
S E V E N [Repost]
PAGI ini aku harus puas sarapan hanya dengan bubur wortel yang tidak terlalu memiliki banyak perasa, ditemani empat bola air putih. Avgustin sangat menjaga asupan kalori yang akan masuk ke dalam tubuh kami, supaya berat badan kami terkendali. Karena itu aku menjadi terbiasa dengan makanan yang tak terlalu enak di lidah orang lain. Terutama Acres. Dia pernah mencoba diet makanan Avgustin, dan aku tidak bisa membela Avgustin saat Acres amat membenci resep dietnya.
Kami tidak pernah memasak. Dapur memang jarang dipakai bahkan beberapa rumah tidak memilikinya. Kami hanya perlu tabung transparan dengan ukuran sedang di meja, dilengkapi layar Holo yang penuh dengan berbagai macam pilihan menu.
Gerakkan jari telunjukmu untuk memilih salah satu menu yang terpampang di Holo. Maka, secepat kau menekan pilihan menu, secepat itu pula tabung akan terbuka dengan makanan yang kau inginkan.
Jika kalian bertanya-tanya darimanakah makanan-makanan itu datang. Jawabannya adalah Chrone. Selain sebagai pusat pemerintahan, Chrone juga menjadi pusat dari industri. Terutama bagian pertanian dan penyediaan bahan makanan. Oleh karena itulah Chrone sering dijuluki sebagai Golden Place atau surganya Pheasen. Chrone jugalah yang mengendalikan penggunaan Kolasi yang menancap di Permukaan. Mengambil air yang ternyata masih tersisa cukup banyak di kedalaman perut Bumi yang permukaannya sudah hancur.
Namun mengingat saat ini harga air yang semakin mahal dan betapa susahnya kami mendapatkan air bersih untuk keperluan lainnya membuatku semakin yakin bahwa isu tentang Kolasi yang rusak itu benar adanya.
Pemerintahan Chrone bukannya tidak peduli dengan hal itu, tetapi lebih seperti kehabisan ide untuk memperbaiki masalah yang terjadi. Memperbaiki Kolasi yang dekat sekali dengan Permukaan adalah hal yang berbahaya. Sangat berbahaya. Aku mengetahuinya dari Avgustin yang meminta saran atau ide-ide untuk mengganti Kolasi, jika mesin itu benar-benar rusak di kemudian hari.
Aku mengusulkan ideku tentang awan-awan yang mungkin bisa dijadikan sebagai tempat pembuatan air padanya tapi Avgustin tidak terlalu menyukai ideku dan mengatakan bahwa dengan radiasi yang begitu mematikan di luar sana, mencari awan yang bersih dari kontaminasi sama saja dengan mencari jarum di tumpukan jerami.
Setelah itu aku menyerah dan berhenti memberikan ide-ide tidak bergunaku untuk Avgustin. Berhubung, dia selalu punya pemikiran lain yang dikiranya lebih berguna daripada pemikiranku yang ceroboh.
Namun aku pikir ide tentang menciptakan mesin yang mampu menghasilkan awan tidak terlalu menyenangkan untuk kudengar. Takut-takut bukan air hujan bersih yang dihasilkan tapi air hujan beracun seperti yang terlihat di luar Glass Gate.
Awan-awan atau mesin. Semuanya tak ada yang bagus.
Selama itu, aku akan melihat sampai di mana Chrone akan mampu bertahan dengan adanya kerusakan Kolasi. Kalau dipikir-pikir lagi, Sector Wan kemungkinan besar mampu memenuhi keinginan Chrone untuk menciptakan mesin yang lebih canggih untuk menutupi kerusakan yang terjadi.
Akan tetapi jika mengingat betapa malasnya Sector Wan melayani Chrone semua hal itu pasti akan sulit untuk dilakukan. Bisa saja Sector Wan saat ini sudah menciptakan Kolasi baru diam-diam dan enggan berbagi dengan yang lainnya bahkan dengan Chrone.
Memikirkannya saja membuat bulu kudukku berdiri.
Cuaca makin hangat hari ini. Bahkan hampir tidak ada hujan salju. Tak ayal cuaca hari ini membuatku merasakan rasa senang yang berlebihan. Kupakai GravObuv paling bagus yang kumiliki. Tidak lupa jam tangan yang diberikan Acres.
Yang kunamai Jadrové.
Butuh waktu yang lama untuk menyadari bahwa benda cantik itu bukan hanya sekedar jam tangan biasa tetapi jika kau perhatikan dengan seksama. Pada permukaan jam terdapat satu berlian kecil yang tak terlalu kentara bila dilihat dari jauh namun jika melihatnya dari dekat kau akan menyadari keberadaannya.
Aku tanpa sengaja menekan berlian itu dan jantungku hampir copot karena gelang pemberian Acres itu berubah menjadi pisau bergerigi yang tajam. Besoknya kutanyakan tetang hal itu pada Acres. Sembari tertawa dia mengatakan padaku bahwa itu adalah penemuan terbarunya--yang membuat Sector Dva tertarik--belum punya nama tapi amat berguna untuk kepentingan Sector Dva. Acres punya tiga. Satu ada ditanganku dan dua lagi akan dibawa ke Sector Dva.
Jam tangan ini mampu berubah menjadi senjata apapun yang diinginkan oleh pemiliknya.
Aku takjub dan ketakutan disaat yang bersamaan. Aku bahkan sudah berniat untuk mengembalikannya, tetapi mengingat ekspresi yang diberikan Acres padaku ketika itu membuatku berjanji untuk tidak coba-coba berbuat demikian lagi. Acres mengatakan bahwa Sector Dva tidak mengetahui hal ini lagipula penemuannya belum dipatenkan atau mungkin penemuannya tidak akan disebarluaskan ke publik dan hanya digunakan untuk kepentingan Sector Dva.
Seharusnya dia berada di Chrone dengan penemuannya ini tetapi aku tahu seperti apa penilaian Acres pada Chrone.
Selain itu, aku jadi tidak enak menolak jam tangan ini karena benda itu adalah satu-satunya hal yang mampu Acres berikan padaku sebelum kepergiannya.
Sebagai gantinya kuberikan Acres kalung keberuntunganku. Kalung itu sudah kupakai sejak kecil dan kuanggap sebagai jimat keberuntungan. Aku berharap Avgustin tidak akan menyadari hilangnya kalung yang berdenyar seperti air itu dari leherku, sebab bisa-bisa dia mencabut sendiri benda itu dari leher Acres. Berikut dengan kepala Acres.
Pertukaran benda ini akan menjadi rahasia kami berdua.
•••
Jalanan di Solo III penuh sesak oleh warga yang berjalan menuju stasiun dekat Onwellstone, ingin segera menaiki StreaLiner menuju Sector Wan. Yang mana hal itu membuatku terkejut setengah mati maksudku kukira tak akan ada yang datang ke pertandingan final Radeon kali ini, mengingat tempatnya adalah Sector Wan. Sepertinya beberapa orang mulai terbuka pikirannya tentang perang dingin yang tak pernah padam. Kuharap demikian. Karena pemikiran tentang Sector Wan yang sudah memiliki alat penggali untuk dirinya sendiri kembali membuatku merinding.
Aku turun di atas undagan tangga rumah Acres. Tidak seperti kunjungan sebelumnya yang membuatku menghabiskan banyak waktu untuk berpikir sebelum Islee datang. Kali ini aku membiarkan Cincin Identitasku discan tanpa berpikir panjang, tak lama setelah terdengar bunyi bip sekali dan Holo segitiga emas berubah warna menjadi putih, pintu terbuka perlahan. Tersendat-sendat seperti koneksi ethernet yang kehabisan daya.
Pintu belum terbuka dengan sempurna ketika tiba-tiba Indra menyelinap, melompat untuk memelukku. Beruntung aku memiliki keseimbangan yang bagus sehingga kami berdua tak jatuh dengan kepala lebih dulu di akhir tangga.
Aku tertawa dan mengangkatnya ke gendonganku. Sepenuhnya mengabaikan Islee yang marah-marah, meneriakkan peringatan yang sudah sangat terlambat. Dia sudah siap dengan mantelnya tetapi rambutnya mencuat ke segala arah. GravObuv yang kuberikan padanya terlihat bagus di kaki jenjangnya, sehingga aku tak bisa menghentikan senyuman yang muncul tatkala melihatnya.
"Pagi, Islee."
"Pagi, Ellie. Apa kau tidak apa-apa? Kukira kalian akan terjatuh berguling-guling di tangga tadi. Indra tidak ingin memakai mantelnya. Anak ini baru dua hari yang lalu mengatakan tidak akan menyusahkan seorang pun di rumah ini tetapi lihatlah sekarang." Islee mendesah, masih berusaha memakaikan mantel pada Indra, yang dilawan olehnya dengan sekuat tenaga. Menggeliat gusar digendonganku. Berkali-kali berusaha memukul wajah Islee dengan kepalannya.
"Tak mau!" Erangnya marah. Islee balas mendelik. Indra mengkeret, menatapku dengan mata besarnya untuk meminta bantuan. "Mantel itu membuatku kelihatan pendek," rengeknya.
"Tidak apa-apa, Indra," kataku. "Kalau kau tidak menggunakan mantel, Sir Albercio akan marah." Indra mengerutkan dahi sebentar, tapi pada akhirnya dia melemaskan tubuhnya sehingga Islee memakaikan mantel untuknya dengan mudah. Kalaupuan ada hal di dunia ini yang dikagumi Acres itu adalah Albercio dari keempat Sector.
"Satu masalah selesai," desah Islee penuh syukur. Dia merapikan rambut yang kusut dengan jemari tangannya lalu memandang lantai atas dengan cemas. Aku melihat ke arah yang sama dan menyadari bahwa masih ada tiga pasang kaki yang belum menginjakkan kaki di lantai dasar. Islee melihat waktu pada Cincin Identitasnya lalu menatapku dengan raut minta maaf. "Mereka lama sekali. Kau mau minum sesuatu? Ngomong-ngomong terima kasih untu GravObuvnya. Oh, ini cantik sekali!"
Aku menggeleng dan tersenyum disaat yang bersamaan. Indra yang berada di gendonganku memilin-milin rambutku dengan cara yang membuatku ingin kembali ke tempat tidur. "Terima kasih tapi aku sudah sarapan tadi. Dan tolong, jangan berlebihan, Islee. Itukan hanya GravObuv biasa."
"Oh, Ellie ... Ini lebih berarti untuk kami daripada yang kau bayangkan," tukas Islee dengan lembut, senyumnya merekah, dan aku mau tidak mau merasakan gumpalan ditenggorokanku kembali mewujud. "Kalau begitu, kau bisa duduk terlebih dahulu."
Aku menggeleng lagi, lalu memalingkan wajah. "Aku rasa tidak perlu."
Sebab tiga orang yang kami tunggu sepertinya sudah selesai berkemas.
Arden yang terlihat lebih dahulu. Dia turun dengan rambut masih basah dan roti isi dimulutnya. Satu tangannya dia gunakan untuk memegang alat pengering rambut, satu lagi membawa roti isi kedua. Acres memakai mantelnya dengan tergesa, beruntung sekali bahwa rambut Acres sudah dipangkas sehingga aku tidak ngeri melihat rambut lamanya yang berantakan. Acres nyengir ketika melihatku.
Leah lari terbirit-birit paling belakang, Ujung mantel anak perempuan manis yang agak kebesaran itu berkibar ketika dia berlari menuruni anak tangga. Tudung mantel Leah sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki telinga Lynx emas cantik yang bisa bergerak-gerak seperti telinga Lynx sungguhan.
"Aku sudah tidak sabar!" kata Arden mengambil alih Indra untuk dia gendong. Rambut Arden sudah kering. Aku selalu tidak mempercayai pengelihatanku bahwa bocah laki-laki yang dulunya sangat pemalu dan kecil ini sudah tumbuh menjadi seorang remaja tampan, dengan tinggi yang melebihi tinggi badanku dan Acres.
Tak ada yang mampu menyaingi tinggi badan Arden bahkan kembarannya sendiri--Islee. Tubuh atlet. Begitu kami semua menyebutnya. Pengering rambut yang dia bawa tadi, saat ini diambil alih Islee untuk ditaruhnya di lemari pintu rahasia.
"Yah, aku juga," kataku sembari membalas pelukan mematikan Leah. "Telinga yang lucu." Komentarku.
Leah tersenyum malu-malu. "Aku dapat ide darimu! Dari kostum Halloween yang Ellie pakai tahun lalu."
Hatiku mencelus. Kuberi anak itu kecupan cepat di dahi. "Kau mau kostum rancanganku tahun depan?"
Tentu saja Leah menanggapi dengan antusias. "Yeah! Ya! Maksudku terima kasih!" Dan menghadiahiku ciuman di pipi. Kucubit pipi Leah dengan gemas setelah itu.
Indra cemberut di gendongan Arden, iri dengan saudaranya sendiri. "Oh, dan Indra juga." Aku mengedipkan mata pada Acres yang dia balas dengan senyum kecil. Leah sepertinya melihat tatapan cemburu itu karena dia mendekati Indra dan menggodanya dengan menarik-narik ujung mantel si bungsu. Indra mulai menggerang-gerang kesal sementara Arden berulang kali berusaha menangkap kepala Leah, tetapi sayangnya Leah terlalu lincah untuk ditangkap.
"Kau tidak melupakan tiketnya 'kan, Acres?" Islee bertanya setelah dia menaruh dua barang tadi. Membuat perhatianku teralih.
Acres mengangguk dan mengecek Cincin Identitasnya. Setelah yakin, dia kembali mengangguk untuk kedua kalinya. Islee tersenyum cerah. Dia membuka pintu dengan tinju. Pintu itu langsung terbuka dengan lancar tanpa macet-macet lagi. Islee melenggang mendahului kami. Sama sekali tidak memperdulikan tatapan ngeri dari empat pasang mata di belakangnya.
"Baiklah aku rasa tidak ada yang tertinggal. Arden kau memimpin jalan. Aku dan Leah di tengah sementara Ellie dan Acres di belakang. Ayo!"
Kami memutuskan berjalan kaki karena Solo III tidak terlalu jauh dari Pusat Kota. Tubuh tinggi dan besar Arden, sangat membantu kami untuk berjalan dengan rombongan tanpa takut kehilangan. Pertandingan Radeon baru akan dimulai pukul tiga sore.
Aku menengadah melihat waktu dipuncak Onwellston. Pukul sembilan pagi. Kami masih mempunyai banyak waktu tanpa takut terlambat. Semakin kami mendekati Pusat Kota, semakin ramai orang-orang yang berbicara cepat dengan mantel hitam dan rambut emas yang berkilauan di bawah sinar matahari.
"Ramai sekali," Acres berbisik di sampingku. Aku menoleh untuk memandangnya. Menyadari bahwa di tengah musim dingin seperti ini. Dia terlalu banyak mengeluarkan keringat. Aku mengamit tangan Acres tanpa berpikir dua kali, berjalan lebih cepat karena kami berdua tertinggal beberapa langkah dari Islee dan Leah yang sepertinya terlalu sibuk--terpesona--memperhatikan sekeliling mereka.
"Jangan pingsan," kataku yang dibalas dengan cibiran tak berarti karena bibir pucat Acres membuatku makin mencemaskan ketakutannya akan keramaian. Aku memakaikan tudung mantel pada kepala Acres. Setidaknya hal itu lebih baik daripada melihat wajah yang bercucuran keringat dingin. Beruntungnya aku memakai sarung tangan. Jadi, aku tidak perlu merasakan kulit jemari tangan Acres yang memiliki nasib sama seperti wajahnya.
Kami menunggu beberapa menit untuk bisa menaiki StreamLiner yang sudah menunggu di depan kami karena warga yang mengantri lebih banyak dari perkiraanku. Ada satu keuntungan yang membuatku lega dari pemberian Darf tiket VIP dari Avgustin. Kami mendapatkan satu gerbong lengkap dengan enam tempat tidur susun, satu kamar mandi, satu Tabung Kelam untuk berganti pakaian. Untuk perjalanan yang tidak sampai berhari-hari semua fasilitas ini terlalu berlebihan.
Leah langsung dengan bersemangat berjalan mengelilingi gerbong. Melihat-lihat gerombolan orang diluar gerbong di stasiun alun-alun yang seakan tak ada habisnya. Sementara Islee sepertinya berusaha keras untuk menjaga perhatiannya agar tak jauh-jauh dari Indra. Beda sekali dengan Arden, pemuda itu sudah berbaring pada salah satu tempat tidur yang dekat dengan jendela. Kurasa dia kembali melanjutkan tidurnya yang tertunda.
Aku dan Acres duduk di atas sofa kecil, dengan meja bundar mini di samping kiri dan kanan. Rona kulit pada wajah Acres perlahan-lahan kembali. Akan tetapi dia masih sedikit gemetar, aku melihat getaran itu saat dia memasukkan bola air minum yang kusodorkan tanpa mengatakan apapun ke dalam mulutnya.[]
Total : [2038 words]
I am not heartless, i just can't feel nothing.
-Your Fav Author, Prasanti.
Call me Pras or Kahnivore
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro