Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter XV

Suatu hari nanti aku hanya berharap bisa bangun dari mimpi buruk yang mengerikan ini dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa ini semua palsu. Bahkan jika semua kenangan yang terukir di kepalaku hanyalah satu kebohongan besar, aku lebih suka mempercayai kebohongan dan bahagia dibanding hidup dalam mimpi buruk yang tak terhindarkan.

Kini, dalam malam tergelapku, aku merindukanmu. Kuharap kau ada di sisiku, tapi aku hanya bisa melihatmu dalam bayanganku.

*****

Vision

Udara malam yang dingin menampar wajahnya ketika Hei Yanjing menderu di atas sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Dia mengencangkan cengkramannya pada handlebar sementara roda ban berlari dan terus berlari melampaui kecepatan yang belum pernah dia alami. Angin menerpa rambut dan menggeletarkan jubah hitamnya. Ada gumpalan kabut tipis saat dia menyusuri jalan raya di sepanjang sungai Savanne. Tanpa mengurangi kecepatan, dia menembus kabut bersama tembakan cahaya lampu sepeda motornya. Semakin lama ia menderu kencang hingga terasa melayang dari atas tanah, nyaris terbang menerjang angin, menyusul angannya yang telah berkeliaran tak tentu arah sejak ia memulai perjalanan ini.

Hei Yanjing menuju bagian paling ujung Henrietta, mencari lokasi yang tepat untuk melakukan sesuatu. Kini jalur yang ditempuh berupa jalan berliku dan menurun tajam. Semakin jauh ia memasuki wilayah itu, suasana semakin gelap mencekam. Beberapa waktu kemudian Hei Yanjing menepikan sepeda motornya dan menaruhnya di sudut gelap. Dia turun dari motor, berdiri terpaku, mendapati dirinya menatap cabang-cabang pohon yang tinggi besar, menjulang, menjulurkan akar dan ranting-ranting ke segala arah. Seolah sebuah kanopi raksasa terbentuk secara alami.

Saat sensasi gila berkendara dengan kecepatan tinggi mulai memudar, dia menyadari rumput lembut dan ranting di sekitar kakinya. Dia berjalan lambat-lambat, kian masuk ke dalam kegelapan hutan yang menelannya. Bahkan dalam kegelapan, bayangan pun ikut menghilang.

Sendirian dalam kegelapan yang mengerikan, Hei Yanjing perlahan menanggalkan kacamata hitamnya, untuk mengungkap visi yang tak bisa dilihat mata orang biasa.

Dalam pandangan supranatural miliknya, hutan di sekelilingnya tidak terlihat seperti pohon yang biasa ada di hutan lain. Mereka tidak hanya memancarkan warna hijau zamrud yang dalam dan hampir nyata, bentuk dan kemegahannya tidak menyerupai apa pun yang pernah terlihat.
Tanaman merambat panjang yang diselimuti kepulan merah bercahaya menyilang kanopi di atas. Pekik burung hantu terdengar seperti orang tertawa memecah kesunyian. Seekor makhluk kecil yang menyerupai kucing, rubah, dan tupai semuanya bercampur menjadi satu berlarian di cabang di atas kepala, berhenti sebentar untuk menatap curiga padanya sebelum menghilang. Ini adalah hutan keabadian. Tempat di mana abu salah seorang leluhurnya ditaburkan pada masa lalu atas permintaan mereka sendiri.

Hei Yanjing berdiri tegak untuk beberapa lama di tengah kegelapan, bahkan sinar rembulan tidak menemukan celah menerobos hutan itu. Tangan kirinya yang memegang kacamata jatuh lemas di samping tubuhnya, lalu dengan tangan kanannya dia meraih sesuatu di dada, memasukkan jemarinya ke balik jubah. Detik berikutnya, seuntai kalung perak tergenggam di sela jemari, liontinnya yang berbentuk unik nampak berkilau dalam gelap.
Liontin itu terbuat dari kristal yang bersinar berbentuk silinder seukuran ibu jari dengan ujung meruncing. Selama ini, Hei Yanjing selalu menyembunyikan kalung tersebut di balik kemejanya. Tidak ada yang menyadari keberadaan aksesoris itu kecuali seseorang sengaja merenggut pakaiannya dari tubuhnya. Sayangnya, tak ada seorang pun tertarik melakukannya. Terlebih lagi Xiao Hua.

Hei Yanjing membeku mendengar suara nafasnya. Bagi mahluk apa pun yang kebetulan menyaksikan, tampak ada perubahan warna di bola matanya, dia tahu dia datang ke tempat ini untuk menyerah sepenuhnya. Tepat pada saat itu otaknya berhenti bekerja dan dia kehilangan semua rasa keberadaan.

Aura gelap tersebar di seluruh hutan, ada kehadiran entitas lain yang memiliki tempat ini dan tahu mengapa Hei Yanjing datang ke tempat ini sekarang.

"Leluhur," suaranya terdengar mengintimidasi sesuatu yang tak terlihat. Kini tangannya bergerak mengangkat liontin kristal silinder sejajar pandangan mata, menekan ujung bagian atas sementara bibir tipisnya komat kamit merapalkan mantera dalam bahasa yang aneh. Bait demi bait mantera teriring keyakinan dan keberanian sedemikian rupa diselingi erangan angin yang berlarian di antara pepohonan.

Hei Yanjing tidak bergerak sedikit pun dan hanya bisa menunggu efek luar biasa dari mantera yang dirapalkan. Kemudian fenomena spektakuler pun mulai terjadi. Liontin kristal itu mengeluarkan pendar cahaya keperakan. Udara kian berat dan menebal, manusia biasa pasti akan kesulitan bernafas karenanya. Perlahan, untaian benang perak keluar dari dalam kristal dan mulai menyebar.

Dia menatap benang perak berkilauan yang tampak bergerak keluar ke segala arah, benang yang terbuat dari semacam cahaya menari. Dan saat dia bergerak lebih tinggi, dia melihat benang perak terentang, kusut dengan benang lain, untuk membuat jaring raksasa di seluruh hutan. Semua yang Hei Yanjing lihat melalui adalah orang-orang mati, tertangkap, seperti lalat tak berdaya di jaring. Titik-titik kecil cahaya, berdenyut, dan terhubung dengan sosok wanita berselimut cahaya merah keemasan, dan hampir indah. Namun pemandangan di sekitarnya sangat menyedihkan. Visi mengerikan dari jiwa-jiwa malang dari semua orang mati yang terkunci dalam materi yang tidak dapat dihancurkan, tidak dapat menjadi tua atau mati. Cahaya keperakan membentangkan sebuah layar, dan melalui itu, dia melihat begitu banyak hal.

Seperti ada ribuan orang mati lainnya yang mengambang di sini juga, dalam lapisan abu-abu yang kabur.
Beberapa hilang, yang lain berkelahi satu sama lain, dan beberapa melihat kembali ke tempat mereka mati, sangat menyedihkan, seolah-olah mereka tidak tahu atau tidak percaya bahwa mereka sudah mati. Bahkan ada beberapa dari mereka yang berusaha untuk dilihat dan didengar oleh yang hidup, tetapi itu tidak dapat mereka lakukan.

Itu adalah visi dari peristiwa kelam lebih dari dua abad lalu.

Kemudian ada pemandangan mengerikan seorang pemuda yang terkulai lemas di lengan seorang wanita cantik. Di sebuah dataran gelap, nyala api unggun menggelegar di tengah-tengah lingkaran sosok-sosok hitam yang nampak seragam. Dan di bawah sinar bulan merah, si wanita cantik menusukkan taring panjang berkilau pada pembuluh darah di leher si pemuda. Dialah Rose Queen yang kejam. Dengan mata terbelalak seolah-olah ngeri pada kekuatannya sendiri, Rose Queen menghisap darah pemuda malang itu sampai kering dalam satu tegukan besar, lalu membanting tubuh itu ke atas batu di hadapannya di mana tubuh itu tergeletak hancur saat vampir-vampir lain yang menjadi anak buahnya mengelilinginya, mengulurkan tangan memohon kepada sang ratu. Kekejian yang mengejutkan.

Rose Queen berbalik, keluar di udara dingin hamparan kosong, menjauh dari panasnya api. Dia berdiri tegak, menatap ke atas, menatap gunung menjulang hitam, tidak memedulikan ketika para pembantunya menyeret tubuh orang yang baru mati dan melemparkannya ke dalam api.

Dia melihat, seperti tepat ke mata Hei Yanjing, untuk sesaat. Pria hitam itu mengerjapkan matanya, dan melangkah mundur meskipun ia tahu bahwa Rose Queen tidak akan melangkah keluar dari layar penglihatan itu. Sejenak dia melihat bayangan lukisan burung merak, bunga lili, dan tumpukan emas yang berkilauan. Kemudian dia melihat wajah seseorang. Pria berjubah hitam, anggun, berwibawa dan penuh kharisma. Aura kekejaman yang samar menyelimuti dirinya.

Marius.

Sebuah bisikan gaib menggema dalam kepala Hei Yanjing.

Pendeta Marius.

Rose Queen menghampiri pendeta Marius. Kulit keemasannya yang kenyal yang disirami oleh sungai pengorbanan darah yang tak berujung hanya sedikit memucat selama berabad-abad, sedangkan dagingnya sendiri telah kehilangan rona manusianya dalam separuh waktu. Hanya matanya, dan mungkin rambut cokelat gelapnya, yang masih memberikan kesan hidup. Dia memiliki kecantikan, dan juga kekuatan yang luar biasa. Ratu kejahatan sangat menarik bagi para pengikutnya, diselimuti legenda, dia memerintah, tanpa masa lalu atau masa depan.

Hei Yanjing menutup matanya beberapa saat. Mengenyahkan sensasi ganjil yang menyelubunginya akibat dari menyaksikan visi berdarah itu.

Sewaktu siulan angin terdengar lebih kencang, ia kembali membuka mata, mendapati bahwa visi yang tergambar di jalinan benang perak itu telah berganti pada peristiwa lain di waktu yang berbeda.

Orang-orang berjubah hitam berdiri melingkar di sebuah ruangan berlantai batu dengan pilar-pilar raksasa abad pertengahan. Simbol pentagram bertebaran, yang paling besar dilukis di lantai dihiasi ratusan lilin. Lalu apa itu? Rose Queen terikat di tengah pentagram, rantai baja berat berukuran besar melilit tangan dan kakinya. Pendeta Marius berdiri di ujung lain, menatapnya tanpa emosi. Untuk satu saat yang menggelora, seluruh indera Hei Yanjing dipenuhi dengan nyanyian dan tarian umat beriman, tangisan yang memabukkan.

Teriakan demi teriakan memekakkan telinga. Hentakan kaki Rose Queen yang murka seakan mengguncang dinding batu, langit-langit yang berkilauan oleh pantulan cahaya ratusan lilin. Asap dupa naik, pekat dan mistis, membakar matanya. Ini adalah visi samar tentang kuil, ratusan tahun yang lalu, tentang Marius yang menghabisi Rose Queen.

Sosok pendeta itu mendekati sang ratu vampir, menurunkan tubuhnya hingga posisi jongkok dengan satu lutut menekan lantai batu. Dengan sebilah pisau panjang perak yang telah dimantrai dan memiliki ukiran rumit di permukaannya, Marius menyayat tangannya sendiri, mengalirkan darahnya yang terberkati dengan kekuatan elemen perak, ke dalam mulut Rose Queen yang dipaksa terbuka. Sang ratu vampir meraung keras, jeritan kesakitan yang mampu membuat siapa pun bergidik. Asap sewarna perak keabuan naik dari tenggorokan Rose Queen yang terbuka. Setelah itu, pergerakannya nampak menjadi lemah.

"Tuanku, sekarang waktunya menuntaskan misi ini," salah seorang anggota yang mengumandangkan himne berkata dari tengah barisan.

Pandangan mata sang pendeta terlihat kosong. Namun bibirnya mulai komat-kamit membaca sebait doa dalam bahasa latin.

Ekzortsizamus immundus omnis spiritus satanika omnis potestas omnis inkursio infernalizadversarii, omnis legio ....

Dengan pisau yang sama, Marius menusuk dan menyayat leher Rose Queen yang lembut dan merasakan permukaan kulitnya dibanjiri darah. Dia bisa melihat warna di tangannya sendiri, merah tua kehitaman, mengalir membasahi jemari, tepat sebelum dia menutup matanya. Himne di sekitarnya kian bergaung kencang, mengiringi kematian Rose Queen yang lambat, dan kemudian menyerah dalam cahaya redup dan suara nyanyian himne yang menderu.

Pendeta Marius mengawasinya, tersenyum padanya. Tapi dia tidak memandangnya. Dia menatap dengan mata yang sayu saat tetesan darah terakhir meninggalkannya. Dia membiarkan pisaunya jatuh.
Tangannya bersinar seperti tangan yang hidup, berlumuran darah. Segumpal asap merah kehitaman melesat keluar dari mulut Rose Queen yang menganga seram, tersedot ke dalam satu kotak kayu hitam yang segera menutup dengan sendirinya. Marius menyegel kotak itu dengan sebuah salib perak.

Hei Yanjing menahan napas. Dia bisa merasakannya di wajahnya, kehangatan yang menggelitik.
Gelombang ingatan mengancam, gelombang penglihatan tanpa pemahaman. Dia memalingkan wajah, namun visi itu belum hilang.

Beberapa saat kemudian dia menatap kembali pada jalinan benang perak yang merentang di udara dan melihat sosok Marius bergerak melalui pintu menuju ke ruang bawah tanah yang dicat indah dengan merah dan emas. Dia menunggu dalam diam, dikelilingi oleh kehampaan, persembahan air dan minyak suci dan salib perak, alunan himne di aula lebih rendah, penuh kelesuan dan ketakutan.

"Sayang," ia berbisik. Dia memegang kotak di tangannya dan menciumnya. Aliran air mata yang memanas mengalir keluar dari matanya ke dalam dirinya, dan untuk satu saat yang menggembirakan indranya dipenuhi dengan nyanyian dan tarian kenangan. Membanjiri kehangatan pemujaan fana. Marius telah melenyapkan satu mahluk keji dengan kejahatan dan dosa mengerikan, tapi dia tampak lemah dan kalah.

Cinta?

Visi itu perlahan bergoyang-goyang, wajah manusia, masing-masing terpisah, seram, menari di depannya. Hei Yanjing menurunkan tangannya dan silinder kristal jatuh ke tanah. Sepasang kakinya goyah, dan satu lututnya menyentuh tanah dengan gemetar. Darah di dalam dirinya mendidih saat mencari setiap kepingan ingatan. Dia melihat sosok Xiao Hua melemparkan dirinya ke arahnya, tubuh muda yang ramping memeluknya, senyuman yang indah, tangan yang hangat, kulit yang lembut, seolah-olah dia adalah makhluk imajinasi dan bukan makhluk malang yang terkena kutukan, monster yang tidak bisa dihancurkan dalam bentuk manusia.

Rasa menggigil melewatinya, keras, menyakitkan. Dia menatap layar transparan itu telah sepenuhnya hilang di udara malam, dengan kening berkerut dalam.

"Terima kasih, leluhur ... " ia mendesah, terhuyung-huyung dan duduk di atas sebuah batu besar. Dia mengenakan kembali kacamatanya dan memasang kalung perak dengan liontin silindris kristal.

Hei Yanjing melakukan meditasi untuk mengembalikan pengendalian diri dan energi yang terkuras akibat mengundang visi masa lalu itu dengan bantuan energi leluhur di hutan keabadian. Dia sedikit menundukkan kepala, menghirup angin kencang yang bertiup ke dalam hutan, tempat angin itu mengipasi tumpukan dedaunan kering sebelum membawa aroma pahitnya pergi. Cahaya bulan kemerahan yang indah jatuh di puncak pepohonan.

Visi yang terakhir sangat mengganggunya. Ada satu hal yang tak diketahui, terlewatkan, dan mungkin tabu untuk diceritakan. Bagaimana mahluk sekuat dan sekejam Rose Queen bisa dikalahkan. Dia mengambil satu kesimpulan yang mengguncang atas visi yang terlihat jelas. Visi yang tak pernah dia pikirkan akan dia butuhkan sepanjang hidupnya. Melalui visi itu, dia bisa mengetahui bagaimana ritual pendeta Marius dalam menyegel roh jahat si ratu vampir. Namun ada kekuatan lain yang berperan besar dalam keberhasilan ritual. Belenggu yang licin dan kejam.
Cinta.
Rose Queen mencintai Pendeta Marius, dan sebaliknya. Kepercayaan ratu vampir pada cintanya telah membuatnya jatuh dalam tipuan, dan akhirnya dikalahkan.
Jenis cinta terlarang dan menyakitkan antara ketua pemburu vampir berdarah perak dengan monster buruannya.

Bagaimana jika takdir serupa kini berulang?

Dia termenung, mendengarkan aliran darah di dalam dirinya, dan mengagumi dengan cara yang gila dan putus asa bahwa itu masih bisa menyegarkan dan menguatkannya, bahkan sekarang. Ada segumpal kesedihan dalam dadanya. Dia melihat ke barisan pepohonan bisu yang mengelilinginya. Melalui celah ranting yang diberati dedaunan, dia melihat ke awan yang lepas dan mengepul. Dalam keheningan, menghayati makna darah perak yang mengaliri nadinya, memberinya keberanian, bagaimana darah itu memberinya keyakinan sesaat akan kebenaran alam semesta.

Setidaknya, dia memiliki bayangan tentang apa yang harus dilakukan. Dia harus segera kembali ke desa Savanne untuk melihat mimpi terburuknya mungkin tak lama lagi akan menjadi kenyataan.

[Tbc]

***Mauritian Moonrise***
By Shenshen_88

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro