Part 03 : Poison
Ketika tuan muda itu bangkit dari duduknya untuk menghampirinya, Lian Hua tak berniat menghindar lagi. Pura-pura mengabaikan tatapan menyelidik dari pemuda itu, Lian Hua mengangkat cawan arak yang berada di hadapannya dan mengajak bersulang.
"Ah, mari ... silakan minum arak yang telah tersedia," ujarnya sambil tersenyum tipis.
"Kau? Ha! Kau pria tak tahu terima kasih itu, kan? Kemarin aku melindungimu dan kau malah kabur."
Pemuda berbaju putih kini berdiri cemberut dengan satu tangan di pinggangnya. Walaupun begitu, jelas sekali auranya tidak berbahaya. Bahkan sesekali dia terlihat gugup dan mengedipkan mata dalam tempo cepat.
"Benarkah? Astaga, aku sungguh terburu-buru waktu itu. Kalau begitu aku akan menjamumu, nah ... duduklah, tuan muda," sahut Lian Hua santai.
"Eh, dari mana kau tahu kalau aku seorang tuan muda?" Si pemuda menarik kursi, duduk di depan Lian Hua dan menatap padanya dengan serius.
Lian Hua menarik napas panjang, kemudian setelah terbatuk sebentar dia berkata, "Sungguh tak bisa dipercaya. Bagaimana seseorang bisa sepolos dirimu. Kau berkeliaran di Jianghu dengan gaya, sementara giok di tubuhmu jelas menunjukkan identitas. Selain itu kau banyak bicara dan memerintah pelayan. Sikapmu jelas tidak bisa menyembunyikan siapa dirimu."
Pemuda itu menegakkan punggungnya, kemudian melirik curiga. "Jadi, apa kau akan membocorkan identitasku? Dengar, aku memang seorang tuan muda. Aku pergi diam-diam dari rumah dan ingin berkelana. Kau sudah lihat sendiri kemampuan bela diriku kemarin."
Lian Hua menatapnya dengan bingung, tapi kemudian merasa iba dan memutuskan menghibur pemuda yang baru saja memulai langkah pertama petualangannya.
"Hmmm, kau sungguh hebat. Seratus persen," jawabnya tegas, lantas melirik dengan pangkal alis bertaut, "Ngomong-ngomong, dari perguruan mana kau berasal?"
Pemuda itu tersenyum puas, memenuhi dirinya dengan rasa percaya diri, ia mulai memperkenalkan diri pada Lian Hua. "Aku Fang Duobing, dari Balai Tianji. Kau bisa memanggilku Xiaobao. Ssttt, tak ada yang tahu siapa aku dan aku pun setengah mati menghindari Ibu dan bibiku. Kau bisa tutup mulut, bukan? Nah, sekarang katakan siapa dirimu dan mengapa kau bisa dikepung begal seperti kemarin."
"Oohh begitu," desah Lian Hua, meneguk arak lagi dan mengatakan apa saja yang melintas di kepalanya,
"Aku seorang tabib keliling. Li Lian Hua. Kemarin sore aku terburu-buru menemui seseorang, tak menduga kawanan begal menghadang jalan. Benar-benar daerah berbahaya."
Dia menggelengkan kepala seakan-akan heran dengan kekejaman dunia.
"Hehee, dengan tanganku sendiri aku menumbangkan mereka. Meskipun sudah terlambat, setidaknya kau harus berterima kasih dengan benar."
Lian Hua mengangkat sebelah alisnya lantas bergumam sedikit enggan.
"Terima kasih atas bantuanmu, Tuan Muda Fang."
Xiaobao tertawa kecil, menuang arak wangi ke dalam cawan dan mengangkatnya, "Tidak perlu sungkan. Mari bersulang."
Menahan senyumnya, Lian Hua mengikuti gerakan Fang Duobing dan meneguk arak.
"Dengar, aku sempat curiga padamu," Fang Duobing berkata lagi, kali ini lebih serius. Mata besarnya menatap Lian Hua seakan-akan ia adalah musuh.
"Curiga apa?"
"Kukira kau utusan Balai Baichuan. Apa kau mendengar desas-desus tentang mayat termutilasi? Reputasi Balai Baichuan dipertanyakan setelah pembunuh itu belum tertangkap juga dan kasus kematian Ketua Di yang aneh masih mengendap dalam gelap."
Fang Duobing tertegun sejenak, lalu mengibaskan tangan.
"Ah, lupakan saja. Apa yang kubicarakan, kau belum tentu mengenal siapa itu Di Feisheng," Fang Duobing berkata disusul tarikan napas berat.
Lian Hua melayangkan tatapan bingung sekaligus geli. "Kau benar, apa yang aku tahu tentang Jianghu. Tapi mengapa kau khawatir dengan Balai Baichuan, kulihat tampangmu tidak seperti detektif."
"Kau ... " Fang Duobing menggertakkan gigi, tapi menelan kembali omelannya.
"Dengar baik-baik, tidak lama lagi aku akan menjadi detektif resmi Balai Baichuan. Aku sudah meyakinkan Nona Shi Shui, dia memberiku kesempatan asal aku bisa memecahkan satu kasus besar." Dia mengisi cawan araknya lagi menghabiskannya dalam sekali teguk.
"Bocah cilik bertekad jadi detektif, dunia sudah kacau," Lian Hua bergumam tidak jelas.
"Apa katamu?"
Yang ditanya terperanjat, dengan cepat ia mengelak. "Tidak. Aku tidak mengatakan apa-apa."
"Bohong, kau jelas-jelas tidak percaya ucapanku." Fang Duobing bersikeras.
"Eh, tidak penting apakah aku percaya padamu atau tidak. Sebaiknya kau lebih hati-hati dan waspada. Memecahkan kasus tidak sesederhana makan dan minum arak."
"Kau benar. Aku tidak peduli penilaian orang. Yang pasti aku harus menguak kematian Di Feisheng. Ah, sebenarnya itu tidak diperlukan, bukan? Dunia persilatan akan lebih damai dengan berkurangnya satu pendekar jahat. Aku hanya ingin membuktikan diriku agar Ketua Balai bisa menerimaku sepenuhnya."
Lian Hua terdiam. Meskipun di permukaan wajahnya tampak tenang dan setuju dengan semua perkataan Fang Duobing, tetapi bayangan hitam telah menyelimuti hatinya. Ia merasa gugup dan gelisah. Entah kenapa.
"Lian Hua, apakah kau menginap di penginapan ini juga?" tanya Fang Duobing, melebarkan mata setiap kali ia bertanya hingga Lian Hua terheran-heran dibuatnya. Apakah ia harus terus menerus menatap dirinya dengan begitu jelas.
Sekali lagi Lian Hua terbatuk sebelum menjawab, "Kau lihat aku mengendarai kereta kuda kemarin sore. Aku tidur di keretaku."
"Hu-uh, sungguh miskin." Fang Duobing mendecakkan lidah, ditanggapi dengan gelengan kepala Lian Hua. Melihat pihak lain terlihat santai mendengar komentar tajamnya, Fang Duobing mengerutkan kening, menatap lebih teliti.
"Kau serius ingin menjadi detektif? Hentikan kebiasaan manjamu, kalau tidak, itu akan sangat merepotkan," saran Lian Hua, takjub akan kepolosan pemuda di depannya.
"Hei, kau ini."
Saat itu ada hiruk pikuk di depan penginapan, dan suara para pria yang berteriak-teriak. Sepertinya ada perkelahian atau keributan semacamnya. Fokus Lian Hua dan Fang Duobing teralihkan.
"Keributan semacam ini yang ingin kau lihat, bukan? Pergilah keluar dan jadi pahlawan," ujar Lian Hua tenang.
"Hmmm, mari kita lihat!"
Melompat selincah kijang, Fang Duobing bergegas menuju pintu. Begitu dia lenyap di pintu restoran, Lian Hua segera menyelinap pergi, menghindari perhatian Fang Duobing. Sebelumnya dia berpesan pada pelayan bahwa tuan muda itu yang akan membayar arak dan buah-buahan yang dimakannya. Setelah itu dia berjalan di tengah orang-orang, menuju kereta kudanya.
=====
Tidak seperti ucapannya pada tuan muda Fang Duobing, Lian Hua tidak sungguh berniat tidur di kereta. Dia memacu kudanya perlahan-lahan, di bawah sinar bulan, tanpa sadar menyusuri jalan kembali ke paviliun Angin di Musim Gugur. Dia tiba di sana menjelang matahari terbenam setelah sebelumnya mengitari sungai lagi. Pada senja hari, kegelapan dan kesunyian dengan cepat menyelimuti seluruh tempat itu hingga menimbulkan aura seram dan ngeri. Lian Hua merasa perlu kembali ke sana karena firasatnya mengatakan ia bisa menemukan sesuatu. Ketika dia masuk ke dalam, kegelapan menyambut. Dinyalakannya beberapa batang lilin yang nyala apinya bergetar dan berkedip-kedip. Pintu tertutup dan Lian Hua sendirian. Dia menatap tanaman anggrek hitam yang masih berada di tempatnya. Itu mengartikan bahwa tak ada siapa pun masuk setelah Lian Hua meninggalkan paviliun ini. Dia duduk menghadap meja, mengeluarkan botol berisi arak wangi yang dia beli di restoran penginapan Mian, bertanya-tanya bagaimana reaksi Fang Duobing mengetahui dia harus membayar tagihan. Memikirkan anak muda itu membuat Lian Hua merasa lucu hingga ia bisa tersenyum sesaat.
Dalam kesuraman cahaya yang berkedip-kedip, ia menuang arak pada gelas keramik yang tersedia, meneguknya seorang diri. Dia mengitari seluruh ruangan dengan pandangannya, merasa tengah diawasi. Mungkinkah ada seseorang di luar, berdiri di balik selubung kegelapan? Ataukah ada orang lain dalam ruangan.
Lian Hua bangkit dan berjalan menuju jendela. Desisan dingin berkumandang di balik sebuah pohon besar, rupanya seekor kelelawar kecil yang tersentak dan terbang dengan sayap lebar berlatarkan langit gelap dan bulan. Tidak ada siapa pun di luar, tapi kemudian sudut mata Lian Hua menangkap pergerakan bayangan hitam di sisi kanan halaman. Secepat kilat dia melesat keluar, mengejar ke halaman.
"Tunggu! Siapa kau?"
Sosok hitam itu berhenti dalam jarak sekitar lima tombak di depannya. Keduanya berdiri di jalan setapak yang gelap, dengan waspada Lian Hua memegang kepala pedangnya, siap jika sewaktu-waktu ada penyerangan.
Tapi alangkah terkejutnya dia ketika sosok hitam itu berbalik dan mendengus dingin.
"Kau? Apa yang kau lakukan di sini?" Lian Hua menatap terheran-heran. Pria itu adalah orang yang sama yang muncul secara tiba-tiba saat ia datang ke paviliun ini siang tadi.
"Seharusnya aku bertanya padamu mengapa kau kembali lagi kemari, Anak Muda?"
Lian Hua memalingkan wajah, menggaruk pelipisnya sejenak. Pikirannya bergerak mencari alasan tepat.
"Aku mengambil barang milikku yang tertinggal di dalam."
Pria itu terkekeh. "Alasan tolol mana bisa menipuku."
Alis Lian Hua terangkat, sama sekali tidak sungkan mendapati alasannya ditertawakan. "Apa yang ingin kau dengar?"
"Tidak ada, aku tak peduli."
"Apa kau orang suruhan Yu Hongzu?"
Pria itu terkekeh lagi, "Sungguh lucu," sahutnya sinis.
Lian Hua ikut terkekeh."Baiklah, aku bicara jujur sekarang. Aku tidak akan menyerah mencari petunjuk. Pasti ada sesuatu dalam paviliun itu yang bisa menuntunku menemukan si pembunuh."
Hembusan angin berdesir di belakangnya, mengalihkan fokus Lian Hua. Seketika ia menyadari sesuatu.
Sialan, ini pengalihan ... batinnya.
Dia melompat ke sisi seberang halaman dan melihat pucuk dedaunan bergetar kuat seakan baru saja disapu gelombang. Tak ada bayangan apa pun yang dia lihat, dan ketika ia menoleh kembali ke arah di mana pria itu berdiri, dia pun sudah menghilang.
Apa sebenarnya yang terjadi di sini?
Lian Hua tertegun sejenak di tengah halaman gelap, kemudian memutuskan kembali ke dalam paviliun. Tidak ada yang berniat mencelakainya. Jadi ia tak perlu khawatir. Dia hanya yakin ada orang-orang yang mengawasinya dari kegelapan, hanya saja dia tidak tahu apakah mereka kawan atau lawan. Pada saatnya nanti, ia yakin mereka akan menampakkan diri.
Ruangan paviliun ini menjadi pekat dengan misteri. Sementara daun dan batang anggrek hitam bergoyang lembut, tatapan Lian Hua menyapu seluruh ruangan untuk memeriksa apakah ada benda aneh lagi, tapi ia tidak menemukan apa-apa. Dia memutuskan untuk duduk dan meminum arak lagi, dan jika memungkinkan, ia akan bermalam di sini.
Malam merangkak kian larut dan gelap. Serangga berderik, angin menabrak jendela. Api lilin meliuk dan bergetar, menciptakan bayang-bayang kasar. Lian Hua berbaring, duduk, dan berbaring lagi. Tiba-tiba merasa tegang dan gelisah. Dia duduk di kursi, meneguk arak lagi dan memandangi bunga anggrek hitam di meja.
Semakin dia menatap tajam, semakin anggrek hitam itu mengejeknya. Lian Hua tiba-tiba disergap ribuan bayangan yang samar, sebagian hitam dan juga putih. Dia ingin menyingkirkannya karena itu membuat kepalanya berdenyut sakit. Tetapi dorongan lain yang lebih kuat memaksanya untuk masuk ke dalam jaring-jaring cahaya seperti mimpi.
Perlahan, tubuhnya dirayapi hawa panas dan dingin saling bertabrakan, dan ia menjadi mual. Ada sesuatu bergolak di perutnya, merayap ke dada, menggumpal di sana seakan ada batu yang menekan. Lian Hua meraba dadanya, menekan tepat di jantung. Tetapi lebih buruk dari itu, pandangannya berputar, dunia terlihat jungkir balik disertai rasa sakit hebat mencengkram kepala. Rasanya seperti ada sebilah pedang membelah tengkoraknya dan mengacak-acak otaknya. Sesekali ia merasa ratusan kelabang berlarian di dalamnya. Rasanya sungguh menyiksa.
Ini aneh, demikian ia membatin. Dia tahu bahwa gejala semacam ini sering terjadi padanya. Beberapa tahun lalu, dia menjalani pengobatan di kuil Pudu. Kepala biksu adalah kenalan baiknya kala itu, dan juga masih berada di kawasan yang sama dengan Balai Baichuan. Sejak saat itu dia mempelajari banyak teknik pengobatan, juga membuat ramuan obat dan racun. Lian Hua sudah lupa bagaimana kejelasan peristiwa kala itu. Dia hanya ingat bahwa kepala biksu memperingatkannya untuk tetap meminum sejenis obat ramuan untuk memperlambat efek berbahaya racun yang menyerang tubuhnya. Awalnya efek keracunan akan kambuh setiap tujuh hari, tapi seiring berjalannya pengobatan dan dibantu oleh tenaga dalamnya yang kuat, ia bisa memaksa separuh racun keluar dari dalam tubuhnya. Akan tetapi dia tidak sembuh dengan sempurna, bahkan kepala biksu mengatakan bahwa ia kesulitan mencari penawar racunnya.
"Racun yang merasukimu adalah racun Wuxin. Itu menyerang saraf dan juga meridien. Cara kerjanya lambat tapi mematikan jika dibiarkan."
"Racun Wuxin?"
"Itu teknik gelap dari Nanyin. Sudah lama sekali tak ada yang menggunakannya. Dalam waktu beberapa bulan, seseorang akan kehilangan akal dan menjadi gila. Jika meridiennya meledak, ia akan kehilangan tenaga dalam. Kau memiliki kemampuan yang hebat, racun ini seharusnya bisa diatasi. Aku akan mencari ramuan untuk memperlambat efeknya. Mungkin akan kambuh sesekali, tapi dengan daya tahan tubuhmu, itu bukan masalah besar. Namun aku cukup terkejut, bagaimana kau bisa kena racun ini?"
Bagaimana? Entahlah. Lian Hua memejamkan mata dan menggoyangkan kepalanya.
Beberapa waktu lalu, ia masih merasakan sakit yang hebat tiba-tiba mencengkram kepalanya. Tepat saat ia bertarung dengan para begal. Tapi itu bukan masalah, ia akan meminum ramuan obatnya dan semua akan mereda. Kali ini serangan rasa sakitnya di luar dugaan. Lian Hua mencengkram pelipisnya, lantas tubuhnya oleng hingga ia harus berpegang pada tepi meja. Gumpalan itu meledak di dada, naik ke tenggorokan dan menyembur keluar dalam rupa gumpalan merah.
Kepalanya terjatuh ke permukaan meja hingga cawan arak bergetar nyaris terbalik. Sebelum pandangannya mengabur dan gelap, matanya membentur sesuatu. Ada dupa pembakaran kecil dekat jendela, sepintas lalu tak ada uap mengepul naik di atasnya. Namun, saat angin semilir berhembus, ia melihat uap yang sangat tipis meliuk dan masuk ke dalam ruangan. Dengan cepat ia menotok aliran darahnya sendiri untuk menahan hawa beracun kian menyebar. Dia tidak yakin, tapi tak ada kemungkinan lain. Seseorang berusaha meracuninya dengan uap dupa yang nyaris transparan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro