❀𝟑❀
Sebelumnya...
"(Lastname)...?"
-
"Y-yo, Jiro..." ujar sang gadis dengan senyuman terpaksa.
Jiro yang melihat itu cukup kaget. Secara refleks ia memanggil sang gadis dengan nama depannya.
"(Name)? Apa yang kau lakukan? Kenapa—!?!"
Dengan sigap, (Name) menarik tangan Jiro menjauhi tempat itu. Ia mencari tempat yang agak sepi, tepatnya taman yang tak jauh dari toko itu. Gelapnya malam membuat jalanan tampak remang-remang di bawah cahaya lampu. Beruntunglah ketika sampai di taman, banyak sinar lampu sehingga tak terlalu gelap.
Kedua remaja itu duduk di salah satu bangku taman, yang di sebelah kirinya terdapat pohon mapel yang amat rindang.
"Jiro... tolong jangan katakan yang kau lihat hari ini ke yang lain." Wajahnya tertunduk menahan malu yang teramat sangat. Suaranya sedikit bergetar ketika mengucap satu kalimat tersebut.
"Tapi kan kam—"
"Itu semua bohong. Tolong jangan bocorkan informasi ini, sebagai gantinya... aku akan buatkan kue selama satu minggu."
Jiro menatap wajah itu dengan tatapan yang tidak bisa dimengerti. Sampai-sampai sang gadis pun kembali menegakkan kepalanya. Tatapan memohon penuh binar pun menusuk tulang sang anak tengah. Helaan nafas panjang dikeluarkan oleh pemuda itu.
"Oke," jawab sang pemuda dengan mantap.
"Terima kasih—"
"Tapi ada syaratnya."
Ucapan sang gadis terpotong begitu saja. Begitu mendengar kata 'tapi' keringat bercucuran di pelipis sang gadis. Gerak-gerik gelisah dan tatapan kaget, bingung, serta takut menjadi satu. Berharap kata yang ia dengar itu tidak membawa petaka untuknya.
"Syaratnya, kamu harus datang ke pertandinganku. Kalau aku menang, hal ini tidak akan diketahui siapa pun. Tapi kalau aku kalah... Mungkin klub memasak akan merekrutmu."
"B-baiklah..."
Jiro pun bangkit membenahi pakaian dan topinya, serta memasukkan kedua tangannya dalam saku jaket.
"Yosh, aku pulang dulu (Name), sampai jumpa besok. Jangan lupa janjimu!" Jiro melambaikan tangannya sekilas dan berjalan ke arah toko keluarganya.
"I-iya! Terima kasih!"
Suasana malam pun kembali pada semestinya, hening, sunyi dan damai. (Name) juga segera melangkahkan kaki pulang ke rumah. Baru beberapa keluar dari taman, ia menyadari satu hal.
"Tunggu. Tadi Jiro memanggilku apa? Nama depanku? Yang benar saja?!"
Sang gadis terdiam sejenak setelah memekik pelan. Hembusan angin menerpa wajahnya serta menerbangkan beberapa helai rambut (Hair color). Ia pun hanya bisa menghembuskan nafas pelan.
"How rude he's... Tapi aku juga manggil dia pakai nama depan sih. Hah sudahlah," monolog sang gadis dengan suara yang cukup kecil.
Tak seperti gadis lainnya yang bila dipanggil dengan nama depan, mereka akan salah tingkah dan menganggap ada hubungan spesial. Lain halnya dengan (Name) yang merasa Jiro tidak sopan, padahal dia juga memanggil Jiro dengan nama depannya. Sungguh, sepertinya ia tidak berkaca.
Pada akhirnya, seorang (Name) memilih untuk melangkah pulang. Sudah terlalu larut dari jam pulang yang biasa.
✤✤✤
Setelah malam panjang kemarin hari, akhirnya tiba juga waktu beraktivitas. Karena sang kakak sudah tahu dengan rahasia sang adik yang masih suka dengan makanan manis, kini dengan santainya seorang (Name) memanggang kue di hadapan sang kakak. Untunglah tidak ada jadwal piket hari itu, (Name) bisa bebas membuat kue yang ia janjikan pada sosok pemuda kemarin sore.
Hari ini kue yang akan dia berikan hanyalah sebuah kue kering sederhana dengan taburan chocochips. Karena ide menyogok Jiro itu tiba-tiba terlintas di kepalanya, jadi ia belum memikirkan jenis kue apa yang akan dibuat selama seminggu ke depan. Mungkin saat jam istirahat nanti, ia akan menuliskan enam macam jenis kue untuk enam hari keselanjutnya.
"(Name) tumben banget bikin kue pagi-pagi, dalam rangka apa?"
"Nyogok orang, nii-san."
Masato yang mencomot satu kue yang sudah matang seketika ternganga. Bisa-bisanya (Name) mengatakan 'nyogok' dengan wajah dan intonasi yang amat datar.
"Nyogok siapa!?"
"Kemarin aku beli cheesecake, ketahuan sama salah satu teman sekelas. Alhasil begini..."
Masato mengangguk pelan atas jawaban sang adik. Ia kembali pada kegiatan sebelumnya, menyiapkan sarapan. Sesi masak-memasak pagi itu cukup tenang bagi (Lastname) bersaudara.
✤✤✤
Sesampainya di kelas, tak ada seorang pun yang duduk di bangku. Sepi, kata yang menggambarkan suasana kelas (Name). Dengan terburu-buru ia meletakan kue yang dijanjikan pada Jiro di kolong meja dan tak lupa sticky note yang ia tempelkan pada wadah kue itu.
Habiskan ya! Jangan lupa janjimu, aku juga akan penuhi janjiku.
-Seseorang
Ia pun memilih berjalan ke perpustakaan agar tidak dicurigai. Tangannya menggenggam sebuah buku fisika dan catatan kecil. (Name) pun berinisiatif untuk berdiam selama satu jam, karena ia tahu bahwa sekitar pada pukul tujuh sudah mulai ada banyak orang yang datang. Di saat itulah dia akan kembali ke kelas.
Di lain tempat, seorang pemuda dengan manik berlainan warna memasuki ruang kelas. Saat itu kelas hanya ada sebuah tas dan juga sekotak kue di atas mejanya. Sosok itu berpikir sejenak, alasan kenapa bisa ada kue di atas mejanya. Tangan kanannya mengambil sebuah pesan yang berada di atasnya.
"Oh, janji ya?" gumamnya.
Senyuman tipis terlukis pada parasnya. Tangannya memindahkan kue itu dari hadapannya ke dalam tas. Guna menghindari kecurigaan temannya yang lain.
"Semoga kue-kuemu menjadi jimat kemenanganku, (Name)," ujar pemuda itu sambil memeluk secarik kertas tersebut.
Dan hal itu berlanjut selama satu minggu lamanya. (Name) yang datang lebih awal, dan Jiro yang mengikuti di belakangnya. Demi menjaga kerahasiaan di antara keduanya.
To be continued
08/10/2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro