Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Last Day

.
.
.

Treasure In My Life
By : MonMonicaF

.
.
.
Happy Reading 🌟

Kehitaman pekat membentang luas di cakrawala bahkan gumpalan kapas putih kini berubah menjadi keabuan. Sang bulan yang seharusnya terlihat kini telah tertutupi oleh gumpalan awan. Bahkan bintang-bintang tidak terlihat malam ini. Kegelapan malam ini ditemani oleh rintikan hujan yang cukup deras. Bau dari tanah mulai menguar akibat hujan, dinginnya semilir angin menusuk permukaan kulit.

Lelaki bersurai merah yang tidak lain adalah seorang Nanase Riku sedang duduk di atas sofa dengan memeluk kedua lututnya sendiri. Ia menggigit ujung bibir bawahnya. 'Tidak boleh seperti ini...' ujarnya dalam diam.

Kepalanya kini disandarkan pada kedua lututnya membuat wajahnya menjadi tertutupi. 'Aku harus mengatakannya... Tapi-'

"Ini menyesakkan," gumamnya yang tanpa sadar mulai menitikkan air dari pucuk matanya.

Setetes demi setetes air perlahan bergantian keluar dari kedua matanya yang terpejam. 'Aku tidak boleh seperti ini... Jangan egois Nanase Riku'

Kini tubuhnya gemetar, dia berusaha untuk menahan isaknya. 'Jangan menundanya. Ini keputusanku sendiri kan. Tapi..'

"Ditinggalkan maupun meninggalkan rasanya sama-sama menyakitkan," katanya dengan suara yang bergetar.

"Semua akan tetap terulang jika aku tidak segera mengakhiri ini" Riku-

Hujan kali ini seperti menemaninya untuk menangis. Ditinggalkan memang begitu menyakitkan tetapi meninggalkan sendiri juga terasa sangat menyakitkan.

Sebuah langkah kaki mulai mendekat tanpa disadari. Sang kakak menghampiri adiknya yang sedang termenung dalam isaknya. Sedikit membungkuk, Tenn menyelimuti tubuh adiknya dengan selimut, sebagai penghangat agar hawa dingin tidak mengusiknya.

Menyadari sesuatu yang menyelimuti tubuhnya, Riku dengan refleks mengangkat kepalanya yang bersandar di lututnya sendiri. Iris crimsonnya menangkap sosok kemmbarannya yang sedikit menekuk lutut agar bisa menyamakan tinggi dengan Riku yang duduk di sofa.

Bulir-bulir air mata terus berjatuhan begitu saja sehingga membasahi kedua pipinya. "Tenn-nii..."

Menghela nafas kecil, tatapan matanya melembut disertai dengan senyum berkesan tulus yang terukir di wajah cantiknya. Dia memegang satu tangan adiknya dan menggenggam telapak tangan yang terasa dingin itu. "Semua akan baik-baik saja. Aku janji"

Kedua tangan Tenn kini beralih menuju ke pipi sang adik, memangkuk wajah Riku dengan kedua telapak tangannya sembari mengusap bekas air mata yang membasahi pipi adiknya. "Jangan khawatir karena aku akan baik-baik saja. Lakukan apa yang menurutmu benar dan jangan ragu"

"Sejauh apapun jarak memisahkan kita. Sekejam takdir yang merenggutmu dariku. Meskipun Riku tidak lagi ada di dekatku seperti saat ini-" kalimatnya terputus untuk beberapa saat, raut wajahnya kini nampak menyendu. "Tapi kau pasti ada di dalam hatiku kan? Kau memang tidak lagi ada di sini namun kau tidak pernah meninggalkanku"

"Aku akan menganggapnya seperti itu," ujarnya dengan senyuman namun berkesan sendu.

Pandangan matanya yang menatap sang adik terlihat begitu lembut. "Kita terhubung melalui ikatan spesial sebagai saudara kembar"

Manik crimsom yang indah itu terlihat berkaca-kaca, air mata yang telah dibendungnya kini ditumpahkan semua bersamaan dengan luapan rasa sakit untuk meninggalkan.

Merapatkan bibirnya sesaat dengan satu tangannya yang telah berada di atas punggung tangan kakaknya serta bulir-bulir air mata yang kini membuat tangan sang kakak yang menempel di pipinya menjadi basah, Riku menatap langsung pada kedua iris amaranth pink milik Tenn.

"Te-Tenn-nii... bolehkah... aku... pergi..." ujarnya berusaha menahan bibirnya yang gemetar saat mencoba mengatakannya.

"...."

Jawaban belum diberikan olehnya namun ia memberikan sebuah kecupan pada dahi sang adik, barulah ia membalas, "Iya. Riku boleh pergi kapanpun"

"A-Ari..gatou... Arigatou... Arigatou Tenn-nii..." balasnya terisak.

Sang adik sekarang sedang memeluknya dengan erat. Isaknya semakin menjadi-jadi, semakin banyak pula air mata yang dikeluarkannya. Namun Tenn hanya diam, dia mengelus kepala adiknya dengan lembut. Membiarkan Riku menumpahkan segala rasa sakitnya.

"Hei Riku... Apakah aku masih memiliki waktu lebih lama?" tanya Tenn.

"Uhm.. Aku akan berada di dunia untuk terakhir kalinya hingga hujan ini berakhir," jawabnya masih enggan untuk melepaskan pelukannya.

"Yokatta, itu cukup," balasnya lantas mengecup sekali lagi pucuk kepala adiknya.

"Ayo kita habiskan waktu yang tersisa Riku"

.
.

"Waktu itu Tenn-nii menatapku dengan dingin, membuatku sangat syok. Tenn-nii menghindariku dan selalu berkata yang jahat-jahat!" celoteh Riku semenjak tadi, mungkin sudah hampir 30 menit dia berceloteh seperti itu. Sementara yang menjadi bahan pembicaraan hanya berwajah datar ketika mendengarnya selama hampir 30 menit.

"Lalu waktu Tamaki bertemu dengan Aya-chan. Waktu itu Tamaki berniat membawa pulang adiknya bahkan hampir bersikap kasar tapi Tenn-nii menghalangi Tamaki dan bilang jika Aya-chan adalah adik Tenn-nii. Terus Tamaki bilang jika adik Tenn-nii adalah aku dan Aya-chan adalah adiknya tapi Tenn-nii malah menyela dan bilang 'Itu dulu kan? Sekarang dia adikku' begitu. Huhmp!" ujarnya panjang lebar menceritakan secara singkat peristiwa itu. Ia mempoutkan bibir ketika mengingatnya.

"Aya-chan memanggil 'Tenn onii-san'. Aku tidak suka dengan itu!" lanjutnya.

"Intinya Riku cemburu kan. Hanya itu saja tidak perlu membahasnya panjang lebar," balas sang kakak.

"Tapi aku- Hmhp-?!" kalimatnya terputus secara terpaksa ketika Tenn yang merasa kesal sedari tadi memasukkan potongan roti ke dalam mulut Riku untuk membungkamnya. "Daripada mengomel, lebih baik makan roti saja," ucap Tenn.

*uhuk uhuk

Riku menjadi terbatuk-batuk akibat ia tersedak roti yang tanpa permisi memasuki tenggorokannya. Dia menepuk-nepuk dadanya sendiri. "Ukh- uhuk-"

Sementara si pelaku kini menjadi kelabakan karena ulahnya sendiri. Dirinya mengusap pungung adiknya naik turun. "Ri-Riku?! A-ahh... sakit ya? Rasanya sesak? Aduh... maaf"

"..." Tidak memberikan respon apapun, Riku hanya terdiam begitu ia tak lagi terbatuk-batuk.

"Riku? Akan kuambilkan air-" Tenn berniat berdiri untuk mengambilkan sang adik segelas air. Namun niatnya terhenti ketika tangannya dipegang kuat oleh Riku, tidak mengizinkannya untuk pergi ke mana-mana.

"Kalau aku cemburu memangnya kenapa? Jujur saja aku merasa sakit hati waktu itu karena ucapan Tenn-nii memiliki arti jika aku hanya sebatas adik di masa lalu dan sekarang sudah bukan lagi. Tenn-nii mengatakan itu dengan mudahnya, seakan aku tidak penting lagi," ujarnya dengan nada bergetar. Manik crimsonnya yang memandang Tenn nampak berkaca-kaca kembali. Begitu ia membayangkan bagaimana perasaannya yang hancur di hari itu, emosinya menjadi meningkat.

"Itu... Aku tidak menyangkal karena memang benar seperti itulah arti ucapanku di hari itu," balas Tenn.

"Tenn-nii... Hidoi!! Hidoi yo Tenn-nii!" tangisnya pecah. Apa yang dia harapkan, memang seperti itulah sifat kakaknya. Lebih baik jujur daripada berbohong kan. Yah... meskipun itu terdengar menyakitkan.

"Tapi..." Tangannya ditaruh menuju belakang kepala adiknya sebagai penahan lantas ia menempelkan dahinya pada dahi sang adik. "Sudah kuduga waktu itu aku pasti sangat menyakitimu"

"Maaf ya," ujarnya pelan.

"Hiks.. Huweeee Tenn-nii janji tidak berkata seperti itu lagi kan?" tangisnya berderai air mata.

Si surai baby pink itu mengusap pucuk kepala adiknya. "Aku tidak akan mengatakannya lagi. Berhentilah menangis, sebelumnya asma mu hampir saja kambuh kan"

"Hiks... Tenn-nii..."

"Aku menarik perkataanku tentang Riku yang sudah besar," ucap Tenn memangkuk wajah adiknya membuat sorot mata Riku tertuju pada matanya. "Haha.. Ternyata Riku ku ini masih kecil dan suka menangis," lanjutnya tertawa kecil sembari mengusap pipi adiknya.

"Riku kan memang adik kecil Tenn-nii!" balasnya tanpa izin langsung melingkarkan tangan di tubuh sang kakak dan memeluknya kembali.

"Riku.. biarkan aku melihat wajahmu lebih lama. Dasar!" gerutunya namun tidak melarang apapun yang dilakukan oleh adiknya.

"Tapi aku maunya memeluk Tenn-nii lebih lama karena aku pasti akan merindukan pelukan Tenn-nii!" balasnya tak mau mengalah.

Menghela nafas panjang ia pun menyerah dan memilih untuk mengalah. "Baik-baik. Terserah Riku saja"

"Ehehe~" terkekeh kecil Riku melepaskan pelukannya, memperlihatkan raut wajah senangnya yang sedang tersenyum lebar.

Tanpa sadar senyum kecil ikut tercipta di wajahnya. Dia memandang Riku dengan tatapan lembut dan tangannya lagi-lagi tertuju pada pipi adiknya. "Ore no otōto wa totemo kawaī desu"

( translate : adikku memang benar-benar imut )

"Eh? Eeehhhhhh?!!!!" ia terbengong di tempat ketika mendengar kalimat yang mungkin sangat langkah diucapkan oleh orang seperti Tenn. Tapi dia yakin mendengarnya barusan.

"Jangan menatapku seperti itu!" sahut Tenn berusaha menyembunyikan semburat merah yang terlukiskan di pipinya. Orang tsundere sepertinya pasti tidak akan mengucapkannya secara langsung.

"Riku sayang banget sama Tenn-nii!" serunya merasa sangat senang. Senyum lebar itu masih terukir indah di wajahnya yang imut.

"Ya... aku juga," gumam Tenn.

Namun di tengah situasi membahagian ini, Tenn melirikkan manik amaranth pinknya pada pemandangan melalui jendela. Riku yang kebetulan juga sudah menyadarinya sekarang memasang senyum sendu. "Hujannya mulai reda ya"

"Waktu kita singkat sekali," ujar Tenn lantas menarik nafas dalam dan menghembuskannya keluar.

Kepalanya menjadi tertunduk ke bawah namun tangannya masih mengusap lembut pipi sang adik dengan jari jempolnya. "Sosok adikku..."

Suasana ceria kini berganti hening membiarkan keduanya terlalut dalam perasaan masing-masing. Riku menaruh tangannya di atas tangan Tenn yang menempel di wajahnya. Ia menggesekkan wajahnya pada telapak tangan sang kakak.

Sementara tangan Tenn yang masih bebas beralih untuk menggenggam tangan sang adik. "Akan selalu kuingat," ujarnya tersenyum lembut.

"Uhm. Arigatou Tenn-nii," balasnya.

-To be continued -

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro