Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prologue

Amis. Hujan gerimis berjatuhan membasahi gedung yang berada di salah satu kota. Atap berlobang dengan lantai keramik yang dipenuhi goresan-goresan sembarang membuat tetesan hujan merembes memasuki gedung.

Gedung bertingkat lima itu gelap. Tak ada satu pun cahaya yang memandikannya, kecuali cahaya bulan purnama yang membuat tetesan air seolah menjadi kunang cahaya yang bersinar.

Puluhan mayat terbaring dengan cairan merah pekat yang menyebar di seluruh tubuh mereka. Seragam militer yang mereka kenakan tak mencegah ke luarnya darah itu. Beberapa masih ada yang menggelinjang kesakitan, berusaha menarik kembali nyawa mereka yang sudah berada di ujung tanduk.

Door

Satu kali tembakan kembali terdengar. Tubuh itu sekarang berhenti bergerak. Kembali mengeluarkan cairan pekat yang kali ini lebih banyak dari pada sebelumnya.

"Dua puluh satu orang, ya?" lirih seorang pemuda dengan pakaian lusuh yang dikenakannya.

Tangannya memutar pistol-colt yang berada di sela-sela jarinya. Matanya memandang sekitar, awas. Mulutnya terkatup, berusaha menstabilkan nafas agar tak terlalu sesak. Tubuhnya yang basah dengan noda merah yang tersebar di beberapa bagian tubuhnya menandakan bahwa ia baru saja menyelesaikan sebuah pertempuran.

Kakinya melangkah beranjak pelan. Sesekali tubuh tinggi itu menginjak puluhan mayat yang terbaring di gedung itu. Dengan santai dia meninggalkan tubuh-tubuh itu beserta bau amis darah yang menyengat.

Mayat-mayat putih dengan mata sipit itu sudah berhasil ditangani. Pemuda itu sudah sering sekali berhadapan dengan orang-orang bermata sipit dan tubuh tinggi kekar itu. Kulit putih pucat mereka menandakan bahwa mereka bukanlah orang asli dari negeri ini.

"Muchlis!" Pemuda itu menoleh.

Seorang laki-laki seumuran sudah berdiri di bawah gedung dengan wajah yang terlihat cemas. Dia menatap temannya dengan tatapan takut sekaligus lega.

"Kau selesai?" tanyanya.

Pemuda itu menganggu. "Bagaimana dengan kau, Arif?" tanyanya datar.

Arif mengangkat kedua bahunya. "Ya, hanya saja musuhku hanya satu per empat darimu," jawabnya terkekeh.

Muchlis tersenyum simpul. Kemudian melangkah lebih dahulu meninggalkan temannya di belakang. Arif mengejar dengan beberapa teriakan kesal karena Muchlis meninggalkannya.

Arif berhasil mengejar karena Muchlis berhenti di tempat mereka meletakkan motor mereka. Keduanya saling berpandangan. Gurat wajah serius dan keras menandakan mereka sudah lama berkecimpung dalam dunia penuh darah ini.

"Clis, kapan terakhir kali negara ini aman?" Arif bertanya datar membuat Muchlis sedikit menoleh ke arahnya.

"Negara ini akan terus aman, jika kita menyadari penyusupan mereka saat empat tahun yang lalu," ujar Muchlis menatap Arif tersenyum.

Arif memejamkan matanya, menikmati setiap tetesan hujan yang menyentuh tubuhnya. "Kau tahu? Saat itu kita masih menginjak kelas satu SMA. Bahkan kau dan aku sama sekali belum paham dengan apa yang dialami negara ini," ucap Arif.

Muchlis tersenyum kemudian menengadahkan kepalanya ke atas langit. "Andai saja, masyarakat tahu lebih cepat rencana pemerintah itu," lirihnya singkat.

Arif mengangguk. "Kau dan aku, tak akan pernah menempuh jalan amis ini," lanjutnya.

Tangan Muchlis terkepal sesaat kemudian memukul bahu temannya pelan. "Mari kembali, atau sipit-sipit itu akan menemukan kita dan menembak mati kita di sini," katanya tertawa.

Arif ikut tertawa kemudian menaiki motor berkaratnya dan menancap gas tanpa memperdulikan Muchlis yang tertinggal.

"Kapan Panji-Panji itu akan menjemput kami?" bisik Muchlis pelan.

°°°

I just try to write again

And...

just that

bye

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro