Vision ~ 29
Jalanan lengang malam ini, dan untuk alasan yang tak bisa dipahami, suasana terasa mencekam. Tak lama setelah Zhang Qiling meluncur ke kediaman Jason, hujan gerimis turun. Bersamaan dengan itu, ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Mungkin hujan serta amukan angin dingin menyebabkan sebagian besar orang memilih tidak keluar rumah kecuali dalam perjalanan pulang dari tempat kerja atau luar kota. Bahkan pusat hiburan malam Jiangtan yang selama ini dikenal tak pernah sepi terlihat cukup lengang saat kedua mobil itu melesat lewat. Hamparan hitam sungai Yangtze di satu sisi mengeluarkan bunyi semburan keras air sungai yang disapu angin dan pecah menerpa pembatas jalan, menghasilkan semprotan air tipis.
Tidak sulit menemukan rumah Jason. Nampaknya dia menyukai privasi karena para petugas polisi itu harus meyakinkan dua orang satpam yang berjaga di halaman. Memasuki ruangan luas rumah Jason, interior mewah ruang tamu itu menyambut sepasang mata Zhang Qiling. Diiringi Pangzhi dan dua petugas lain di belakangnya, inspektur tersebut melangkah lambat dan berhenti seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana.
Ekspresinya lebih serius dari biasa. Mata tajam bermanik hitam itu mengedarkan pandangan, mengamati setiap sisi dan sudut ruangan. Sambil menunggu tuan rumah itu muncul, ia terus menilai isi ruangan dari perabotannya yang luar biasa. Jendela kaca lebar memperlihatkan pemandangan indah di luar.
Zhang Qiling memberi kesan kekuatan yang hampir merajalela saat dia berjalan bolak-balik. Namun di balik semua itu terkandung kecemasan yang tak terputus. Dia melihat langit menghitam lewat jendela. Hanya tiga jam kurang sedikit mungkin tersisa, menuju tengah malam.
"Selamat malam, Inspektur Zhang." Suara datar bergema dari satu lorong di sisi ruangan. Sosok Jason menampakkan diri, dengan setelan santai kaos hitam dan jeans biru berbahan halus.
"Tuan Jason," sapa Zhang Qiling dingin.
"Apa tidak terlalu larut untuk berkunjung?" Tuan rumah melangkah menuju tamu-tamunya, mengawasi penuh curiga.
"Aku ingin melakukan pemeriksaan. Ini cukup penting. Terkait kesaksian seorang preman sewaan."
Wajah Jason masih datar, dia melirik tiga petugas lainnya. "Oh begitu rupanya. Tapi siapa mereka?" dia bertanya. Dia berdiri kaku, kakinya terpisah, tangannya dimasukkan dalam saku celana. "Mengapa kalian datang beramai-ramai seperti akan menangkap penjahat?"
Zhang Qiling mencoba tetap tenang Walaupun sambutan Jason sangat sinis. Dia bahkan membiarkan para petugas berdiri seperti orang-orang kebingungan.
"Kami datang untuk menangkapmu atas tuduhan pembunuhan terhadap Shun Zi." Suara Zhang Qiling tegas penuh wibawa. Tapi nampaknya Jason tidak terpengaruh, tampangnya terheran-heran menatap inspektur seakan dia sudah gila.
"Apakah Anda membawa surat perintah?"
Zhang Qiling tahu pertanyaan ini akan terlontar. Butuh waktu untuk menerbitkan surat perintah penangkapan dan pihak kejaksaan tidak bisa didesak dalam waktu seperti ini. Tapi itu bisa diatasi. Paling tidak ia memiliki waktu dua puluh empat jam untuk menahan Jason.
"Tidak. Ini penangkapan darurat. Tapi surat itu akan segera kudapatkan esok hari."
"Kalau begitu silakan kembali esok hari," Jason berkata setengah geli. Dia tidak tahu bahwa kadang aparat bisa begitu ceroboh.
"Preman yang kau sewa memberi kesaksian bahwa kau menyuruh mereka membunuh Shun Zi. Itu cukup untuk membawamu ke kantor polisi. Kita bisa bicara dengan tenang dan akrab di sana," Zhang Qiling menimpali dengan nada sarkastis.
Jason mendongak, menarik nafas sejenak. Dalam hati ia mengumpat habis-habisan pada preman sialan yang dia sewa.
Keparat! Kenapa mereka tidak mati saja?!
"Aku sudah memberitahumu semua yang aku tahu," ujar Zhang Qiling. "Sampai malam ini aku tidak mengira kau adalah pelaku di balik semua kematian. Aku yakin akan menemukan bukti kuat bahwa kau juga membunuh Touba."
"Apakah kau akan menangkapku atas ocehan sembarangan yang berasal dari mereka? Kau tidak tahu apa-apa, demikian juga mereka. Kalian hanya mengajukan tuduhan palsu!"
Untuk pertama kalinya Zhang Qiling mengamati bahwa dia gemetar. Ada tanda-tanda peringatan kecil lainnya, cara kulit bergetar di sekitar matanya, cara dia terus menggerakkan jemari di balik saku.
"Tidak perlu banyak bicara. Silakan ikut kami ke kantor polisi. Itu tempat teraman di seluruh kota."
Jason mundur dua langkah, mengeluarkan kedua tangan dari saku dan menyambar ponselnya di atas meja.
"Kau bisa menelepon pengacaramu nanti." Pangzhi mendekat dalam gerakan sigap, mengambil ponsel dari tangan Jason. Pria itu mendelik, harga dirinya nyaris terluka.
"Kalian telah melakukan pelanggaran! Aku bisa mengadukan kinerja kasar para petugas yang datang secara tidak sopan malam ini!" Jason menghardik keras.
"Kami muak melihat sikap tidak bersalahmu! Katakan kau mau ikut kami secara terhormat atau aku harus memborgolmu!" Suara sember Pangzhi menyambar telinga, membuatnya berdengung.
"Penjaga!!" teriak Jason.
"Oh, ya ampun." Pangzhi memutar bola mata, sekejap berikutnya pintu ruangan terbuka dan tiga orang satpam penjaga rumah menerobos masuk.
"Suruh para petugas sinting ini keluar dari rumahku!"
Ketiga satpam serentak menatap keempat petugas. Memasang kuda-kuda.
"Baiklah!" Pangzhi memutar bahu, untuk sesaat mengabaikan Jason. Melinting lengan kemejanya, dia meniup udara dengan keras.
"Fuhh! Mari kita berkelahi!"
Tiga satpam dan tiga polisi. Pertarungan yang seimbang. Jason harus merelakan beberapa kerusakan di ruang tamunya yang luas. Sementara dia mengawasi jalannya perkelahian dengan tegang, Zhang Qiling berdiri santai dekat jendela dan mengeluarkan sebatang rokok.
"Ruangan ini bebas merokok, bukan?" ia berkata sinis pada Jason. Tuan rumah hanya bisa mendelik.
Beberapa tendangan dan pukulan saling bersambut. Polisi adalah petugas yang terlatih dalam perkelahian, dan ketiga satpam gugup itu tentu bukan lawan yang berat. Terutama Pangzhi. Kaki gempal dan kuatnya menghantam pinggang seorang satpam yang merangsek maju berusaha melayangkan pukulan ke perut dan dada. Satpam itu terpelanting membentur tepi meja. Semua benda di atasnya seketika berhamburan dengan suara hingar bingar. Satu orang lagi menyerang dari arah samping, tetapi segera dicegah oleh petugas lain dengan pukulan pada tengkuk. Suara gedebuk terdengar berkali-kali sebelum ketiga satpam penjaga rumah roboh ke lantai sambil mengerang kesakitan.
"Bagaimana sekarang?" Pangzhi menggerakkan leher ke samping kanan dan kirinya, melahirkan bunyi derak samar.
"Apa kau bersedia ikut dengan kami?"
Jason mundur selangkah, wajahnya panik, memucat perlahan-lahan. Zhang Qiling mematikan rokok yang masih setengah pada asbak kristal di atas meja dan mendekati Jason. Inspektur bisa merasakan ketakutan berkumpul di dalam diri Jason dan memancar darinya saat dia ragu-ragu, melihat melalui jendela ke bintang-bintang yang memudar. Dia telah melewati banyak kesulitan dan sekarang dia dalam bahaya lagi.
Tiba-tiba salah satu kakinya melayang mendaratkan tendangan pada perut Zhang Qiling. Inspektur mengernyit, tercengang oleh gigihnya pertahanan pemuda itu. Dengan lentur ia menghindari serangan itu, menghujamkan siku dari arah samping ke tulang kering Jason. Suara derak samar terdengar, dan Jason memekik kecil. Tapi dia belum selesai. Setelah menarik kakinya yang ngilu, dia melayangkan tinju kanan ke wajah Zhang Qiling yang segera menangkisnya dengan tangan kiri. Satu pukulan susulan menderu, kali ini inspektur harus mundur selangkah sambil menggeser satu kaki. Dia menangkap tinju Jason dengan cepat, memelintir kuat dan menendang paha pemuda itu sekuat tenaga. Salah satu kaki Jason tertekuk hingga lututnya menyentuh lantai, seiring erangan keras lolos dari bibirnya. Belum puas melumpuhkan, Zhang Qiling melayangkan pukulan ke leher belakang Jason, membuat pemuda itu seketika terjerembab ke lantai dengan posisi telungkup. Zhang Qiling berjongkok, memiting kuat kedua lengan Jason di belakang punggungnya.
"Aargghh!!"
Dan tidak lama setelah tubuhnya berhenti memberontak, dia menjadi kaku karena ketakutan.
"Menyerahlah!" desis Zhang Qiling. Jason terengah, tidak bersuara, tapi semua orang bisa merasakan kepanikannya.
Jason mengutuk dalam diam. Semua kengerian malam sialan itu seolah kembali padanya, bahwa dia sekarang berada di bawah ancaman dan dicekam kepanikan, bahwa dia berbaring di lantai di bawah tekanan seorang petugas bertenaga besar. Tubuhnya nyaris tidak bisa diangkat.
"Aku tidak bisa ..." dia terengah-engah. "Aku tidak mau ikut denganmu ke kantor polisi. Aku tidak bersalah!" dia hampir merintih. Zhang Qiling dan rekan-rekannya mendengar suara teror penuh nada murni dari bibirnya.
"Omong kosong!" Pangzhi menyela.
"Semua penjahat mengatakan itu."
Sang inspektur bangkit berdiri, melepaskan pitingan kuat di kedua tangan Jason. Pemuda itu mendesah lega karena ia bisa bangkit sambil terhuyung-huyung. Sengatan rasa sakit mendera di beberapa bagian tubuh yang kena pukul. Sekarang, tidak mudah baginya untuk meloloskan diri.
"Sebelum kalian memangkapku, izinkan aku bicara," ia berkata lagi, masih terengah. Dia berjuang mengangkat tubuh hingga berdiri di samping sofa, dengan tangan berpegangan pada sandarannya. Dia menatap Zhang Qiling, dan inspektur berwajah sinis itu balas menatapnya.
Sepasang mata tajam yang dihiasi lingkaran hitam itu tentu saja sangat menusuk. Melemahkan mental lawan bicara, dan itu terbukti dengan kepasrahan Jason. Meski ia masih berusaha untuk mengelak. Namun akhirnya ia mengalah, sesaat merundukkan wajah. Seiring helaan nafasnya yang berat, suaranya mulai terdengar, terkesan menderita.
"Aku---ya, kuakui aku menyewa preman untuk menghabisi Shun Zi," ia berkata pahit. "Tapi demi Tuhan, aku tidak membunuh Touba. Pasti ada pelaku lain!"
Zhang Qiling dan Pangzhi saling bertukar pandang tanpa suara. Masing-masing memikirkan apakah akan mempercayai pemuda licik ini atau tidak.
"Tapi mengapa?" tanya Zhang Qiling.
"Kau pasti memiliki motif di baliknya."
"Kedua orang itu, Touba dan Shun Zi. Mereka memeras kami." Jason sesaat menelan liur dengan susah payah.
"Kami?"
"Aku dan Ning."
Pangzhi mengernyit. "Kami tahu itu, tapi memeras atas kejahatan apa? Apakah kalian melakukan transaksi narkoba bersama Touba?"
Jason menggeleng lesu.
"Semuanya berawal sekitar beberapa bulan lalu. Aku dan sahabatku, Ning, pergi bersenang-senang pada satu malam. Ning gemar sekali minum dan menghabiskan malam di Chloe Bars and Vins."
Mendengar nama tempat itu, kedua alis Zhang Qiling bertaut. Firasatnya mulai buruk.
"Apakah tempat itu memiliki arti khusus?" ia bertanya.
"Lebih dari itu kurasa. Ning menyukai seorang pegawai di sana. Dia sangat menyukainya dan ingin selalu mendekatinya. Tetapi pemuda itu tidak memberikan respon sesuai harapan. Malam itu Ning merencanakan sesuatu. Dia menyuap Touba, seorang preman yang berkuasa di bar itu. Ning ingin membawa pemuda itu pergi keluar untuk satu malam, kau tahu apa maksudku---" Jason menjeda, bibirnya mencibir pahit.
"Trik apa yang kalian gunakan?"
"Ning minum banyak, dan mabuk berat. Aku tahu dia pura-pura. Toleransi Ning terhadap alkohol cukup baik. Dengan alasan terlalu mabuk untuk mengemudi, Touba memaksa pegawai itu untuk mengemudikan mobil Ning, mengantarkannya ke satu tempat. Konyol sekali, bukan? Padahal aku ada di sana dan siap mengemudi untuknya. Aku juga minum-minum tapi masih bisa mengendalikan diri."
Pangzhi meneliti ekspresi Jason dengan cermat. "Sepertinya kau menyukai Ning."
Pemuda itu menghela nafas tapi tidak memberikan jawaban.
"Setelah itu apa yang terjadi?"
Sampai di situ Jason terdiam. Otaknya berputar, mencari celah untuk keluar dari masalah.
"Pegawai itu setuju. Tapi dia tidak memberi perhatian sedikit pun pada Ning. Ning marah dan di tengah jalan, dia menyuruh pegawai itu turun dari mobil. Setelah itu aku yang mengambil alih kemudi. Kami tidak tahu apa yang terjadi pada pegawai itu setelahnya. Seminggu kemudian, Touba mulai menghubungiku dan mengancamku."
"Kau bohong!" Suara Zhang Qiling menggunting tajam.
"Aku sudah mengatakan apa yang aku tahu!" protes Jason.
"Katakan apa yang kau sembunyikan. Apa hanya karena kalian menurunkan seorang pegawai di jalanan, maka Touba bisa memerasmu? Preman itu pasti memiliki satu bukti. Satu rahasia yang selama ini berusaha kau dan Ning tutupi."
Lagi, Jason tidak bisa mengelak. Matanya menatap penuh kecemasan dan rasa takut. Merasakan sesak dari aroma busuk masa yang telah lalu.
"Preman itu, dia mengancamku dengan sebuah video rekaman dari kamera pengawas," akhirnya ia mengaku.
"Di mana bukti itu?" tegas Zhang Qiling.
"Aku sudah menghancurkannya."
Dia jelas berbohong. Zhang Qiling mengawasinya dengan mata menyipit. Jason tidak terlalu bodoh. Dia tahu kalau ia tidak bisa dihukum tanpa bukti. Dia memang akan didakwa atas pembunuhan Shun Zi. Tapi ia merasa masih ada misteri lain yang belum terungkap, yang ditutupi Ning dan Jason mati-matian. Zhang Qiling bertekad akan mengungkap semuanya hingga tuntas.
"Apa yang sebenarnya kau lakukan pada pegawai itu?"
"Aku tidak melakukan apa-apa!"
"Dengar! Apa pegawai itu bernama Wu Xie?" Akhirnya Zhang Qiling menyebut nama itu di depan orang lain, dan ia melakukannya dengan setengah hati.
Mulut Jason terbuka secara reflek, matanya tercengang. "Kau tahu? Apa kau mengenalnya?"
"Ya, aku sangat mengenalnya!" Dia tersengal, menatap tajam pada Jason.
"Dia telah membantuku selama ini."
Jason goyah di atas kakinya yang rapuh sejak tadi, satu fakta yang mengguncangkan.
"Maksudmu, dia---masih hidup??"
Dia menumpahkan semua rasa frustasi pada satu tatapan mematikan yang diarahkan pada Zhang Qiling.
"Tentu saja. Apa yang kau pikirkan? Aku sudah bicara dengannya beberapa kali."
Pangzhi menatap atasannya dan memberanikan diri bersuara, "Xiao ge, kalau seperti itu kejadiannya. Jadi Wu Xie adalah informanmu selama ini? Tapi apa motif dia membantumu?"
Pada detik ini Zhang Qiling bungkam. Dia pun sangat ingin menanyakan pada Wu Xie apa maksud semua tindakannya. Tetapi setiap kali ia bertemu dengannya, setiap kali pula semua urusan selain cinta serasa tidak penting.
"Hanya dia yang bisa menjawabnya," akhirnya ia menjawab penuh kepahitan, dan lebih pahit lagi saat berkata, "Pangzhi, kita harus pergi ke Chloe Bars and Vins. Mungkin Wu Xie berada di sana. Kita---"
Dia menelan salivanya sesaat. Suaranya kini berubah gemetar, mengucapkan kalimat yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Mungkin kita harus membawa Wu Xie ke kantor polisi untuk beberapa keterangan."
Jason tersihir di tempatnya. Betapa tololnya dirinya dan Ning.
"Tapi Pak, Touba mengatakan pada kami bahwa Wu Xie ..."
Mereka diperdaya preman sialan itu hingga sejauh ini.
"Apa?"
Jason menelan kata-katanya lagi, ragu untuk menjelaskan. Itu sama saja dengan bunuh diri.
Saat Zhang Qiling memberikan isyarat untuk membawanya pergi, Jason merasa pikirannya kacau dan tidak bisa berfungsi lagi.
Sebenarnya ...
sebenarnya apa yang terjadi malam itu?
Touba keparat!
"Ayo pergi!" Zhang Qiling memerintah tegas.
"Pangzhi, esok pagi dapatkan surat perintah penggeledahan. Kita harus mengobrak-abrik tempat ini untuk mencari bukti kejahatan."
"Siap! Xiao ge!"
*******
To be continued
Please vote 💙
Hanya beberapa chapter lagi menuju end. Semoga aku bisa nulis ampe kelar 😁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro