05 : Malam Bulan Sabit
Li Lian Hua berjalan sendirian meninggalkan pondok itu, melintasi dataran kosong keabuan. Langit di atas sana hitam dengan bulan sabit bersinar kusam dan menyendiri. Sang pemuda berjubah putih terus bergerak dalam kegelapan hingga memasuki hutan yang berbatasan dengan anak sungai.
Bagaikan sebuah ilusi, dia melihat seseorang duduk di atas sebuah batu besar di kejauhan. Mendongak memandang bulan. Tiupan angin melahirkan melodi sedih di tengah sunyi yang mencekam.
Dia berhenti sejenak, lalu menyelinap di antara barisan pepohonan. Keheningan hutan menjadikan langkahnya cukup hati-hati dan perlahan agar dia tidak ketahuan.
Li Lian Hua yakin bahwa sosok itu adalah pemuda yang dia lihat di atas kuda beberapa waktu sebelumnya.
Jubah hitamnya seolah menyatu dalam gelapnya malam. Mata gelapnya ibarat permukaan danau di malam hari yang gemerlapan memantulkan sedikit cahaya pucat di bawah sinar bulan.
Li Lian Hua bersandar pada batang pohon untuk beberapa saat dan sekali lagi mengagumi pemuda rupawan yang terlihat kesepian.
Sebagai seorang pendekar yang lama melanglang buana, Li Lian Hua memiliki perangai yang tenang namun waspada. Jadi, dalam situasi ini, meskipun cukup penasaran, dia tidak melakukan apa pun, tidak juga bermaksud mengganggu kesendirian seseorang. Memandang dari jauh, lebih aman sekaligus menjaga wibawanya sebagai pendekar yang berbudi.
Pemuda berjubah hitam yang tak lain adalah Di Feisheng menatap ke langit, sesaat dia memiringkan kepala lantas tersenyum tipis dan sinis.
"Sudah waktunya keluar, kau terlalu lama memandangiku," dia berkata tanpa mengalihkan pandangan dari bulan.
Li Lian Hua merasa hatinya bergetar. Dia menggerakkan kaki, tanpa sengaja menginjak ranting.
Sialan! Aku tertangkap basah!
"Kau gemetar karena takut atau gugup?" Di Feisheng berkata lagi.
Li Lian Hua muncul dari balik bayang-bayang pepohonan, dan menjawab dalam nada paling dingin.
"Aku sudah menghabiskan banyak malam menghadapi bahaya. Jadi mengapa aku harus gemetar karena seorang pemuda asing sepertimu?"
Di Feisheng tertawa pelan, dengan gerakan anggun, dia menoleh ke arah Li Lian Hua, sekilas matanya nampak terkejut.
"Kau rupanya ... "
"Ya. Aku. Kenapa? Kau takut?"
"Aku khawatir kau membuatku terkejut dengan melompat ke dasar jurang sekali lagi."
Di bawah cahaya malam, wajah Li Lian Hua berubah hijau. Dia teringat insiden menjengkelkan di lereng, di mana ia tak bisa menghindari serangan tenaga dalam serupa gelombang angin yang sangat kuat, dan juga ia cukup sial hingga terbawa tarikan si perampok sekarat hingga terjun bebas ke dasar jurang berkabut.
Dia teringat cerita Wang Yan waktu di dalam pondok dan ia sudah menduga siapa yang saat ini ada di hadapannya. Namun tak urung Li Lian Hua ingin memastikan sendiri.
"Siapa kau?" Ia mendengar suaranya sedikit bergetar. Entah mengapa.
Pemuda berjubah hitam melemparkan lirikan dan senyum tipis berbahaya padanya dan menjawab dengan suara tegas yang bergema. Menyentuh relung hati yang paling rapuh, meretakkan kebekuan emosi Li Lian Hua.
"Kau pasti sudah tahu siapa aku. Tetapi nampaknya kau sangat tertarik dengan identitasku. Baiklah, kau petarung beruntung yang bisa bertemu dan bicara denganku. Sebenarnya tak ada gunanya menyebutkan namaku padamu. Namun jika kau sangat penasaran sampai tidak bisa tidur dengan tenang, baiklah, akan kukatakan. Aku Di Feisheng."
Li Lian Hua tercengang oleh cara pemuda itu mengoceh dan membanggakan diri. Namun yang lebih membuatnya tersentak adalah fakta bahwa sosok ketua bandit berbahaya ini masih hidup.
"Tidak mungkin!" Suara Li Lian Hua tercekat, seketika wajahnya pun memucat.
"Apanya yang tidak mungkin?"
"Di Feisheng sudah mati! Dia tewas dalam peristiwa pembantaian geng Jingyuan sepuluh tahun lalu."
Jemari Li Lian Hua terkepal. Ada rasa waswas dan tak percaya melihat kenyataan di depan mata saat ini. Dulu, dia hanya mengenal nama Di Feisheng sebagai ketua bandit kejam dengan sepak terjangnya. Namun ia tak pernah bertatap muka atau bertarung satu lawan satu. Dengan kekuasaannya dan kemampuannya membuat rencana, Li Lian Hua berhasil meyakinkan jenderal kerajaan untuk membumihanguskan geng Jinyuan. Dia sama sekali tidak menduga, sosok yang digambarkan keji dan berbahaya, di matanya saat ini ia seperti ... seperti laki-laki penggoda yang rupawan.
"Jika benar ucapanmu, lalu mengapa kita sekarang bisa bertemu?" tanya Di Feisheng enteng.
Li Lian Hua tertegun untuk waktu yang lama hingga membuat Di Feisheng merasa geli sekaligus kasihan.
"Bagaimana ... bagaimana mungkin kau masih bisa bertahan hidup? Nyaris tak ada yang tersisa dari geng Jinyuan saat itu."
"Apa pun bisa terjadi, Lian Hua. Sebagai pendekar hebat di Jianghu, seharusnya kau tahu itu."
Sepasang mata Li Lian Hua melebar.
"Bagaimana kau bisa mengenalku?"
Pertanyaannya disambut gumam tawa sinis Di Feisheng.
"Tidak ada yang tidak mendengar namamu yang terkenal. Kau tidak usah takut begitu. Duduklah bersamaku." Meski datar, kalimat yang diucapkan Di Feisheng menyiratkan ketegasan.
"Takut?" Li Lian Hua mendengus.
"Kau ketua bandit. Sebaliknya, apa kau tidak takut aku akan membunuhmu?"
Li Lian Hua melangkah maju dan menempatkan diri selangkah di depan Di Feisheng. Dua sosok dalam warna bertolak belakang. Jubah hitam dan jubah putih. Yang satu anggun, satunya lagi misterius. Saat berhadapan keduanya terlihat sangat serasi, seakan tercipta untuk melengkapi satu sama lain.
"Aku takut. Tentu saja. Sepertinya kau ganas seperti setan." Di Feisheng tertawa lagi, menciptakan desir aneh di dada Li Lian Hua. Seringai tipis terpatri sekilas di wajah tampannya. Dia mendengus pelan tapi tidak berkomentar.
"Tapi aku tidak perlu terkejut. Lagi pula waktu malam malam begini, tidak aneh jika melihat setan. Benar, kan?" Kali ini Di Feisheng bermaksud menggoda Li Lian Hua yang masih menekuk wajah.
"Omong kosong ... " desis Li Lian Hua.
"Dengar, Lian Hua. Berani sekali kau melintas di jalur ini setelah sepuluh tahun," Di Feisheng kembali berkata-kata.
"Tidak ada alasan bagiku untuk takut. Lagi pula kau sudah tidak memiliki kekuatan apa pun. Kau sendirian sekarang."
"Aku tidak pernah sendirian. Kau pasti mendengar rumor bahwa ketua kawanan bandit di masa lalu terkenal karena kejam dan juga sangat tampan sehingga banyak orang yang mengejar hanya untuk membunuh atau sekedar menyatakan cinta."
Li Lian Hua menelan liur. Dia sedikit bingung menghadapi ketua dengan karakter tidak jelas ini. Sesaat ia tak mampu bersuara.
Di Feisheng tertawa lagi. Melihat ekspresi bingung di wajah tampan Li Lian Hua, diam-diam ia merasa lucu dan juga kagum.
"Kupikir kau juga cukup berani untuk mengintaiku di malam hari. Karena kau sudah lama memandangiku, bolehkah aku tahu mengapa kau datang kemari?"
Mendengar sindiran halus itu, Li Lian Hua makin tersudut, merasa ingin sembunyi ke dalam gelapnya malam.
"Bukan urusanmu," dia berkata perlahan.
Di Feisheng hanya mengangkat bahu sambil mencibir tipis.
"Baiklah. Terserah. Kau sudah di sini, bukan?"
Suara jangkrik dan serangga malam lainnya bersahutan dari balik rimbun pepohonan. Mengatasi detik detik kebisuan di antara mereka.
"Setelah peristiwa penyerangan sore tadi, apa kau bermaksud membunuhku juga?" tanya Di Feisheng.
"Tidak perlu. Lagi pula para petarung aliran putih dan pihak istana pasti akan memburu dan memberantas para bandit yang tersisa, kau seharusnya sudah tahu dan bersiap-siap untuk itu."
Di Feisheng tersenyum merendahkan. "Aku tidak takut. Sudah belasan tahun berlalu, banyak petarung masih takut melintas di jalur ini. Mereka sungguh orang-orang yang lemah." Dia mendecakkan lidah.
Lemah? Li Lian Hua mendelik angker.
Yang benar saja.
Ketua bandit ini benar-benar memandang rendah dirinya dan semua pejuang kebenaran.
Sesaat Li Lian Hua berdiri kaku, tenggelam dalam pikirannya. Nyaris tak bisa memahami seringai di wajah Di Feisheng.
"Aku tidak ingin membicarakan ini denganmu dan juga tidak bermaksud terlibat dengan ketua bandit terlalu dalam."
Di Feisheng mendesah kecewa,"Sayang sekali, kupikir kau mencariku karena mengikuti gema suaraku atau bisa saja kau menyukaiku. Sepertinya aku akan kecewa. Namun aku cukup tersanjung kau sengaja datang menunjukkan wajahmu hanya untuk mengejekku."
Li Lian Hua membuang wajah sekilas, menghindari lebih banyak tatapan pria yang mempesona.
"Aku tidak sengaja mencarimu."
"Benarkah?" Di Feisheng mencondongkan bahu, tangannya terangkat menyentuh wajah sang pemuda berjubah putih.
"Jika bukan sengaja menunjukkan wajahmu padaku. Ini termasuk apa? Mengintip diam-diam dari balik kegelapan."
Li Lian Hua lagi-lagi terpaku. Dengan cepat menarik mundur wajahnya. Tatapan mata dalam dari ketua bandit sangat teduh mengatasi keteduhan rembulan. Untuk sesaat dia tidak bisa berkata-kata.
"Apa kau menyukaiku?" bisik Di Feisheng.
" .... "
Pipi pucat Li Lian Hua menunjukkan rona merah yang tidak normal seperti bara api yang nyaris padam. Berselang seling antara gelap dan terang. Dibungkus topeng angker yang biasa ditunjukkan di depan semua orang, Li Lian Hua mengabaikan kalimat berbahaya itu dan membuang muka.
"Aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini. Sepertinya aku harus pergi!"
"Kau galak sekali," Di Feisheng mengernyitkan kening.
"Aku bisa lebih kejam kapan pun dan terhadap siapa pun. Kuakui malam ini terlalu tenang, dan damai. Jadi aku tidak ingin bertengkar denganmu."
Li Lian Hua beranjak dari tempatnya.
"Aku pergi."
Gerakan memutar tubuhnya tidak cepat atau lambat, mengisyaratkan ia ragu-ragu untuk melangkah.
"Tunggu! Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa kau menyukaiku?" Di Feisheng menahannya dengan kalimat bernada penasaran.
Li Lian Hua menahan nafas dan menjawab, "Aku tidak ingin menjawab apa pun. Kau sudah tahu bahwa aku seorang pendekar yang lurus dari aliran putih, dan kau tak lebih dari ketua geng Jinyuan. Pertanyaanmu terdengar seperti lelucon murahan."
Di Feisheng mendengkus tapi tak urung ia bertanya lagi, "Lalu, apakah kita akan bertemu lagi?"
Li Lian Hua bersikap seolah tidak mendengar apa pun. Dia baru akan berjalan menuju kegelapan barisan pepohonan saat suara berat Di Feisheng melayang lagi ke telinganya.
"Lian Hua, kau terlihat lebih tampan dari sepuluh tahun lalu."
Seketika langkah Li Lian Hua tertahan, sontak berbalik. Matanya berkobar. Suaranya sarat rasa terkejut saat melontarkan pertanyaan karena ia yakin tak pernah melihat wajah ini selama hidupnya
"Apakah dulu kita pernah bertemu?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro