Vision ~ 11
Hua ye!
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Touba terkekeh canggung. "Ah, Hua ye. Senang berjumpa denganmu. Kapan kau kembali dari Beijing?"
Dahi si pemuda berkerut, melirik malas dalam sekejap memutuskan bahwa pria gugup ini tidak penting mendapat perhatiannya.
"Beberapa hari lalu," dia menjawab acuh tak acuh.
"Ini kejutan. Bagaimana kabarmu?"
"Seperti yang kau lihat." Pemuda itu mengangkat bahu kemudian berjalan meninggalkan Touba yang masih terkesima. Kecemasan di matanya memudar sewaktu melihat sikap tidak peduli si pemuda, itu artinya dia tidak menangkap pembicaraan di telepon.
Aku harus segera pergi, batin Touba. Beberapa bagian tubuhnya mulai berkeringat dingin.
Meskipun Xie Yuchen seorang tuan muda yang terkenal, kau tidak akan melihat wajah maupun namanya di surat kabar, tabloid, atau di televisi. Namanya tidak tercantum dalam buku telepon mana pun dan ia tidak memiliki kantor. Dia sangat waspada dan terkadang membawa senjata, secara legal, karena nama dan wajahnya yang tampan cenderung menarik perhatian. Dia hidup sendiri, biasanya tidur sendiri, dan tidak memiliki kesabaran dan pengertian yang diperlukan untuk memelihara persahabatan. Bisnis adalah hidupnya, tidak ada pilihan lain, tidak ada jalan keluar.
Malam-malam ini ia mendapati dirinya tidur di kamar hotel kawasan Jiangtan. Dia tidak mencoba untuk menghemat uang, sebaliknya, dia hanya mencoba untuk tetap hidup sebaik mungkin. Bahkan ia memutuskan untuk menyewa satu apartemen di kawasan elit walaupun ia tidak akan tinggal di Wuhan lebih dari satu bulan. Ada banyak orang yang ingin dia temui sekarang, dan beberapa dari mereka cukup penting.
Ayahnya adalah seorang pebisnis sukses yang pernah menetap di Wuhan beberapa tahun lalu sebelum pindah ke Beijing. Salah satu kasino di kawasan Jiangtan adalah milik Tuan Xie dan Xie Yuchen datang dari Beijing untuk mengontrol bisnis. Selain kasino itu, Chloe Vins and Bars dulunya adalah salah satu bisnis tuan Xie sebelum kepemilikan berpindah pada Henry Cox. Jadi secara keseluruhan, Xie Yuchen bukan orang baru di Jiangtan dan pernah berkecimpung di bisnis hiburan malam meskipun usianya belum mencapai tiga puluh tahun. Touba pernah menjadi pesuruh ayahnya sebelum dia memilih bekerja pada Henry Cox yang memiliki lebih banyak bisnis ilegal tambahan.
Sungguh suatu kebetulan jika dia berada di kota ini selama tiga hari terakhir. Malam ini dia baru saja keluar dari kasino milik ayahnya untuk berkeliaran di sudut demi sudut kawasan itu, memilih kedai kopi secara acak sebagai bentuk mengusir rasa jenuh. Dia hanya benar-benar ingin minum kopi dalam suasana tenang dan hening sebelum ia tanpa sengaja bertemu Touba.
Bukan insiden yang bagus. Bahkan sial, menurutnya. Xie Yuchen memiliki pandangan yang cenderung sinis pada hampir semua orang dan memiliki aura yang mengintimidasi. Touba tentu saja mengenalnya sebagai putra seorang boss dan merasa segan. Tidak heran sikap preman tengik itu menjadi tolol.
"Americano panas." Xiao Hua memesan pada pelayan, lantas memilih duduk di sudut ruangan, menyendiri, terisolasi, sekaligus ekslusif. Dia tidak memperhatikan Touba lagi. Waktunya terlalu berharga hanya untuk mengawasi preman murahan dan mengerikan semacam Touba. Xiao Hua mengeluarkan ponsel, menggulirnya, berpindah dari satu media sosial yang satu ke yang lain.
Saat langit keabuan mulai menghitam dan terlihat diberati gumpalan awan mengandung hujan, Touba memutuskan untuk angkat kaki sekarang juga. Dia memanggil pelayan untuk menyelesaikan pembayaran, cukup waspada agar Xiao Hua tidak melihat padanya lagi. Desau angin mulai kencang dan seekor anjing berlari kecil di jalan depan kedai.
Sebenarnya Xiao Hua melirik Touba lagi sebanyak dua kali, meneliti kecemasan yang nyata. Dia berulang kali melirik bayangannya yang berjalan mondar-mandir, tapi kemudian pria itu berjalan pergi menghilang seolah-olah telah meresap ke dalam gelap, kembali ke dunia malamnya, mungkin.
Touba sendiri merasa sangat lega saat berhasil lolos dari pengamatan Xiao Hua. Dia berjalan tergesa-gesa menggendong ranselnya, mengamati rumah-rumah maupun kedai makanan terdekat saat dia melewatinya, bertanya-tanya apakah ada orang yang melihat ke jendela untuk melihat perilaku anehnya, berharap dia tidak benar-benar terlihat aneh seperti yang dia rasakan.
Touba melirik arloji, masih ada setengah jam sebelum keretanya berangkat. Dia harus bergegas.
"Kopi Anda." Pelayan datang meletakkan pesanan.
Xiao Hua tersenyum hambar di bibir tipisnya, menatap kopi dan mengucapkan terima kasih tanpa melihat pada si pelayan. Sebaliknya, dia melirik lagi ke luar kedai, bertanya sepintas lalu kemana preman tengik itu melarikan diri.
Mungkin itu sama sekali bukan urusannya, ia membatin sinis.
Tangannya meletakkan ponsel dan meraih cangkir kopi, menikmatinya perlahan-lahan.
~¤~¤~¤~
"Aku tahu kau akan datang..."
Pan Ma tidak mengalihkan tatapan dari cangkir teh sewaktu Zhang Qiling memasuki My Noddles untuk berjalan menghampirinya.
"Duduklah!" Sambil mendorong mangkok mie yang sudah kosong ke arah samping, Pan Ma mengisyaratkan pria yang baru datang untuk duduk berhadapan.
"Apa yang membawamu kemari, kurasa aku sudah bisa menebak," ujar Pan Ma, tersenyum.
"Satpam itu sudah mengatakannya," sahut Zhang Qiling dingin. Meski sikapnya duduk tegak, dia memasukkan kedua lengan ke saku blazer panjang yang dikenakannya malam ini, dan memasang sikap defensif yang kentara.
"Jadi kau sudah membaca surat dari sahabatmu?"
Zhang Qiling mengangguk samar. "Bagaimana caramu melakukannya? Kau dan Pan Zi tidak saling mengenal, dan tulisan itu tidak ada cacat sedikit pun."
"Arwah Pan Zi datang menemuiku, aku sudah mengatakan itu padamu. Mengenai tulisan, mudah saja. Aku mengizinkannya merasukiku untuk bisa menuliskan apa yang ingin dia sampaikan."
Kedengarannya sangat mustahil dan menggelikan. Zhang Qiling bahkan tidak banyak menemukan fenomena serupa dalam film-film misteri maupun horor.
"Kau menginginkan aku untuk percaya tentang penglihatan malam yang kau miliki? Dengar, mengusik traumaku untuk berusaha membuatku lebih baik, serta mengatakan hal-hal tidak masuk akal, itu tidak akan bekerja padaku." Untaian kalimatnya penuh dengan keraguan serta kebingungan.
Pan Ma tertawa perlahan, meneguk tehnya, dia menawarkan.
"Teh?"
Zhang Qiling menggeleng.
"Aku tidak minta kau percaya padaku. Tetapi kedatanganmu kemari untuk mencari penjelasan, itu menumbuhkan akar rasa percaya."
Zhang Qiling tidak setuju dengan ucapan Pan Ma. Sejujurnya dia sulit mempercayai semua ini. Tidak mudah untuk membengkokkan satu keyakinan yang dipegang teguh selama bertahun-tahun. Logikanya tidak bisa disesatkan semudah itu.
"Aku menemuimu bukan karena percaya tapi ingin meminta bukti lain padamu. Dengar, kau pasti sudah tahu kasus kecelakaan di Yanjiang Road pada dini hari beberapa waktu lalu. Korbannya adalah Ning, seorang nona muda, sosialita, dan memiliki kehidupan glamor, juga penuh misteri."
Pan Ma mengangguk mengamati wajah di depannya dengan pandangan tidak yakin. "Aku sudah dengar. Orang mengatakan itu kecelakaan tunggal biasa, bukan? Tapi kau mengambil alih."
Zhang Qiling memberikan lirikan waspada, lalu mengesampingkan egonya yang tiba-tiba tersinggung dan kembali ke fokus utama.
Dia menghela nafas sekilas dan berkata, "Aku curiga itu bukan kecelakaan biasa. Seseorang mungkin menjadi penyebab kecelakaan itu, seseorang yang menginginkan kematian Ning atas satu alasan yang masih jadi misteri."
"Kau punya bukti?"
Mendung gelap menyergap wajah Zhang Qiling, ekspresinya semakin dingin. "Sejauh ini tidak mendapatkan apa-apa. Hanya petunjuk samar yang menuntun pada satu petunjuk lainnya."
"Jadi kau ingin aku melakukan apa?" Pan Ma sudah tahu niat inspektur muda ini, tidak banyak polisi yang memiliki keberanian mengesampingkan egonya untuk meminta bantuan seorang paranormal. Itu kedengaran tidak keren dan memalukan bagi sebagian orang.
"Kau sudah tahu apa yang kuinginkan."
"Kau benar-benar butuh bantuan atau hanya menguji?"
"Keduanya."
Pan Ma mengenali nada tuduhan dan curiga dalam suara itu. Sebenarnya dia bisa saja melakukan beberapa hal. Tetapi mengikuti pengetahuannya yang luas tentang penglihatan malam, Pan Ma mengetahui satu fakta secara samar. Tapi dia tidak akan mengatakannya sebelum inspektur itu bertanya secara langsung dan siap dengan jawaban terburuk.
"Kau ingin aku memanggil arwah Ning dan bertanya padanya apa yang terjadi pada malam kecelakaan itu?"
Nada suara Zhang Qiling tidak sabar saat menjawab dengan ketegasan yang biasa ia miliki, "Benar."
Pria tua itu menghabiskan sisa teh, memilih kata-kata yang akan ia ucapkan sebagai penjelasan, untuk membuatnya terdengar sederhana dan mudah dipahami.
"Dengar, Nak. Memanggil arwah bukanlah permainan anak kecil. Kau bisa saja memanggil mereka, tapi itu bisa mengundang entitas lain yang tidak diinginkan dan juga bisa saja jahat. Selain itu, seseorang yang mati tanpa urusan yang belum selesai, mereka biasanya tidak memiliki ikatan lagi dengan dunia fisik. Jejak mereka akan sirna dan pergi menyebrangi dunia lain."
Zhang Qiling sudah menduganya, bahwa Pan Ma tidak akan bisa melakukan apa yang dia minta. Ia tidak heran lagi. Omong kosong tentang penglihatan malam. Oh ayolah, jika kasus hanya sesederhana itu, dan bicara pada arwah bisa jadi solusi. Untuk apa ada polisi dan investigasi.
Dia menyeringai pada Pan Ma. "Jadi maksudmu, kematian Ning adalah wajar?"
Pan Ma menghela nafas panjang, kemudian menghembuskannya lagi. Suasana di kedai cukup hangat karena banyak pengunjung dan hembusan asap beraroma sedap yang naik dari dapur. Tetapi angin di luar dingin, dan menyapu leher serta wajah mereka. Sensasi malam ini sangat berbeda bagi Pan Ma. Dia merasa cukup bingung.
"Dengar, Nak. Saat ada peristiwa traumatis seperti pembunuhan atau bunuh diri, ada emosi menggantung yang tak selesai di sekitarmu. Dan mungkin saja entitas itu berjuang mempertahankan ikatannya dengan dunia fisik manusia untuk menuntaskan urusan mereka yang belum selesai. Tapi dalam beberapa peristiwa, kadang itu tidak terjadi. Aku melewati lokasi kecelakaan itu beberapa malam setelahnya, dan aku tidak merasakan apa-apa."
Kali ini Zhang Qiling menampilkan ekspresi sinis, tidak berusaha menutupi rasa tidak percayanya. "Dengan kata lain, kau tidak bisa bicara pada arwah Ning? Seharusnya aku sudah tahu sejak awal bahwa kau membual."
"Kecuali Ning datang sendiri padaku atau pada paranormal lain, seperti yang dilakukan Pan Zi. Tapi tidak. Dia tidak melakukan itu. Ning pergi tanpa ganjalan apa pun. Semuanya sudah selesai baginya."
"Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa kecelakaan itu tidak wajar? Tidakkah itu menandakan ada urusan Ning yang belum selesai?"
"Mungkin bukan urusan Ning yang tidak selesai. Mungkin itu urusan orang lain."
Membingungkan.
Zhang Qiling mendesah berat. Tapi masih bertahan beberapa saat lagi, mungkin sampai otaknya nyaris meledak karena dicekoki hal-hal di luar nalar.
"Lalu, bagaimana dengan Pan Zi? Apa yang membuatnya datang menemuimu? Apakah arwahnya tidak tenang?"
Pan Ma menggeleng, tersenyum pahit, dan menjawab dengan hati-hati.
"Dia mengatakan padaku bahwa ia sudah lega. Pembunuhnya telah ditangkap dan dihukum. Seharusnya dia sudah pergi ke dunia lain, tapi sesuatu menahannya."
Zhang Qiling menatapnya tajam, saat ini dia tampak sama sekali tidak akan terpengaruh oleh dongeng konyol dan menjijikkan yang diceritakan Pan Ma.
"Sesuatu? Apa itu?"
"Kau." Pan Ma mengarahkan telunjuk ke dada Zhang Qiling. Ditunjuk seperti itu, tatapan Zhang Qiling semakin tajam, nyaris gusar.
"Apa maksudmu?"
"Energi yang memancar dari dalam dirimu dingin dan gelap. Auramu sangat negatif. Kepedihan yang kau rasakan dan kau bawa dalam dirimu, kemana pun kau pergi, Pan Zi merasakannya. Karena itulah dia datang padaku untuk menyampaikan pesan padamu."
Oh, jadi selama ini aku yang salah?
Sampai di sini, Zhang Qiling tidak tahan lagi. Dia merasa seolah sudah menjelma menjadi orang tolol dan tak lama lagi beralih profesi jadi dukun. Pangzhi pasti akan mentertawakannya, belum lagi Hei Yanjing yang acuh tak acuh tapi suka berkomentar seenaknya itu.
Astaga, apa yang ia lakukan di kedai ini? Bicara omong kosong tentang arwah.
Dia mencibir tipis, tidak berminat menunjukkan penolakan lagi. Zhang Qiling memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Tapi dia masih ingin memperingatkan pria tua itu.
"Dengar Paman, menceritakan kisah konyol tentang arwah, mengguncang keyakinan seseorang dan membengkokkan logika hanya untuk membuatmu keren, itu terdengar murahan dan ngeri."
Dia bangkit dan siap berjalan pergi. Menoleh sekali lagi, pandangan matanya agak melunak di detik terakhir. Bagaimanapun ia tidak ingin ada pergesekan antara dirinya dan Pan Ma.
"Maaf aku mengganggu waktumu. Mari tidak membicarakan tentang ini lagi."
Pan Ma mengawasi punggung pria itu berlalu dari dalam kedai dan melangkah ke udara malam yang dingin. Tidak aneh jika seseorang tidak percaya padanya. Dia menemui banyak orang semacam itu sepanjang hidup. Jika suatu hari Zhang Qiling ditakdirkan untuk percaya pada aktivitas paranormal dan tentang adanya dunia lain, mungkin bukan dirinya yang bisa membuat pria itu percaya. Mungkin orang lain akan melakukannya. Seseorang yang bisa membuat Zhang Qiling yakin.
~¤~¤~¤~
Cuaca terasa dingin menyentuh kulitnya saat Wu Xie berdiri di trotoar. Tak ada baju hangat yang harusnya mampu ia gunakan untuk menghalau dingin. Waktu di arlojinya menunjukkan hampir pukul delapan malam. Jika langit lebih cerah malam ini, seharusnya bulan dan bintang muncul dengan jelas. Tapi rembulan hanya berpendar lemah dari balik selubung kabut awan. Suara serangga malam di balik pohon akasia berukuran sedang yang berbaris sepanjang jalan menggumam samar di antara deru mesin kendaraan yang berlintasan.
Wu Xie menatap kosong ke seberang jalan di mana sebuah mini market bertuliskan open 24hours menjalankan bisnisnya. Meskipun dingin, tapi hujan tidak turun malam ini. Orang-orang masih berkeliaran di jalan kawasan timur Jiangtan Park Nightlife.
Harusnya ia berada di bar sekarang. Tetapi Wu Xie belum memutuskan. Dia hanya ingin menjauhkan diri untuk sejenak dari keriuhan di sana. Wajah tampannya tersembunyi dalam bayang melankolis, dan pada saat itu tatapan kosongnya menangkap satu sosok pemuda berjalan keluar dari mini market di seberang. Wu Xie merasakan dadanya bergemuruh dengan satu pemahaman bahwa ia mungkin mengenal pemuda itu. Sekali lagi ia memeriksa dengan mata yang lebih waspada. Ekspresi pemuda itu datar dan jauh, seperti biasanya ia pernah menatap dari dekat pada masa lalu. Dia tak pernah menemukan lagi aura membingungkan dari selain pemuda itu. Tampan, dingin, tegas, sesekali terlihat naif dan juga emosional, namun terlepas dari itu semua, pemuda itu adalah teman yang cukup baik.
Tanpa terasa, Wu Xie mengerjap dengan mata berkaca-kaca dan tersenyum lembut entah pada kenangan yang mana. Ia pun melempar suaranya ke udara malam, dan ketika ia mencoba memanggil, pemuda itu telah mendekati satu unit sedan hitam mewah yang terparkir di tepi jalan.
"Xiao Hua!!!" panggil Wu Xie.
Desau angin menyerang telinga dan satu sisi wajahnya, serta derum kendaraan yang melintas menyamarkan suara itu hingga tidak terlalu jelas.
Xiao Hua tidak terusik, tangannya bergerak membuka pintu kemudi, menyelinap ke dalamnya dan duduk dengan ekspresi yang tidak berubah.
"Xiao Hua!!!"
Mesin menyala, sedan hitam itu turun ke jalanan, menyatu dalam denyut lalu lintas malam yang bertabur cahaya dari lampu sorot kendaraan dan juga lampu jalan.
Sepertinya Xiao Hua tidak mendengar panggilan itu.
~¤~¤~¤~
To be continued
Ya ampun, tadinya aku akan up semalam. Eh malah ketiduran, hehe..
Semoga masih ada yang ngikutin story ini yaa...
Please vote for Pingxie 💙
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro