru tua lusuh. Dia berdiri di dekat jendela dengan sikut bertumpu pada kusen bercat putih.
"Tunggu, Pak. Seseorang berada di balik semua peristiwa ini. Seseorang, tapi dia bukan pelaku. Seharusnya dia adalah korban." Dia memutar tubuh, menunjukan wajah pucat dan kuyu pada sang pimpinan.
"Siapa yang kau maksud?"
"Wu Xie. Dia seorang pelayan bar di Chloe Bars and Vins milik Henry Cox. Dia ... dia menghilang setelah Ning dan Jason membawanya pergi. Ning dan sahabatnya itu, keduanya penjahat. Kita harus membuktikannya dan menjelaskan pada dunia."
Hei Yanjing menegakkan duduknya dan berkata serius, alisnya mengernyit. "Kau yakin?"
"Aku benar-benar melihat dan bertemu dengannya." Zhang Qiling terdengar linglung. Sesuatu dalam dirinya melindungi akal sehatnya dari fakta yang ada. Satu rasa sakit yang dirasakan atas sesuatu yang tak pernah ada. Harapan palsu bahwa Wu Xie masih hidup dan nyata masih mencengkeram jiwanya yang rapuh.
Melihat kesungguhan di mata Zhang Qiling, Hei Yanjing terdiam, memberikan jeda pada petugas itu untuk belajar memahami kenyataan.
"Kau sudah tahu apa yang terjadi malam itu bukan? Aku tidak berniat bunuh diri atau membunuh Jason. Aku menghindari seseorang yang berdiri di tengah jalan. Orang itu adalah Wu Xie."
"Tapi kenapa Pangzhi tidak mengatakan itu sewaktu dia melapor," tukas Hei Yanjing.
"Aku yakin. Hanya aku yang bisa melihatnya!"
Pimpinan itu kali ini mulai mengubah posisi duduknya, merasa cemas akan kondisi kejiwaan Zhang Qiling.
"Apakah kau sudah tidak waras, Xiao ge?" ia mendesah, antara jengkel dan putus asa.
"Apa kau ingin mengatakan padaku bahwa kau bisa melihat hantu?"
Zhang Qiling menantang tatapan mata sang pimpinan. Ingin menghamburkan banyak kata untuk menjelaskan. Tetapi tak ada satu pun terucap dari bibirnya. Ekspresinya makin terlipat dan keruh. Dia tahu, dia tidak yakin lagi akan kewarasannya sendiri. Bagaimana ia bisa meyakinkan pihak lain?
Hei Yanjing bangkit perlahan dari kursi kerja, melangkah mendekatinya.
"Jangan salah paham padaku." Suaranya melunak.
"Aku dan seluruh departemen kepolisian sangat menghargaimu. Aku tidak ingin mengatakan ini tetapi kau harus tahu. Ada beberapa gunjingan tentang dirimu yang dapat merusak karirmu."
Zhang Qiling berbalik menatapnya lagi, mulai gusar atas perkataan pimpinan yang menyudutkan.
"Gunjingan?" Ia menautkan alis.
Hei Yanjing mengangguk.
"Beberapa orang petugas mengatakan kalau kau seringkali tidak tidur di malam hari. Mengemudi sepanjang malam. Lebih buruk dari itu, kau sering bicara sendirian ...."
Wajah Zhang Qiling semakin tenggelam, kusut dan kelabu. Perjumpaan dengan Wu Xie, pembicaraan mereka di mobil, di jalan, di hotel, di bar, semua terlintas kembali, berkedip-kedip seperti layar televisi rusak.
Xiao ge, lihatlah, mereka memandangi kita...
Mereka mungkin berpikir aku berkencan denganmu.
Kakinya mulai goyah lagi. Dia mundur, bersandar pada tepi jendela, menelan kepahitan dan kesedihan yang harus ia pendam seumur hidupnya. Tak ada siapa pun akan mendengarkan tentang kisahnya bersama Wu Xie.
Sunyi sejenak. Helaan nafas Hei Yanjing dipenuhi rasa prihatin. Dia menggeleng sekilas dan berkata dengan lebih hati-hati.
"Xiao ge, pikirkan masa depanmu. Jika kau menyebut tentang ini dalam laporan resmimu, kau tahu apa yang akan terjadi. Kau akan menjadi bahan tertawaan di seluruh departemen."
Cengkraman tangan Zhang Qiling pada tepi jendela semakin menguat hingga kuku jarinya memutih. Semua terdengar sangat sulit.
"Aku pikir kau harus mengambil cuti, satu atau dua pekan," Hei Yanjing menambahkan.
"Kau benar-benar membutuhkannya."
Kembali, semua ucapannya hanya ditanggapi dengan kebisuan yang berat dari petugas yang tengah kacau. Hei Yanjing hanya menghela nafas panjang dan nyaris berbalik untuk meninggalkan ruangan sewaktu Zhang Qiling tiba-tiba berkata,
"Lalu bagaimana dengan kebenarannya?"
Sang pimpinan menahan tekanan suaranya ketika berjuang membalas dengan tenang. "Kebenarannya adalah Jason memutuskan untuk mengakhiri hidupnya daripada harus dipenjara karena dakwaan pembunuhan. Ning meninggal dalam kecelakaan tunggal biasa. Dan dua orang yang memeras mereka, keduanya sudah mati. Kasus ditutup!"
Zhang Qiling menunduk, memejamkan matanya yang lelah.
"Inilah kebenarannya dan ini yang akan kau tulis di pernyataan resmimu. Apa kata-kataku sudah jelas?"
"Tidak. Itu tidak benar. Kita harus ungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Itu yang diinginkan Wu Xie. Kita harus membongkar topeng mereka."
"Setelah itu apa?" tukas Hei Yanjing.
"Mereka sudah mati dan tidak ada bukti untuk membenarkan ucapanmu. Itu hanya asumsi. Pikirkan akibatnya bagi polisi dan juga pihak keluarga mereka yang berpengaruh."
"Kenapa kau tidak memikirkan korban yang sesungguhnya?" Zhang Qiling masih berupaya mendesak.
Beberapa detik berlalu hening, akhirnya Hei Yanjing menelan liur susah payah dan menjawab.
"Maafkan aku, Xiao ge. Tapi kita tidak bisa melakukan itu. Tidak ada bukti yang---"
"Kami punya buktinya!" seseorang menimpali dari arah belakang. Tegas dan mengintimidasi, melebihi sang pimpinan sendiri.
Zhang Qiling dan Hei Yanjing menoleh bersamaan ke sumber suara. Xiao Hua berdiri di pintu dengan setelan putihnya. Satu tangannya memegang USB yang dia acungkan di sisi wajahnya.
"Pangzhi menemukan ini di rumah Jason. Aku sudah memastikan isinya. Video rekaman cctv di Yanjiang Road ini asli dan diambil dari malam kejadian Ning dan Jason melakukan tabrak lari. Korbannya adalah Wu Xie."
Meski sudah mengetahui tentang rekaman itu, tubuh Zhang Qiling kembali lemas mendengar Xiao Hua membahasnya lagi. Itu seperti mengoyak luka yang masih baru.
"Bagus sekali, Xiao Hua. Tetapi mengungkapkan bukti itu tidak akan mengubah apa pun," Hei Yanjing masih bersikeras dengan pendapatnya.
"Benarkah? Setidaknya, orang yang menjadi korban akan merasa lega bahwa polisi tidak melindungi kriminal hanya karena ia kaya."
"Tapi Xiao Hua---"
"Wu Xie adalah temanku." Xiao Hua tidak memberi kesempatan Hei Yanjing untuk bicara. "Aku akan mengungkapkan kebenaran, tentang bagaimana ia mati dan siapa pelakunya."
"Bagaimana caranya? Kupikir kita harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum mengungkapkan ke media. Kau belum membocorkannya bukan?"
"Terlambat." Xiao Hua menyipitkan mata padanya.
"Pangzhi sudah membocorkannya pada wartawan."
Hei Yanjing tercengang. "Astaga, sepertinya aku harus memotong gaji Pangzhi."
"Aku yang meyakinkannya," lanjut Xiao Hua.
"Hei, kau tidak bisa---"
"Mari kita bicara di tempat sepi," ia berkata dingin pada Hei Yanjing, lantas melirik Zhang Qiling.
"Kupikir tidak seharusnya berdebat di depan inspektur Zhang."
Tak lama derap langkahnya terdengar berlalu ke luar tanpa menutup pintu.
"Xiao Hua! Ah, jangan seperti itu ...." Hei Yanjing kebingungan untuk sesaat melihat sikap sinis dan serius pemuda yang disukainya, sebelum akhirnya mengikuti ke mana Xiao Hua pergi. Namun sebelumnya ia menoleh dan berkata pada Zhang Qiling.
"Rupanya kalian semua berkonspirasi. Baiklah, kau menang, Xiao ge."
Hei Yanjing bergegas melewati beberapa petugas di luar pintu yang serentak berdiri dan mengangguk hormat saat pimpinan mereka lewat.
Kini perhatian para petugas tertuju pada Zhang Qiling yang masih berdiri termangu di jendela. Dia menyadari sapuan berpasang-pasang mata menatap padanya penuh rasa ingin tahu. Tapi dia terlalu lelah untuk menjelaskan semua hal yang tidak perlu. Bahkan jika ia bersikeras, tidak akan ada yang percaya padanya. Untuk apa banyak bicara lagi. Tak perlu ada penjelasan demi sebuah kenyataan semu.
Zhang Qiling berjalan merayap menuju kursinya, dan terduduk lemas di sana. Rasanya ia masih belum bisa menerima kenyataan menyakitkan ini. Rasanya baru sesaat lalu, saat dirinya dan Wu Xie bicara dalam malam-malam hening. Di tepi sungai dalam irama arus air yang damai, hanya mereka, di tengah dunia yang kacau balau dan penuh kepalsuan.
Wu Xie, apa yang kau lakukan di sini? Tempatmu bukan di sini.
Aku sudah menunggumu untuk datang dan menyelamatkanku.
Ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan. Bahkan sampai detik ini, Zhang Qiling masih tidak paham mengapa harus dirinya, mengapa harus Wu Xie.
Zhang Qiling berdiri terhuyung, kemudian melangkah meninggalkan ruangan. Nampaknya ia memang harus pergi sebentar dari seluruh kemelut ini dalam satu proses cuti yang mana bisa membawanya pada suasana hati dan pikiran yang lebih damai. Jika kedamaian itu memang benar ada dalam kehidupan ini.
Sepanjang ia melangkah, tatapan para petugas mengawasinya dalam berbagai emosi yang berbeda-beda.
Wu Xie, kau masih bisa keluar dari tempat ini dan memulai hidup baru.
Tidak sesederhana itu
Mengapa tidak?
Kau tidak akan percaya padaku jika aku mengatakannya.
Izinkan aku membawamu ke suatu tempat di mana tidak ada yang akan mengganggu kita. Biarkan aku memikirkan sesuatu untukmu.
Semakin dipikirkan, bayangan Wu Xie semakin menjauh dan memudar, dalam setiap helaan nafas, dalam setiap kedipan.
Wu Xie, apakah aku sangat terlambat?
Benarkah tidak ada akhir yang bahagia untuk kita?
*******
Pasti ada Xiao ge 😢🙂
To be continued
Please vote 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro