Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vision ~ 2

Pan Ma telah mengecat bangunan tersebut dengan nuansa suram dan terlihat berbeda dengan barisan rumah-rumah di jalan tersebut. Latar belakang putih pucat, ornamen abu-abu, dan hijau dengan penggunaan warna krem yang cermat dalam satu detail di sepanjang ukiran dan pada pedimen jendela. Sentuhan arsitektur yang mengingatkannya pada bangunan kuno.

Hujan membuat Zhang Qiling tidak bisa menilai lebih dari sekedar unik. Nampaknya pemilik apartemen adalah sejenis orang eksentrik, ketinggalan zaman, atau mungkin aneh.

Bagaimanapun, saat pertama kali melihat warna cat, pikiran Zhang Qiling telah menyatakan bahwa sepertinya hanya orang-orang frustasi yang tinggal di sini.

Meskipun Zhang Qiling berlari dari mobil untuk menghindari hujan, air masih menetes-netes dari pakaiannya. Dia membuka gerbang kayu di depan gedung dan mengikuti valet di sepanjang jalan batu bata yang sempit ke halaman, dia bertanya-tanya apakah kekacauan pikiran yang tidak masuk akal akan memudar seiring ia melangkah cepat ke dalam lingkungan dan suasana baru. Bagaimanapun, sumber stres terbesar dalam hidupnya adalah peristiwa kematian sang rekan serta penolakan dirinya sendiri untuk melupakan dan menyembuhkan. Tetapi betapa pun bahayanya, dia mencintai pekerjaan ini, dan ia merindukan kedamaian di antara dirinya dan masa lalunya.

Seorang penjaga keamanan yang terkantuk-kantuk seketika melebarkan mata melihat seseorang dengan tampilan ekslusif dan baru kali pertama dilihatnya, pada jam yang tidak biasa pula, berdiri dalam kondisi setengah kebasahan.

"Apa aku bisa bertemu dengan tuan Pan Ma?" Zhang Qiling menepiskan titik-titik air dari bahunya saat bertanya pada satpam itu.

"Mungkin dia sudah tidur. Anak muda, kau tahu pukul berapa sekarang?" Suara sumbang satpam itu sangat tidak menyenangkan di telinga. Zhang Qiling mengendikkan bahu, dia mengamati ruangan lobi kemudian melihat satu set sofa dan meja sederhana di sisi ruangan.

"Mungkin aku bisa menunggu di sana hingga pagi." Ia menoleh pada satpam yang menanggapi dengan cibiran acuh tak acuh.

"Terserah."

Ketenangan Zhang Qiling tidak akan terusik hanya oleh sikap tengil satpam yang marah karena tidurnya terganggu. Dia memutuskan meninggalkan kopernya di bagasi dan berbaring di atas sofa panjang. Mengabaikan suasana di dalam maupun di luar, Zhang Qiling melipat lengan di dada dan memejamkan mata.

Entah berapa jam dia terlelap dalam tidur yang gelisah. Matanya perlahan terbuka sewaktu guncangan lembut terasa di bahu dan lengannya.

"Astaga, Nak. Mengapa tidur di sini? Kau bisa masuk angin." Seorang pria tua memiliki raut wajah tenang dan bijaksana membungkuk di sampingnya.

Zhang Qiling tersentak.

Memangnya mau tidur di mana lagi?

Seketika ia langsung duduk, gerakan cepat itu mengirimkan rasa pusing ke belakang kepalanya.

Dia melebarkan mata, meneliti ekspresi pak tua berambut putih di depannya. Pria ini pasti Pan Ma, senyumnya menjelaskan bahwa dia menyambut dengan senang hati.

"Pak kepala polisi adalah teman lamaku, ia meneleponku kemarin sore." Pria itu duduk di sofa lain berhadapan dengan Zhang Qiling.
"Kukira kau akan tiba sekitar jam makan malam. Tapi tak juga ada yang datang. Akhirnya aku pergi tidur, tak kusangka ternyata—"

Aku juga tak menyangka, Zhang Qiling membatin, mengusap matanya yang mengabur dan pedas.

Aku juga tak menyangka harus mampir ke bar dan minum anggur sampai larut, bertemu seseorang dengan senyuman menyenangkan.

Fuhh, lagi-lagi kekesalan yang sama. Dia lupa tidak menanyakan nama pelayan itu. Sungguh aneh memang, dirinya cenderung menjauh dan introvert. Tetapi tadi malam agak berbeda. Mungkin anggurnya memang sangat bagus.

"Aku pergi ke tempat lain lebih dahulu," Zhang Qiling menjelaskan.

"Ya, ya. Seharusnya aku tahu itu. Kehidupan malam di Jiangtan Park akan memukau siapa pun." Senyumannya menelisik rahasia tamu di depannya. Zhang Qiling tersenyum tipis.

"Nah baiklah, aku Pan Ma. Atasanmu pasti sudah memberitahumu. Tentu saja, aku banyak membantu pekerjaannya di masa lalu. Tidak akan mudah baginya melupakanku. Kau Zhang Qiling bukan?"

Zhang Qiling mengangguk. Dia tergelitik mendengar kalimat bahwa Pan Ma sering membantu pekerjaan pak kepala di masa lalu. Mungkin ada banyak hal yang tidak dia tahu, tetapi sekilas penampilan Pan Ma tidak menunjukkan dia seorang polisi, konsultan hukum atau dokter forensik. Pria ini malah terlihat aneh dan eksentrik. Dia menyimpan pertanyaan itu untuk esok hari. Sekarang ia ingin segera melihat unit apartemennya.

"Ikut aku. Apartemen yang masih kosong ada di lantai lima. Dan ya, kau tidak usah mengharapkan unit mewah kelas atas yang secemerlang hotel bintang lima. Ini apartemen kelas menengah. Tetapi kau pasti akan menyukainya. Jendelanya menghadap kebun dan langit biru yang indah. Oh ya, lift terkadang mengalami kerusakan kau harus menggunakan tangga darurat sesekali. Anggaplah sebagai olahraga."

Ocehan Pan Ma terus berlanjut. Sebelum pria tua itu meninggalkannya untuk masuk dalam lift tua yang berderit, Zhang Qiling pamit untuk mengambil koper di dalam bagasi mobil. Pan Ma mengangguk dan memutuskan menunggu di lobi, dia mengawasi punggung Zhang Qiling yang berjalan melintasi halaman menuju satu unit Chevy Blazer abu tua spektakuler.

"Harusnya pria muda ini cukup kaya," gaya Pan Ma sudah mirip wanita penggosip saat dia menepuk kasar bahu penjaga keamanan.

"Ahh, ya! Tentu pak. Seharusnya aku memang ditakdirkan menjadi orang kaya," satpam kaget itu terbangun dan mengigau.

"Bukan dirimu!" Pan Ma mendorong pelipis satpam dengan telunjuknya.

Satpam malang itu menggoyang-goyangkan kepala, mengusir kantuk. Dia tertidur di sofa single dalam posisi setengah duduk tetapi ia tidur sangat lelap bahkan bermimpi.

"Bukan aku? Jadi kau membicarakan dirimu sendiri?" ia memprotes Pan Ma dengan wajah cemberut.

Pan Ma menggerakkan dagu ke arah halaman depan di mana Zhang Qiling kembali menuju pintu utama sambil menyeret koper hitam berukuran besar. Satpam menguap sekali, mengerjap dalam kantuk. Saat dia memutar leher untuk melihat ke halaman melalui pintu kaca, pandangannya menyapu ke arah Zhang Qiling.

"Tidak ada yang istimewa tentang dia." Tidak terlalu tertarik membicarakan calon penghuni baru, satpam itu malah berpikir tentang menu sarapan. Pan Ma masih mengamati Zhang Qiling, bibirnya melengkung saat dia terus mempelajarinya, lalu kepalanya dimiringkan, keningnya berkerut serius. Karena penasaran atas ekspresi Pan Ma, satpam itu akhirnya bertanya.

"Apa yang kau lihat?"

"Api," Pan Ma membisikkan jawaban berteka-teki.

"Ada kebakaran?"

Sekali lagi telunjuk Pan Ma menyentuh pelipis satpam. "Pria itu. Dia menyimpan kemarahan, kegelisahan, dan segala bentuk kekacauan pikiran. Astaga... " ia mendecakkan lidah prihatin.

"Mungkin dia sedang bertengkar dengan seseorang."

Pan Ma menggeleng. "Ada yang aneh. Aku bisa merasakan dia berperang dengan diri sendiri. Hmm -- aku jarang melupakan seseorang dengan aura kelabu semacam ini. Terlalu banyak kesuraman. Seolah ada kabut gelap di sekelilingnya."

"Kalau begitu, mari kita hibur dia agar lebih mudah tersenyum." Satpam terkekeh parau, dia berdiri, melakukan peregangan untuk melemaskan otot-otot yang kaku.

"Ini kurang baik. Dia bisa saja menyerap segala bentuk aura gelap di sekitarnya."

"Jangan mulai lagi, pak tua!" dengus si satpam.

Ocehan keduanya terputus sewaktu Zhang Qiling tiba di dekat mereka. Pan Ma mengangguk samar kemudian berjalan lebih dulu diikuti Zhang Qiling.

"Mari, lewat sini!"

***

Kantor Polisi Hankou, Wuhan

Ketika Zhang Qiling memarkir mobilnya di halaman kantor polisi, dia disambut nuansa hijau semak perdu dan pohon-pohon hias dalam pot pot besar yang ditempatkan di tiap sudut halaman. Nampaknya petugas di sini berusaha keras menerapkan konsep penghijauan atau taman hijau, mengurangi keangkeran yang terpancar dari markas polisi. Tidak ada yang suka berurusan dengan polisi terlebih datang sendiri ke kantor. Kecuali polisi itu sendiri. Upaya lemah membuat kantor polisi terlihat mirip taman sekolah setidaknya cukup layak dihargai.

Dia menuju pintu kaca tebal dengan tempelan logo kepolisian besar di setiap daun pintu. Suara-suara berisik menyambut begitu ia melangkah masuk. Ada beberapa wanita paruh baya cerewet yang sedang berurusan dengan seorang petugas bertubuh sedikit gemuk untuk ukuran fisik polisi ~ yang duduk di belakang meja sersan jaga mengetik sesuatu di komputer.

Suara polisi gendut itu berisik dan marah, mengomeli para wanita cerewet yang saling tuduh satu sama lain untuk urusan yang tidak dipahaminya.

Tidak ada yang menyadari kehadirannya hingga salah satu wanita menoleh dan berseru, "Ada tamu!"

Petugas di belakang meja mengangkat wajah. "Ada yang bisa aku bantu, Pak?"

Dia sama sekali tidak berniat membantu karena begitu selesai bertanya, ia kembali sibuk dengan komputer dan pertanyaan pada wanita-wanita berisik di hadapannya.

Seorang petugas lagi muncul dari lorong di pojok kanan ruangan. Dia menatap pria yang baru masuk, tatapannya aneh. Seorang pria muda tampan dan memiliki ekspresi lebih dingin dari psikopat yang tengah diinterogasi, berdiri kaku dekat pintu. Untuk sesaat dia terlihat bingung, atau mungkin tengah memindai situasi.

"Kamu tersesat?" ia bertanya pada Zhang Qiling.

Zhang Qiling menghembuskan nafas, bahunya turun, berusaha lebih rileks. Dia mengerti sikap kakunya akan membuat orang-orang enggan dan malas. Melangkahkan kaki ke depan meja setelah para wanita bergerak mundur, dia bicara pada petugas gendut yang masih mengetik di komputer.

"Senang bertemu denganmu. Aku dipindahkan ke kantor polisi Hankou mulai hari ini. Aku inspektur Zhang Qiling."

Seketika keheningan mengalir dalam ruangan bagaikan hujan tipis. Petugas gendut mengangkat wajah, menatap ngeri. Satu petugas lain menelan liur kemudian berpura-pura sibuk dengan walkie talkie.

"Aih, ah ya, silakan Pak. Senang bertemu denganmu juga." Petugas gendut berdiri, kakinya membentur kursi yang menggesek lantai dengan suara berderik. Membungkuk ringan, akhirnya dia memperkenalkan diri dengan seringai terpatri aneh.
"Aku Letnan Wang Pangzhi. Kau bisa memanggilku Pangzhi. Mari, ruang kepala di sebelah sana."

Para wanita berisik itu dia abaikan sementara waktu untuk membimbing inspektur baru menemui pimpinan di ruangannya.

Hei Yanjing
Kepala Polisi

Tulisan itu diukir pada logam dan tergeletak miring di meja kerja pak kepala. Zhang Qiling menatap nanar pada meja yang berantakan, cangkir kopi kosong, asbak yang nyaris penuh, dan balpoin berserakan. Kedua alisnya masih bertaut sementara kepala polisi, yang merupakan seorang pria berwajah bingung namun sekilas nampak pintar secara bersamaan, melirik sekilas padanya. Mungkin bingung bukan kata yang tepat. Bersahabat terdengar lebih sopan dan cocok.

"Aku mendapat pesan bahwa kau akan datang," Hei Yanjing berkata, dia membolak balik sebuah file.
"Aku penasaran mengapa kantor pusat Beijing mengirimiku pesan. Ini kali pertama."

Senyumnya terkembang, menoleh pada Zhang Qiling yang mulai mengalihkan perhatiannya dari meja.

"Kukira itu lelucon saat mereka bilang akan mengirim polisi lain."

Zhang Qiling membungkuk ringan. "Kuharap bisa bekerjasama dengan baik."

"Ya, tentu saja. Sebenarnya sudah lebih dari setahun lalu aku meminta personel baru yang handal. Oh ya, kenapa kau datang pagi-pagi sekali?"

"Aku tidak suka membuang waktu," sahut Zhang Qiling datar.

Hei Yanjing tertawa singkat, meletakkan file, beralih menggulir mouse untuk mencari sesuatu di layar komputer.

"Sial, komputer ini sudah mulai bertingkah," ia menggumam perlahan.
"Kapan mereka akan mengganti sampah ini?"

"Siapa partnerku?" Zhang Qiling tidak sabar untuk mengetahui intinya.

Hei Yanjing menatapnya dalam-dalam setelah membaca beberapa email di komputernya.
"Inspektur Zhang Qiling, usia tiga puluh. Masuk Universitas Kepolisian Beijing sebagai murid terbaik. Lulusan summa cumlaude. Astaga, itu artinya kau sangat pintar dan nilai sempurna pada tes kebugaran juga. Hmm, bahkan kau tampan."

Hei Yanjing tersenyum lebar.

"Baiklah. Aku sudah tahu. Si gendut agresif itu, yang sedang berurusan dengan para wanita penjudi di lobi. Letnan Wang Pangzhi. Dia akan menjadi partnermu. Kuharap dia bisa kenyang tanpa makan hanya dengan melihat wajahmu."

Zhang Qiling mengusap wajah.

Astaga, mana ada.

To be continued
Please vote and comment 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro