๐๐๐๐๐๐
๐๐๐ก๐๐ค๐ข๐
๐๐๐ก๐๐ข๐๐ฉ ๐ข๐๐ข๐๐๐๐ ๐ฅ๐ง๐ค๐๐๐ ๐ค๐ฃ๐๐จ๐๐ค๐ค๐ฉ ๐๐ฃ๐. ๐ผ๐ ๐ช ๐๐๐ง๐๐ฅ ๐ ๐๐ก๐๐๐ฃ ๐๐๐๐๐ ๐จ๐๐๐ฉ ๐ข๐๐ข๐๐๐๐ ๐ ๐๐ง๐๐ฃ๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐ฃ-๐๐๐๐๐๐ฃ ๐ฉ๐๐ง๐ฉ๐๐ฃ๐ฉ๐ช ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐ข๐ช๐ฃ๐๐ ๐๐ฃ ๐ข๐๐จ๐ช๐ ๐ ๐๐ฉ๐๐๐ค๐ง๐ ๐
๐๐ค๐ก๐ค๐ฃ๐ ๐๐๐๐ ๐ฅ๐๐ข๐๐๐๐ ๐ฎ๐๐ฃ๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐ฃ๐๐๐ฃ ๐ข๐๐ฃ๐๐ฃ๐๐๐๐ก๐ ๐๐ฃ ๐๐ค๐ฉ๐ & ๐พ๐ค๐ข๐ข๐๐ฃ๐ฉ.
NOTES !
MEMUAT 5500 + KATA MOHON YA JANGAN ADA SIDDERS. DAN BACANYA SANTUY AJA.
๐๐๐
Mungkin bagi Gyu Jeongguk kegelapan adalah sebagian dari kehidupannya. Entah itu dari masa lalu atau gaya hidupnya yang sekarang. Sebenarnya tidak ada yang menarik lagi untuk Jeongguk lakukan di Jepang.
Terakhir ia ingat kasus terbesar menimpa kelompoknya adalah dua tahun yang lalu. Berkat kejadian perkelahianย itu, kelompok Yakuza yang ia jalani harus mulai mengurangi aktivitas mereka untuk secara terang-terangan berada di tengah masyarakat.
Mungkin bagi orang lain, terdengar asing dengan nama Yakuza tapi itu adalah sekelompok orang-orang yang melakukan kriminalitas kekerasan atau kegiatan penyelundupan yang terkenal di Jepang.
Dan, ya. Siapa sangka, Jeongguk adalah salah satu anggota Yakuza yang memiliki darah Korea Selatan. Pria bertubuh atletis dengan balutan pakaian Kendo dan hakama itu kini tengah sibuk berlatih di ruang khusus latihannya.
Penuh dengan kegesitan, gerakannya lincah dan penuh tenaga untuk mengayunkan pedang bambu shinai ke arah lawan mainnya sekarang.
Senyum tipisย di balik pelindung kepalanya sama sekali tak terlihat saat ia berhasil membuat lawan mainnya terjatuh tanpa bisa melakukan apa pun lagi.
"Kau semakin hebat, Jeongguk. Aku cukup terkesan," ujar Jiymin menerima uluran tangan dari adik tirinya ini.
"Berlebihan, malah aku merasa kau hanya pura-pura kalah sekarang," balas Jeongguk membuka pelindung kepalanya dan menaruhnya di atas meja.
"Serius, kau semakin hebat. Dan aku sama sekali tidak berpura-pura," sanggah Jiymin lalu ia juga ikut melepas atribut kendonya sama seperti Jeongguk lakukan tadi.
"Ingin ke kota sekarang? Kau sudah lama tidak bertemu dengan anggota yang lain. Kau tahu malam ini akan ada pesta spesial," ucap Jiymin sembari melirik Jeongguk.
"Spesial? Memangnya ada apa?" tanya Jeongguk biasa. Ia sama sekali tidak tertarik untuk ke kota, terlalu malas bertemu banyak orang sekarang.
"Kau tahu, aku mendapat kabar jika malam ini akan ada banyak gadis yang menghibur kita di sana. Mereka hanya gadis yang di jual, dan kau akan senang karena mereka berasal dari Korea Selatan."
Jeongguk diam, ia sama sekali sudah tidak aneh dengan percakapannya bersama Jiymin karena hal itu sudah biasa. Namun untuk dirinya, ia tidak pernah melakukannya atau tertarik.
Mungkin membunuh atau membinasakan seseorang akan mudah ia lakukan, namun bermain dengan seorang wanita? Itu sangat merepotkan pikir Jeongguk.
"Kau saja, aku tidak mau ikut. Masih banyak yang harus aku lakukan."
Jiymin berdecih pelan, ia tahu sifat adik tirinya ini. Sulit sekali jika di racuni soal wanita. Padahal tampang dan parasnya saja sudah menjadi bualan para kaum hawa.
"Sekali-kali saja, kau sudah 25 tahun dan berhak merasakan kesenangan itu."
"Kau saja, aku memiliki kesenangan lain."
Jiymin membuang napasnya berat, ia sudah jauh-jauh datang ke rumah Jeongguk untuk mengajaknya namun sepertinya usahanya sia-sia sekarang.
"Baiklah, kau sangat keras kepala. Tapi jika ingin berubah pikiran kau datang saja ke Bar Cloudsev."
Jeongguk mengangguk asal saja, ia sudah berencana memiliki kegiatan lain. Yaitu menghabiskan waktunya berlatih taekwondo semalaman.
๐๐๐
Sedangkan di sisi lain, seorang gadis berpakaian lusuh itu tersungkur saat segerombolan pria mendorong tubuhnya secara kuat menyentuh lantai.
Im Daehyun, gadis yang dijual oleh ayahnya sendiri. Keadaanya sulit di katakan jauh dari baik-baik saja. Bahkan wajahnya dipenuhi lebam dan luka akibat siksaan yang mereka terima.
Setidaknya Daehyun melihat ada sekitar 15 orang gadis yang bernasib sama sepertinya. Menyedihkan saat ia di bawa sangat jauh melalui kapal laut dan tiba di negara seberang. Jepang.
Daehyun tentu takut ia hanya gadis berusia 21 tahun dengan segudang permasalahan hidup. Bahkan hingga detik ini pun ia berdiri masih terjerat oleh masalah ayahnya sendiri.
Air mata sepertinya sudah tidak berlaku lagi untuk gadis itu sekarang. Karena nyatanya kesedihan dan air matanya sekarang tak berguna untuk melepaskan diri dari tempat terkutuk ini.
"D-daehyun aku takut," bisik Miju menggenggam erat tangan Daehyun yang sama-sama dingin.
Daehyun melemparkan senyum tipisnya pada Miju, meski perempuan yang di sampingnya ini lebih tua darinya dua tahun. Namun nyatanya ia tidak seberani Daehyun.
"Aku pun sama, tapi jika terus seperti ini kita tidak akan bisa melarikan diri."
"Lalu apa rencana mu? Apa kau tahu seluk beluk kota ini? Apa jangan-jangan kau pernah ke Jepang?" bisik Miju dengan sedikit berbisik.
Daehyun terkekeh pelan, meski di situasi sulit ia bisa-bisanya mengeluarkan tawa. Meski terkesan sederhana setidaknya ia melakukannya agar tidak lupa untuk menjadi waras.
"Aku pernah ke Jepang," jawab Daehyun.
Miju tentu melebarkan kedua matanya terkejut, tempatnya berdiri menjadi sedikit lebih rapat untuk berdiri di samping Daehyun. "Sungguh kau pernah ke sini sebelumya?"
Daehyun lagi-lagi mengangguk meyakinkan. "Kapan itu?" tanya Miju masih berbisik.
"Entahlah aku lupa, karena saat itu aku sedang bermimpi datang ke Jepang untuk berlibur."
Sungguh jawaban yang di luar ekspetasi, Miju tanpa segan memukul lengan Dahyun kesal.
"Awww, kau memukulnya terlalu keras, Miju."
"Rasakan saja, memangnya enak jika di bohongi," dengus Miju yang membuang tatap ke arah lain.
Sedangkan Daehyun tidak tersinggung, ia hanya membalas, "Bersyukur kau hanya di bohongi untuk hal seperti ini. Setidaknya kau tidak berakhir seperti ku, di bohongi jika aku masih memiliki keluarga yang nyatanya mereka membuang ku sejak dulu."
Miju kembali memandangi Daehyun, ia tahu nasibnya buruk. Tapi jika di bandingkan dengan Daehyun, ia pikir gadis itu sudah berjuang sangat banyak. Bahkan Miju akui, dirinya yang mengajukan diri untuk pergi ke sini meski pada akhirnya ia menyesal.
"Lalu ayahmu? Bukankah dia masih ada, sampai-sampai menjual mu ke sini?"
"Dia bukan ayah kandungku. Dia ayah tiri ku."
Miju menepuk pundak Daehyun pelan, "Kau luar biasa, baru pertama kali seumur hidupku bertemu seseorang yang penuh masalah namun masih bisa menerimanya dengan lapang dada."
"Aku tidak seikhlas itu untuk memberikan tubuhku pada kaparat seperti mereka," ucap Daehyun yang menunjuk arah para pria berhidung belang tengah duduk di sofa.
"Mustahil pergi dari sini, bahkan tadi kita masuk ke sini memakai penutup mata. Bagaimana tahu jalan keluarnya. Bar ini cukup besar," ungkap Miju melihat ke sekeliling.
"Lihat saja nanti, aku akan berusaha keluar dari tempat ini tanpa di sentuh oleh satu pun pria di sini."
๐๐๐
Jeongguk lagi-lagi harus mendengus kesal, karena Jiymin terus memaksanya sampai membawa ancaman jika pria itu akan melakukan hal gila.
Ya, bagi Jeongguk Jiymin adalah satu-satunya Kakak. Meski tak sedarah, Jeongguk sangat menghormati dan memperlakukan Jiymin dengan baik. Karena pria bertubuh lebih pendek darinya itu memiliki peran besar yang membuat Jeongguk berhutang budi padanya.
Sampailah Jeongguk ke tempat salah satu Bar terbesar di Tokyo. Penampilannya pun tidak mencolok dari Yakuza lainnya. Ya memang karena sekarang keberadaan mereka tidak seperti jaman dulu, dan perbedaan kasta Yakuza dan berandal di jalan sangatlah berbeda.
Dengan rambut yang di ikat asal, dan memakai jaket kulit hitam. Jeongguk masuk ke tempat yang sudah berisik dan di penuhi wanita atau pria yang sibuk menari di lantai dansa.
"Lihatlah, sudah ku bilang dia adik yang penurut. Dia tidak akan membiarkan kakanya melakukan hal bodoh di lantai dansa sana," ucap Jiymin yang sudah kehilangan separuh kesadarannya.
Jeongguk berdecih, ia hanya tidak mau pesta malam ini di kacaukan oleh Jiymin yang tanpa sengaja menekan pelatuk pistolnya ke arah orang-orang.
"Duduklah, santai. Kau ini anggota Yakuza tapi seperti orang yang awam sekali berada di tempat seperti ini," ucap Namju sembari menghisap satu batang nikotinnya.
"Lihatlah, di sana," tunjuk Jiymin pada barisan gadis-gadis yang tengah menduduk. Jeongguk pun tanpa sadar ikut menoleh dan melihat banyak para gadis yang sudah berdiri di ujung sudut ruangan bar ini.
"Mereka khusus untuk kita, dan masing-masing orang akan mendapatkan satu."
"Aku tidak akan melakukannya," ucap Jeongguk menyenderkan punggungnya ke arah sofa. Matanya sejak tadi tak berhenti menatap semua gadis hingga sampai ia beradu tatap dengan salah satu gadis yang menatapnya tanpa rasa takut bahkan ia tidak menunduk sama sekali.
"Ck- cobalah sekali. Aku pastikan kau akan ketagihan. Lagi pula mereka bukan orang yang akan mendapatkan pertanggungjawaban jika hamil. Jadi kau tak perlu khawatir."
Jeongguk hanya diam, matanya terus bertatapan dengan gadis berkulit putih pucat itu. Rasanya ada sesuatu yang menariknya untuk terus bertatapan dengannya.
"Aku ke toilet dulu," ucap Jeongguk tanpa merespons kata-kata Jiymin padanya.
๐๐๐
Daehyun melepas genggaman Miju padanya, ekor matanya menatap seorang pria yang berjalan ke arah lain. "Miju tunggu di sini, aku harus mengikuti orang itu untuk bertanya jalan keluar dari sini," bisik Daehyun pada Miju.
Sedangkan Miju nampak was-was. "Tidak mungkin, Daehyun. Bisa saja pria itu juga jahat."
Daehyun menggeleng, dirinya yakin jika pria itu dapat membantunya keluar dari sini. Instingnya kuat sekali saat bertatapan dengan pria itu. Karena dari semua tatapan pria yang ada di sini terhadapnya sangat mencirikan sekali jika mereka ingin melakukan hal bejad. Tapi berbeda dengan tatapan pria tadi.
"Tunggu, aku akan segera kembali. Percaya padaku, okey? Jika aku tidak kembali dengan selamat, aku mohon selamatkan dirimu."
Mata Miju memanas, rasanya ia tidak percaya gadis di hadapannya ini lebih muda darinya. Tapi ia akui Daehyun setangguh itu.
"Baiklah, cepat kembali."
Daehyun mengangguk dan memisahkan diri dari barisan para gadis. Namun langkahnya terhenti saat ia terhadang oleh seorang pria. Dengan cepat ia mendongak dan dapat melihat tatapan tajam menusuk itu, tapi alih-alih takut ia malah tersenyum tipis.
"K-kau bisa berbicara dengan bahasa Korea kan?"
Jeongguk hanya diam tanpa tertarik untuk menjawabnya. Sedangkan Daehyun malah dengan lancangnya menarik tubuh Jeongguk sampai pria itu melepaskannya.
"Yak! Apa yang kau lakukan," dengus Jeongguk tak suka.
Sedangkan Daehyun membuang napas beratnya dan kembali menatap pria itu. "Sudah kuduga kau bisa berbicara bahasa korea. Wajahmu sangat tidak asing."
Dahi Jeongguk mengernyit aneh. "Menyingkirlah," usir Jeongguk yang ingin segera pergi dari tempat ini.
"Maaf lancang, tapi bisakah kau menunjukkan pintu keluar tempat ini?" bisik Daehyun yang tak ingin orang lain mendengar mereka.
Sedangkan Jeongguk tahu, gadis ini berniat kabur. Namun tidak peduli, Jeongguk malah pergi meninggalkan gadis itu, sedangkan Daehyun mencoba menyusul pria itu tanpa alas kaki. Namun saat ia ingin menyusulnya sebuah dorongan dari belakang membuatnya harus tersungkur dan berbenturan dengan sudut besi di sana.
Gadis itu meringis saat kepalanya harus kembali merasakan rasa sakit kala rambutnya sudah tertarik kebelakang dengan kasar.
"Kau ingin kabur hah?! Sudah ku bilang jangan ada yang pergi dari barisan itu." Bentakan itu Daehyun dapat dari seorang pria bertubuh besar dan bertato itu.
"Kau berlebihan, aku hanya ingin pergi ke toilet," ucap Daehyun dengan menekankan kalimatnya.
"Dasar pria brengsek," batin Daehyun mengumpat dalam hati.
"Awas jika kau berniat kabur dari sini, kami tidak akan segan-segan membuatmu habis di hancurkan oleh banyak pria."
Daehyun tersenyum kecut, lalu ia meludah tepat di hadapan wajah pria itu. "Kau kira aku barang yang mudah di hancurkan? Tidak akan pernah aku membiarkan tubuhku ini di sentuh oleh pria brengsek seperti kalian."
Plakkk
Tamparan begitu nyaring Daehyun dapatkan. Setelah dahinya yang sudah berdarah kini sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.
"Dasar gadis jalang!" Saat pria itu akan melayangkan lagi tamparannya. Sebuah suara membuat pria berbadan besar itu berhenti melakukan aktivitasnya.
Sedangkan Daehyun menoleh lemas, saat pria tadi kembali datang dan menatapnya dingin.
"Dia milikku. Jangan berani menyentuhnya selain aku."
๐๐๐
Entah ini takdir yang bagus atau buruk, karena kini Daehyun malah terperangkap di dalam kamar dengan seorang pria yang ia kira bisa membantunya.
"A-aku mohon, jangan melakukan apa pun. Aku hanya ingin pergi dari sini, aku mohon."
Jeongguk menarik ujung bibirnya tipis. Ia sama sekali tidak pergi saat gadis di hadapannya ini dihabisi oleh bawahannya sendiri.
Dirinya cukup terkesan dengan perempuan berani seperti tadi. "Aku hanya mengatakan, kau salah memintaku keluar dari sini."
Daehyun melirik pria itu, stamina nya sudah tidak sekuat tadi. Sekarang yang ada rasa sakit di kepalanya sangat menghunjamnya.
"A-aku hanya ingin keluar dari sini, aku mohon."
Jeongguk diam, ia mengamati gadis itu duduk di pinggiran kasur dengan keadaan yang sudah sangat berantakan.
"Kau yakin ingin keluar dari sini?"
Daehyun mengangguk yakin.
"Tidak ada yang gratis, di dunia ini."
Daehyun menatapnya dengan tatapan berbeda. Wajah yang tadi terpasang keras kini menampakkan sisi lainnya. Air mata yang tak pernah ia minta keluar tiba-tiba menetes.
"Kau sama seperti mereka? Ingin menghancurkan aku di atas sini?" tanya Daehyun dengan lirih.
Sedangkan Jeongguk terdiam. Ia sedikit terkejut melihat perubahannya raut wajahnya tadi.
Sedangkan Daehyun sudah lelah dan sakit. Kepalanya tak berhenti mengeluarkan darah. Bahkan kini ia sudah seperti manusia tak bernyawa.
"J-jika kau ingin menghancurkan aku di atas sini, b-bisakah kau membunuhku setelah itu? Karena aku tidak sanggup jika harus hidup dan merasakan harga diriku hilang," ucap Daehyun dengan penuh keputusasaan.
Jeongguk masih memandang lekat gadis itu. "Kau menyerah secepat itu?"
Daehyun menggeleng, "Jika kepalaku tidak sakit, mungkin aku bisa meludahimu sama seperti pria tadi. T-tapi aku sungguh, ini sakit sekali," imbuh Daehyun yang tak main-main dengan rasa sakitnya.
Jeongguk sedikit melirik jam arlojinya, lalu ia kembali menatap presensi gadis yang sudah menunduk memegang kepalanya.
Sampai akhirnya tubuh Daehyun terjatuh juga. Ia kehilangan kesadarannya. Sedangkan Jeongguk hanya membuang napasnya kasar.
"Menyesal aku datang ke sini."
๐๐๐
Sekarang sinar matahari nampak menelisik masuk ke celah-celah tirai di salah satu kamar. Dan kini seorang gadis tengah terlihat terusik tidurnya.
Saat kedua mata Daehyun terbuka, ia cukup merasakan pening. Tetapi saat ia menyentuh kepalanya, ia merasakan ada sesuatu yang menutupnya.
"Perban?" lirih Daehyun.
Sedangkan kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul. Namun ia mulai menyadari jika ia di tempat berbeda dari tempat semalam.
Dengan cepat ia melihat tubuhnya yang ternyata masih berpakaian lengkap namun kini ia justru bingung berada di mana. Karena kamar ini begitu luas.
Daehyun mencoba beranjak, meski masih lemas ia mencoba mengecek sebenarnya ia ada di mana, dan siapa yang membawanya.
Apa dia di culik? Pikirnya.
Namun detik selanjutnya ia terkejut bukan main saat melihat presensi pria semalam tengah bermain Kendo tanpa mengenakan pakaian atasnya dan hanya mengenakan Hakama untuk menutupi bagian bawahnya.
Matanya menangkap dengan jelas punggung tegap dan ramping itu tengah berlatih. Sampai tato yang memenuhi salah satu lengan kanannya membuat Daehyun tertegun.
Karena terus berdiri bagaikan patung, ia tak sadar jika kini Jeongguk tengah menatapnya dingin.
"Namamu siapa?" suara dingin itu memecah keheningan, hingga Daehyun terlonjak kaget.
"Im Daehyun, dan kau sendiri?" jawabnya pelan.
Jeongguk mengangguk pelan, lalu ia berniat berhenti melakukan latihannya dan berjalan melemparkan satu kantung paper bag pada Daehyun.
"Aku Jeongguk, ganti pakaianmu sendiri, dan buatkan aku sarapan. Kau bisa memasak kan?"
Daehyun semakin sulit mencerna perkataannya. Dan hanya bisa mengangguk.
"Bagus, lakukan dengan cepat."
๐๐๐
Sekarang Daehyun hanya bisa melirik sebentar kearah pria yang tengah sibuk menghabiskan acara sarapannya.
"Apa yang kau lihat?" tanya Jeongguk tanpa mengalihkan pandangannya pada makanan dalam piringnya.
"Aku hanya bingung, kau yang memasang perban ini?"
Tanpa menghentikan kegiatannya Jeongguk hanya berdeham sebagai balasannya.
"Hmm."
Sedangkan Daehyun sudah tersenyum lebar. Dirinya bersyukur sekali. "Terima kasih, aku tahu kau orang baik," ucap Daehyun sedikit bersemangat.
Sedangkan Jeongguk mendelik, namun ia cukup merasakan perasaan aneh menghinggapinya saat mendengar seseorang menganggapnya baik
"Kau tinggal di sini sendirian?" tanya Daehyun mencoba menghangatkan suasana.
"Hmmm," jawaban singkat itu terus Daehyun dapatkan sampai ia sedikit kesal.
"Apa tidak ada kalimat yang lain?" tanya Daehyun yang melirik semua gaya interior rumah yang sangat cukup terbilang mewah dengan warna bangunan dominan abu hitam itu.
"Kau di jual oleh ayahmu?" tanya Jeongguk yang kini bersidekap dada dan menatap Daehyun.
"Iya, aku dijual ayah tiriku. Tapi apakah kalian orang yang membeli orang-orang seperti ku?"
Jeongguk sebenarnya tahu cara kerjanya, dan ya bisa di katakan mereka tidak membeli langsung hanya saja orang-orang yang bekerja sama dengan mereka selalu memberikan imbalan seperti ini entah itu narkoba.
"Aku hanya ingin mengatakan, kau memasuki salah satu kandang singa."
Daehyun mengangguk, "Tapi aku percaya padamu. Kau tidak akan melakukan hal itu. Aku merasa kau sepertinya sedang berhenti melakukannya."
"Maksudmu?"
"Matamu tidak seperti mereka, orang-orang yang penuh nafsu. Apa kau memang ingin berhenti melakukannya?"
"Tahu apa kau," balas Jeongguk dingin.
"Aku tidak tahu apa-apa, hanya merasakan saja. Meski aku tidak tahu kalian dalam kelompok apa. Tapi jika memang benar, kau sudah di jalan yang tepat," ucap Daehyun dan memberikan senyum tipisnya.
๐๐๐
Tak terasa sudah malam, Daehyun merasakan haus menjalar kerongkongannya. Dengan inisiatif ia mencoba membuka kulkas dan meminum salah satu botol di sana sampai habis.
Namun tak lama tubuhnya merasakan panas luar biasa. Bahkan ia tanpa sadar menyenggol botol itu hingga pecah ke lantai.
Jeongguk yang tengah mencoba memejamkan matanya harus kembali terusik dengan suara nyaring di luar. Dengan rasa jengkel ia sudah melihat Daehyun tengah bergerak secara gelisah.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Jeongguk menatap Daehyun. Sedangkan gadis itu tiba-tiba menyentuh tangannya secara tiba-tiba.
"T-tubuhku panas setelah meminum itu," ucap Daehyun bersusah payah.
Sontak Jeongguk melebarkan matanya terkejut, ia mengutuk Jiymin yang selalu sembarangan menyimpan minuman itu di kulkasnya.
"A-aku mohon tolong aku, k-kenapa tubuhku panas sekali."
Jeongguk menggerang frustasi, ia hanya diam mematung dan melihat Daehyun berusaha melepas bajunya. "Kau gila, apa yang kau lakukan. Jangan di lepas!" ucap Jeongguk menahan Daehyun untuk melepas bajunya.
"P-panas, di sini gerah.."
Jeongguk mengambil napasnya dalam lalu menarik Daehyun masuk dalam pelukannya. Sedangkan akibat perbuatan Jeongguk membuat Daehyun semakin gila oleh afeksinya.
Dirinya seakan ingin di sentuh lebih. Pikirannya sudah bercabang sejak tadi, ia sadar jika sesuatu seperti mengendalikannya sekarang.
"A-apa yang aku minum itu, o-obat perangsang?" tanya Daehyun dalam keputusasaan.
"Kenapa kau ini ceroboh sekali," ujar Jeongguk yang merasakan Daehyun terus bergerak gelisah di pelukannya.
Namun hal yang tak di duga harus Jeongguk rasakan, saat Daehyun dengan lancangnya mencium lehernya. Membuat napas gadis itu memburu tepat sekali menyentuh kulitnya.
Jeongguk tidak pernah seintim ini dengan wanita manapun. Tapi merasakan sentuhan Daehyun membuat sisi lainnya bergerak ingin melakukannya juga.
"Lihat aku," titah Jeongguk dengan dingin. Lalu dengan mata yang berpendar lemah Daehyun menatap Jeongguk penuh damba. Dirinya tersiksa saat ini.
"Kau ingin aku bantu menyelesaikan masalahmu?"
Daehyun mengangguk lemah, dirinya sudah tidak bisa lagi menahannya. Detik itu juga yang ia rasakan adalah tangan kekar itu membawanya masuk ke dalam gendongannya ala bridal style.
Lalu Daehyun hanya menyembunyikan wajahnya di dada Jeongguk dan sesekali ia menggigit leher pria itu, untuk menghilangkan rasa anehnya.
Jeongguk mengunci kamarnya dan membaringkan Daehyun di atas kasurnya. Ia menutup tirai kamarnya dan membiarkan lampunya tetap tidak menyala.
Namun tanpa di duga Daehyun sudah membuang asal bajunya dan tubuh itu menggeliat tak nyaman, bahkan kening dan tubuhnya berkeringat.
Jeongguk memejamkan matanya sebentar, cukup terkejut. Dan tidak akan pernah membayangkan akan berakhir meniduri gadis di hadapannya ini.
"Kau ingin di bantu sejauh apa?"
"Sejauh apa pun, a-aku mohon.. ini sangat menyiksa. Persetan itu semua a-aku mohon."
Jeongguk melepas kaos hitamnya, berjalan mendekati Daehyun. Mengukung gadis itu tepat di bawahnya. Namun saat maniknya menatap bekas luka gadis itu yang berada di belakang lehernya membuat Jeongguk spontan terkejut.
"Kenapa dia memiliki bekas luka yang sama? Seperti dia?" batin Jeongguk.
Dengan teliti, Jeongguk mendekatkan tubuhnya untuk melihat bekas lukanya. Karena keintiman jarak mereka, membuat Daehyun bergerak gelisah saat deru napas Jeongguk menyapu kulit lehernya.
Jeongguk kembali terpaku melihat bekas luka itu, matanya yang tadi menyiratkan ketajaman, justru kini terlihat lemah.
"Kau dapat darimana bekas luka ini?" bisik Jeongguk menyentuh garis luka milik Daehyun.
"K-kenapa kau bertanya hal itu?"
"Jawab saja cepat."
"L-luka itu aku dapatkan karena terjatuh dari rumah pohon."
Deg.
Jantung Jeongguk seakan berpacu, pikirannya tidak mungkin jika gadis di bawah kukungannya ini adalah anak kecil yang menemaninya dulu.
"Hyunie?" lirih Jeongguk tak percaya dengan apa yang ia lihat. Pria itu harus akui jika ingatannya masih sangat tajam. Ia ingat tanda lahir itu milik seseorang yang ia sangat kenal sejak kecil.
Sedangkan Daehyun yang mendengar suara samar itu langsung menatap Jeongguk dengan penuh heran. Pikirannya kenapa ada orang yang mengenal nama masa kecilnya.
"K-kau mengenal nama masa kecilku?" tanya Daehyun yang mencoba menyeimbangi rasa kesadarannya.
Entah dorongan apa, Jeongguk langsung menyambar bibir manis itu dengan rakus. Bahkan karena itu Daehyun melengguh di bawahnya.
Jeongguk menatap Daehyun di sela-sela ciuman mereka, bahkan senyum terpatri itu terbit saat ia merasakan sesuatu dalam dirinya membuncah saat itu juga.
Kini tangannya sudah menyentuh sejauh gadis itu menginginkannya. Membiarkan suara itu memenuhi ruang kamar yang selama ini tidak pernah ia buat untuk meniduri gadis manapun.
Kini tangannya sudah berada di bawah sana. Membuat sang empu menggelinjang sempurna. Bahkan ketika Daehyun menggigit bibir bawahnya membuat Jeongguk kehilangan kewarasannya.
Itu terlalu cantik.
"K-kau.. s-siapa? K-kenapa mengenalku.." tanya Daehyun dengan napas yang memburu dan masih di mabukkan oleh sentuhan Jeongguk. Entah kenapa dirinya pun tak mengerti bisa semudah itu memberikan tubuhnya yang sudah di jamah oleh pria asing itu.
Salahkan botol minuman perangsang yang ia teguk sampai habis tak bersisa.
"Besok kau akan tahu, tapi biarkan aku menyelesaikan ini semua. Karena aku merindukanmu, Hyunie." Lirih Jeongguk dengan pendar mata yang begitu sendu.
Seakan dirinya selama ini sudah menyimpan sebuah rasa rindu untuk seseorang begitu lamanya.
"Jika kau memang benar, orang yang sama. Maka tidak akan aku biarkan kau meninggalkanku untuk kali ini."
๐๐๐
Untuk pertama kali dalam hidupnya, saat ia membuka mata dirinya dapat melihat pemandangan langka yang membuatnya hanya memandang pria yang tengah tertidur pulas di sampingnya. Dengan tangan yang melingkar di perutnya.
Daehyun tak mengerti dengan perasaannya ini. Dirinya merasa kecewa namun di balik rasa itu ada sesuatu dalam hatinya yang merasakan ini bukan suatu masalah besar.
Wajah yang mungkin kemarin sangat terlihat tajam dan garang. Kini ia dapat lihat seperti seekor kelinci. Rahang tegas dan bulu matanya yang lentik membuat Daehyun memuji ketampanan itu dalam diam.
Wajahnya berubah seperti merah jambu, saat ia melihat bahwa dirinya tak memakai sehelai benang pun, dan hanya tertutupi oleh selimut tebal.
Tetapi sesaat itu, ia jadi teringat kembali soal percakapan yang membuat Daehyun mengganjal. Ia kembali menoleh dan menatap pria itu.
"Kau siapa? Kenapa kau mengenal nama masa kecilku?" gumam Daehyun yang terus menatap Jeongguk.
Detik selanjutnya sebuah mata terbuka dan kini Daehyun maupun Jeongguk sama-sama saling bertatapan.
"Sejak kapan kau bangun?" suara husky dan serak itu dapat Daehyun dengar dan membuat tubuhnya kembali meremang.
"B-belum terlalu lama," cicit Daehyun memutus pandangannya.
Tetapi sebuah tangan tiba-tiba mengelus pipinya pelan. Sontak Daehyun menatap penuh kejut pada Jeongguk.
"Kita bertemu lagi, Hyunie. Kau tak ingat aku? bocah laki-laki yang berjanji akan menikahi mu saat dewasa nanti?"
Perkataan Jeongguk membuat mata monolid itu membesar, ingatannya membawa kembali pada masa lalu saat ia berumur 7 tahun.
***
"Gukie, jangan tinggalkan Hyunie ya.."
Sedangkan sosok bocah lelaki berusia 11 tahun itu hanya mengangguk. Dan menjulurkan kelingking manisnya di hadapan gadis kecilnya.
"Tunggu aku tumbuh besar dan kembali menjemput mu lalu kita akan menikah."
Lalu gadis kecil yang sering di sapa Hyunie pun mengangguk semangat dengan senyum lebar yang tak pernah luntur.
Tetapi momen manis itu harus lenyap begitu saja, saat Gukie yang ia kenal pergi meninggalkannya begitu saja entah kemana. Membawa kenangan dan sejuta luka untuk gadis kecil itu.
***
Daehyun tanpa sadar menangis, hatinya tiba-tiba sakit sekali. Namun jauh dari sakit hatinya, ia masih tidak percaya jika sosok lelaki di masa lalunya adalah Jeongguk sekarang. Pria yang sudah mengambil kehormatannya.
"Rasanya bodoh, saat kita tidak pernah tahu nama asli satu sama lain, maafkan aku," lirih Jeongguk yang menarik Daehyun untuk kembali masuk kedalam dekapannya.
"K-kau benar G-gukie?"
Jeongguk mengangguk, dan mengelus surai hitam itu lembut. Hatinya ikut sakit juga saat mengetahui fakta bahwa gadis kecil yang selama ini ia cari mengalami hidup sekeras itu.
"Jika aku tidak melihat bekas luka itu, mungkin aku tidak akan pernah tahu kalau kau adalah Hyunie."
Daehyun masih terisak, dan semakin mengeratkan pelukannya. Menyalurkan rasa rindu yang selama ini ia coba sembunyikan.
"Maafkan aku lama menjemputmu, mungkin jika sejak dulu aku bisa menemukanmu. Kau tidak akan mengalami hal sulit ini."
"T-tapi kau pun mengalami masalah sulit, Jeongguk. Kenapa bisa kau ada di sini dan masuk kedalam kelompok semacam ini?" tanya Daehyun dengan wajah sembabnya.
"Aku pria, tidak aneh jika mengalami ini semua. Tapi aku sering membunuh dan melukai seseorang, apa kau masih mau bersamaku? Jika kau ingin melarikan diri pintu terbuka lebar untukmu," ungkap Jeongguk dengan perasaan berat hati.
Ia juga sadar, jika dirinya sekarang sudah berbeda dengan Gukie yang mungkin gadis itu kenal. Sekarang ia sudah menjadi orang yang gemar menghabisi dan melukai orang. Rasanya sedikit tidak pantas meminta gadis itu menetap bersama pria sepertinya.
Berbeda Daehyun hanya menggapai wajah itu, dengan tangan mungilnya dan mengusapnya pelan. "Jika aku mengatakan, aku tidak akan melarikan diri dan akan di sini. Apa kau tak masalah?"
"Tapi kenapa? Bukankah kau takut?"
Daehyun menggeleng pelan, "Aku tidak takut denganmu. Meski kau membunuh dan menyakiti, aku yakin kau memiliki maksud kan? Kau tidak mungkin melakukannya padaku kan?"
Jeongguk mengangguk, sangat terlihat polos sekarang berbeda sekali dengan yang kemarin.
"Kalau begitu, tetaplah di sini bersamaku.ย Aku masih memiliki perasaan yang sama sejak dulu tidak pernah berubah. Rasa kagum dan sayangku pada gadis kecil tujuh tahun itu masih terasa sama hingga saat ini."
๐๐๐
Sudah dua Minggu Daehyun tinggal di rumah Jeongguk. Kini suasana rumah yang dulunya sangat sepi dan monoton berubah menjadi berwarna berkat kehadiran wanitanya.
Jeongguk mengulas senyum tipisnya saat ia melihat pemandangan sore hari ini sangat menyenangkan. Dirinya yang habis berlatih Kendo berniat menghampiri Daehyun dengan memeluk wanitanya erat dari belakang.
"Astaga, kau mengejutkan aku," ucap Daehyun masih terkejut. Sedangkan dirinya mendengar Jeongguk hanya terkekeh pelan.
"Lepas dulu, badanmu itu sangat lengket sekali. Dan lihatlah astaga kau sama sekali tidak memakai baju atasanmu," gerutu Daehyun.
"Tidak apa-apa kau juga belum mandi kan?" imbuh Jeongguk sembari menyandarkan dagu kepalanya di bahu Daehyun.
"Kata siapa, aku sudah mandi tahu, gara-gara kau aku jadi bau lagi," sanggah Daehyun dan sedikit mendelik kesal.
"Ya sudah mandi lagi saja, kenapa harus repot."
"Tentu saja merepotkan kau tahu, menyebalkan sekali."
"Kau repot? Jika merasa iya, aku senang hati menawarkan diri untuk memandikan mu, bagaimana? Kau hanya tinggal diam saja?"
Plakkk
Pukulan bahu itu sangat keras Jeongguk terima. Bahkan pria itu sudah menerima tatapan tajam dari kekasihnya.
"Jaga bicaramu, atau aku buat rumahmu berisikan penuh tanaman bunga."
Jeongguk menggeleng cepat, ia tidak mau rumahnya di penuhi bunga. "Baiklah, jangan marah-marah terus. Aku bercanda, sayang," ucap Jeongguk lalu membalikkan tubuh Daehyun dan mengecup keningnya lembut.
Setelah Jeongguk selesai membersihkan diri, ia menghampiri Daehyun yang tengah memasak sesuatu. Senyum nya kini sudah mudah sekali tercetak saat ia melihat Daehyun dalam jangkauannya.
Rasanya Jeongguk ingin sekali, untuk bisa menyelesaikan semuanya di sini dan membawa kembali Daehyun ke Seoul dan membangun keluarga yang bahagia.
Tetapi saat bayangan indah itu terputar dalam pikirannya. Tiba-tiba saja dering teleponnya membuat pikirannya seketika membuncah.
"Eoh, ada apa Jiymin menelpon ku?" gumam Jeongguk melirik ponselnya namun ia segera mengangkatnya.
"Hallo? Ada apa?"
"Bersiaplah pergi dari rumah!"
"Maksudmu apa? Ada apa? Kenapa terdengar sangat panik?"
"Kelompok blackscape kembali menyerang sangat mendadak. Mereka semua menuju rumahmu sekarang!"
Jeongguk sangat panik, ia melihat Daehyun tengah memasak dengan tenang.
"Ah, sial! Kenapa harus di rumah? Suruh mereka menemuiku di tempat lain."
"Tidak bisa, mereka semua sudah dalam perjalanan. Aku dan yang lain akan segera ke sana juga."
Mendengar itu Jeongguk menutup ponselnya dan berlari menarik Daehyun cepat.
"Ada apa? kenapa menarikku tiba-tiba, masakannya sebentar lagi selesai."
"Daehyun..." ucap Jeongguk lirih. Ia menyatukan kening mereka bersama.
"Kau tahu aku sangat mencintaimu kan?"
Daehyun mengangguk, "I-iya aku tahu, tapi kenapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu."
Jeongguk mengangguk, ia menggenggam tangan kekasihnya erat rasanya sulit ingin melepaskannya.
"Tolong berkemaslah dengan cepat, akan ada orang-orang yang datang kemari dengan banyak senjata, aku tidak mau kau terluka jika di sini. Jadi aku mohon pergilah dulu ke tempat lain. Aku akan memesankan taksi. Tapi sebelum itu kau keluarlah dulu dari rumah ini."
Daehyun menggeleng, "Lalu kau? Sendirian melawan mereka? Tidak mungkin, di mana kelompok mu yang lain?"
"Aku bisa, Daehyun percayalah. Kelompok dan kakakku akan membantu ke sini kau tidak perlu khawatir, yang aku khawatirkan sekarang adalah kau. Aku tidak mau kau terluka sedikitpun."
"Aku tidak mau meninggalkanmu, Jeongguk."
"Hyunie, aku mohon jangan keras kepala. Mereka berbahaya sungguh."
"A-aku tidak mungkin meninggalkanmu dengan orang-orang seperti itu. Aku mohon, aku juga tidak mau kau terluka."
Daehyun sudah terisak, ia masih menggenggam erat tangan kekasihnya. "Jika kau terluka maka aku terluka," ucap Daehyun masih terisak.
"Tidak Hyunie aku mohon segeralah cepat berkeโ" ucapan Jeongguk belum selesai dan terhenti oleh pelatuk yang sudah menghancurkan kaca di ruang tamu.
Sontak Daehyun maupun Jeongguk sama-sama terkejut, dengan pikiran yang sudah buntu, Jeongguk membawa Daehyun masuk ke dalam lemari dan menutupnya rapat.
"Jangan pernah keluar dari tempat ini selangkah pun, Daehyun. Jika kau sampai melangkahkan kakiku keluar. Aku akan sangat kecewa padamu."
"J-jeongguk..."
"Tidak apa-apa. Tutup telinga dan matamu, jika kau mendengar suara apa pun dari luar sana. Aku mohon jangan pernah keluar dari sini. Biarkan mereka tidak tahu kau ada di sini," ucap Jeongguk memegang kepala Daehyun dan mencium keningnya.
"Aku mencintaimu, kau harus tahu itu."
Belum sempat Daehyun membalasnya, pintu lemari itu sudah tertutup dan ia mendengar Jeongguk menguncinya di dalam kamar.
"A-aku mohon, lindungi dia tuhan. A-aku mohon.."
๐๐๐
"Lihatlah siapa yang sekarang sudah tidak pernah terlihat lagi," ucap salah satu ketua kelompok yang Jeongguk sangat kenal. Yakamuza.
Mereka adalah kelompok besar yang terlibat bersamanya pada dua tahun lalu.
"Ada apa lagi? Bukankah semua masalah selesai?" tanya Jeongguk bersikap tenang.
"Kau bilang selesai? Kau yang membunuh ayahku sialan!" Bentak Yakamuza tepat di wajah Jeongguk.
"Bukankah itu ganjaran jika kita saling bertarung?"
"Dasar sialan, aku tetap akan menghabisi mu. Nyawa di bayar nyawa asalkan kau tahu."
Jeongguk tersenyum kecut, "Seharusnya kau menjaganya dengan baik saat pertarungan itu. Jika saja kau menjaganya, mungkin yang mati bukan ayahmu."
Mendengar itu Yakamuza tidak tinggal diam, ia menghajar Jeongguk dengan brutal namun kebrutalan itu pun di balas oleh Jeongguk.
Tetapi saat mereka bertarung, Yakamuza menyadari sesuatu lalu ia tersenyum licik menatap Jeongguk.
"Kau menyembunyikan seseorang, di sini?"
Deg
Jantung Jeongguk tidak lebih panik daripada ini. Ia kembali mencoba bersikap tenang. "Tidak, di sini aku hanya sendiri."
"Kau pikir kau pintar tapi sepertinya kau bodoh. Lihatlah sejak kapan kau memasak dengan celemek wanita seperti itu? Dan lihatlah sendal pasangan?"
Jeongguk sudah mengumpat dalam hati, ia menyesal tidak sempat menghilangkan jejak mencurigakan.
"Kalian semua cek seluruh ruangan di sini dan pastikan seret siapa pun orang yang ada di sini," perintah Yakamuza pada bawahannya.
Jeongguk yang panik segera menghajar Yakamuza hingga pria itu tersungkur. Bahkan kini Jeongguk terus meninju wajahnya hingga babak belur. Namun sedetik kemudian fokus Jeongguk terpecah kala suruhan Yakamuza berhasil mendobrak kamar tempat Daehyun berada.
Melihat kelengahan itu membuat Yakamuza menghajar balik Jeongguk hingga pria itu sama-sama tersungkur. Bahkan kini satu tusukan Jeongguk harus terima.
"Akhhhhh..."
Ketika pisau itu berhasil menusuk bagian perutnya, ia meringis dan mencoba untuk bangun dan berlari memasuki kamar itu.
Sedangkan Yakamuza tertawa remeh, saat melihat Jeongguk berlari dengan susah payah.
"Berhenti kalian!" pekik Jeongguk saat ia melihat orang-orang itu akan menggeledah.
Sedangkan Daehyun semakin menahan tangisnya saat ia melihat Jeongguk tengah menahan luka tusuknya. Ia berusaha menggigit tangannya agar tidak mengeluarkan suara apa pun.
Tubuhnya bergetar hebat saat melihat Jeongguk mengeluarkan banyak darah dan di hajar habis-habisan oleh ketiga orang itu.
"Cepat cari orang lain di sini. Kita akan membunuhnya bersamaan dengan Jeongguk di sini." Perintah Yakamuza.
Namun Jeongguk berusaha melawan sebisa yang ia coba namun Yakamuza sudah bersiap menarik pelatuknya untuk ia bidik tepat pada tubuh Jeongguk.
Daehyun yang dapat melihat aksi itu dari celah lemarinya. Membuat dirinya tak tahan untuk berdiam diri terus. Hingga akal sehatnya sudah tak bisa di tahan, dengan cepat ia keluar dari lemari membuat Jeongguk menatapnya panik dan pelatuk Yakamuza berhasil terlepas. Namun dengan cepat, Daehyun berlari dan berdiri melindungi Jeongguk.
Tubuh mungil itu pun akhirnya merasakan sesuatu menembus masuk ke dalam dadanya. Dan mata Jeongguk yang melebar saat melihat aksi Daehyun yang sangat di luar dugaan.
Daehyun limbung dan terjatuh tepat di pangkuan Jeongguk. Tangan pria itu kini sudah di penuhi oleh lumuran darah, membuat mata Jeongguk tak bisa mencegah air matanya untuk meluncur.
"H-hyunie, apa yang kau lakukan?" Isak Jeongguk yang kini menatap Daehyun dengan tubuh lemasnya.
"A-aku tidak apa-apa, r-rasanya senang bisa melindungi orang terkasih. T-terima kasih J-jeongguk, telah mencintaiku selama ini," ucap Daehyun terbata. Bahkan kini ia terbatuk dan mengeluarkan darah.
Jeongguk sudah murka, ia menatap tajam ke arah Yakamuza yang masih menatapnya dengan remeh.
Di saat Jeongguk membayangkan akan membangun istana kecilnya bersama Daehyun, ia kembali menelan pil kepahitan saat kekasihnya terluka.
Ia membenci dirinya sendiri yang menciptakan neraka untuk kehidupan Daehyun. "A-aku mohon bertahanlah, a-aku mohon.."
Daehyun tersenyum tipis sekali, ia menggeleng sangat pelan. Tangannya yang sudah lemas dan bergetar mencoba meraih wajah itu, wajah yang mungkin tak akan ia bisa lihat besok atauย kapan pun.
Jeongguk meraih tangan itu dan membawanya untuk menyentuh pipinya. "T-tanganmu d-dingin sekali, a-aku mohon bertahanlah lah untukku," Isak Jeongguk yang tak bisa membendung rasa sakit dan pedihnya.
Namun di detik itu juga sebuah pelatuk berhasil di lepaskan dan kini Yakamuza tersenyum lebar saat pelatuknya tepat sasaran.
Tubuh Jeongguk limbung juga saat ia menerima peluru menembus dadanya juga, kini keduanya sudah tersungkur jatuh ke lantai dengan salah satu tangan Jeongguk menjadi bantalan kepala Daehyun.
Gadis itu sudah tak bisa mengeluarkan kata-kata lagi, hanya air mata sebagai jeritan hatinya melihat Jeongguk yang sama-sama terluka, bahkan kini pria itu pun hanya bisa menatap kedua mata monolid itu dengan air mata yang sudah membanjiri keduanya.
Tetapi bagi keduanya tatapan itu bagaikan pesan yang penuh arti.
"Di kehidupanku selanjutnya, aku ingin terlahir kembali dan bertemu dengan dia."
Sedangkan Daehyun membatin dalam hati, "Jika hari ini kami tidak bisa bersama? Apakah akan ada hari lain untuk kita bersama, Tuhan?"
Jika mereka tak bisa bisa membangun istana kecilnya di sini. Maka biarkan mereka membangunnya di atas sana, dengan ribuan bintang malam yang akan menemani mereka.
Biarkan cinta mereka terkenang selalu layaknya bumi dan langit yang selalu bersamaan dan berdampingan. Dengan terpejam nya kedua mata mereka bukan berarti sebuah ke tragisan. Mereka hanya tengah membangun kehidupan baru di tempat yang berbeda dengan kita.
Iya, di atas sana. Lebih kekal dan abadi.
โข TAMATโข
ASTAGFIRULLAH ๐ญ
AKU NULIS ONESHOOT INI CUMAN SEHARI.
Maaf banget kalau enggak nge feel. ๐ญ Sorry juga kalau Nemu typo ๐
Boleh lah kesannya baca Oneshoot gaje Rara ini :)
Thank you dulu karena kak _AksaraJingga_ aku bisa nulis ini dengan kecepatan kilat akibat racunnya.
Senyum favorit Gyu Jeongguk :)
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: Truyen247.Pro