Earth ⸙ Cater Diamond
Langit telah menghitam, tidak ada cahaya yang terlihat selain sorot bulan dengan ditemani oleh sekawanan bintang yang berhamburan. Sesekali awan menunjukan atensinya, menutupi beberapa bagian bulan hingga cahayanya sedikit meredup. Angin berembus lembut menggerakkan bandul kecil membuat sebuah lonceng menciptakan lantunannya dengan diiringi oleh jangkrik yang bersahutan.
Gadis itu menatap lampu taman yang menyorot lembut dihadapannya nan jauh disana, satu satunya penerangan selain cahaya rembulan. Semua sumber cahaya di kamarnya pun dimatikan hingga hanya lampu dari luarlah sumbernya. Kakinya tertekuk dengan tangan yang memeluk erat, tak ada yang menyadari bahwa tatapan mata gadis itu begitu kosong. Jam sudah menunjukan pukul dua belas malam namun belum ada tanda tanda bunga mimpi akan ia datangi.
Suara deritan pintu yang terbuka terdengar menampakkan seorang pemuda dengan gitar coklat yang berada di tangan kanannya, ia melengos masuk tanpa izin mendatangi sebuah ruangan yang ia tuju kemudian lagsung duduk pada tepian ranjang beralaskan sprei kelabu, gitarnya ia pangku dan memposisikan diri seakan-akan siap untuk bernyanyi.
“Ternyata benar.” pemuda yang diduga memiliki nama Cater membuka suara diantara keheningan malam, tak luput beberapa senar ia petik agar tidak hanya suaranya saja yang mendominasi.
Gadis itu sedikit mengerenyit mendengar ucapan kakak kelasnya yang masuk tanpa sebuah undangan, matanya masih saja menerawang lurus kedepan tanpa menoleh sedikit pun pada laki-laki yang berada di belakangnya. “Benar apanya?”
“Kabar (y/n)-chan kali ini, apa lagi selain itu?” beberapa senar kembali ia petik seraya mengaturnya agar tidak longgar.
“Aku tidak apa-apa kok, sungguh.” Gadis itu akhirnya sedikit menoleh kebelakang melihat Cater yang duduk menyamping yang sibuk dengan gitar dipangkuannya. Sepertinya pemuda itu sangat bosan sampai sampai mampir ke kamarnya seperti ini hanya untuk bernyanyi.
“Tidak biasanya kau belum tidur jam segini.” Cater membalas tatapan gadis itu dan tersenyum lembut. Namun ia hanya tediam mendengar pernyataan kakak kelasnya, matanya kembali teralihkan untuk menatap taman di sebrang sana.
“Stalker, huh?” (y/n) menatap lurus kedepan, membelakangi kakak kelasnya. Merasa bosan, hanya tetangga dekatnya namun entah mengapa keberadaannya sedikit membuat gadis itu merasa tidak nyaman namun Cater sama sekali tidak memperdulikan hal tersebut.
“Mau bagaimana lagi, sudah selalu bersama sejak kecil.” Suara petikan gitar terdengar dan sepertinya pemuda itu hendak mulai bernyanyi. “ada request lagu khusus?” Ujarnya yang membuat (y/n) menolehkan kepalanya dan mulai menatap pemuda itu dengan tersenyum lebar.
Gadis dengan piyama biru muda bercorak titik hitam itu merangkak diatas tempat tidurnya, mendekati Cater dan duduk disampingnya. Ia menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaan pemuda itu. (y/n) membiarkan Cater memilih lagu untuknya. Malam ini.
Hands, put your empty hands in mine
And scars, show me all the scars you hide
And hey, if your wings are broken
Please take mine so yours can open too
'Cause I'm gonna stand by you
(y/n) mengamati Cater tanpa berkedip, jarinya begitu lihat memetik alat musik itu suaranya mengalun merdu, tak kalah indah dengan nyanyian malam yang setia menemani kesendiriannya.
Oh, tears make kaleidoscopes in your eyes
And hurt, I know you're hurting, but so am I
And love, if your wings are broken
Borrow mine so yours can open too
'Cause I'm gonna stand by you
Cater menatap manik (e/c) gadis itu dengan tersenyum kecil, sesaat (y/n) dapat merasakan getaran kecil pada dada hingga membuat jantungnya berdegup begitu cepat.
Even if we're breaking down, we can find a way to break through
Even if we can't find heaven, I'll walk through hell with you
Love, you're not alone, 'cause I'm gonna stand by you
Even if we can't find heaven, I'm gonna stand by you
Even if we can't find heaven, I'll walk through hell with you….
Sesaat Cater berhenti sejenak sebelum melanjutkan nyanyiannya.
“Love, you're not alone, 'cause I'm gonna stand by you”
“Love, you're not alone, 'cause I'm gonna stand by you”
Mereka menyelesaikan bait terakhir dengan suara yang bertemu, petik gitar terakhir pun berbunyi hingga menyudahi sajak lagu yang dinyanyiikan. Gadis itu termanggu sejenak kemudian senyumannya mengembang, pemuda yang melihat hal itu turut mengembangkan senyumannya juga seakan-akan frekuensi mereka tidaklah berbeda.
“Cater-senpai,” sang empunya menoleh kesamping menatap (y/n) yang telah menyendu entah sejak kapan, menunggu kalimat selanjutnya yang akan dikatakan. “sebenarnya ada beberapa pertanyaan besar yang mengganggu tidurku malam ini.”
Cater sedikit mengerenyitkan dahinya karena penasaran dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Sebenarnya ia sudah mengetahui kalau gadis ini sedang memikirkan hal hal yang seharusnya tidak ia pikirkan.
‘Sudah kuduga,’ tangan pemuda itu meletakkan gitasnya tepat disamping kakinya yang menjulur kebawah pada tepian kasur, “katakan saja jika ada yang mengganggu, siapa tau hal itu hilang saat kau mengatakannya.”
“Aku tidak pernah tau bagaimana menjadi sama saat aku sendiri sudah dilahirkan berbeda.” Sejenak gadis itu mengambil nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan ucapannya, “Kalau Cater-senpai mengetahui jawabannya tolong beri tahu aku ya.” (y/n) tersenyum, lebih tepatnya memaksa tersenyum karena kakak kelasnya tengah berada disampingnya saat ini.
Suara desir angin malam mulai bersahutan diantara hening, jangkrik pun turut hadir sebagai komposernya. Tak ada percakapan, mereka membiarkan alam yang mengisi heningnya malam musim panas.
Cater sejenak berpikir memilah kata-kata yang akan disampaikan pada kepalanya, dan merealisasikannya dalam wujud suara. Tidak boleh ada yang salah pengucapan, ia tau kalau pikiran gadis ini sedang kacau dan tengah berusaha untuk tegar menghadapi persoalan yang dimilikinya.
“Aku tidak tau bagaimana caranya, bukankah hal itu memang sudah ada sejak dunia ini ada?” Tanyanya kembali.
“Lantas kalau sudah ada sejak dulu mengapa banyak orang menuntut hal yang sama?” (y/n) berbalik badan dan kembali menatap langit malam musim panas.
“Mungkin karena mereka tidak memahami mengapa bumi itu bulat.” Cater sedikit terkekeh saat mengatakan ucapannya, ia ikut berbalik badan dan duduk diatas kasur tepat disampingnya.
Gadis yang mendengar itu mengerneyitkan dahinya, ia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikir kakak kelas disebelahnya saat ini. Apa hubungannya sebuah pertidaksamaan dengan bumi itu bulat? Kalau dpikir memang sangat jauh dari frasa sama. Lelucon jenis apa lagi yang akan pemuda ini katakan?
“Aku tidak paham apa maksudmu, senpai.” Cater yang mendengar hal itu hanya terkekeh pelan seraya menatap bulan yang menggantung indah jauh disana.
“Begini, apa kamu tau mengapa bumi itu bulat?” Cater menatap netra (e/c) gadis itu dengan tersenyum kecil.
“Karena bulat atau bola adalah bentuk yang sempurna untuk melakukan rotasi dengan kesetimbangan, ditambah lagi ada gaya gravitasi yang metekan bumi itu sendiri sehingga bentuknya menyerupai bola.” (y/n) menatap Cater dengan tatapan polos dan yakin kalau jawabannya itu benar.
“Berhentilah menjawab sesuatu dengan Fisika, (y/n).” (y/n) hanya terkekeh mendengar Cater mengeluh. “Tapi jawabanmu salah.” Sontak saja gadis itu sedikit mebelalakkan mata tak percaya saat mendengar pernyataan dari Cater.
“Kok bisa?! Waktu itu aku pernah baca di sebuah buku dan itu jawabannya.” Protes, (y/n) sungguh tidak terima dengan hal itu.
“Mungkin jawabanmu benar secara saintis tapi bagiku itu bukan jawaban yang tepat,” gadis itu menunggu kalimat penjelasan selanjutnya dari Cater, “aku tau kamu sangat pintar akademis jadi sekarang aku tanya, menurutmu lingkaran memiliki berapa sudut?”
“Tidak terhingga.” (y/n) menjawab hampir bercicit kecil.
“Nah itu jawabannya,” (y/n) tetap mengerenyitkan dahinya, ia semakin tak paham dengan penjelasan Cater malam ini. Sungguh, otaknya tidak bisa mencerna persamaan dari lingkaran, bumi, dan sebuah 'ketidaksamaan'.
“Karena bumi ini diisi oleh orang dengan sudut pandang yang berbeda, oleh sebab itu bumi memiliki bentuk bulat, dan kau tidak pernah tau berapa jumlah pasti sudut pandang itu bukan?” lanjut Cater
(y/n) tertegun, ia tidak tau harus berkata apa-apa lagi setelah mendengar penjelasan sesederhana itu oleh kakak kelasnya. Ya, sederhana. Sangat sederhana. Dirinya terlalu larut dalam memikirkan hal rumit hingga mengabaikan hal sesederhana itu yang bisa membuatnya tersenyum di malam ini.
“Jadi tetaplah mejadi dirimu sendiri dengan ketidaksamaan itu, karena aku yakin dunia pasti akan jauh lebih menarik saat memiliki warna yang berbeda.”
Gadis dengan surai (h/c) hanya dapat tersenyum mendengarnya, tak terasa air matanya jatuh menuruni lereng lembut pipinya. Sekarang ia tau, mengapa tuhan mempertemukannya dengan orang seperti dia.
-fin-
A.N
First time aku nulis A.N hehehe
Pertama aku mohon maaf banget karena chap ini agak aneh dan ga berasa bgt feel nya, juga update yang sangaaatttttt ngaret. Dikarenakan tugas menggunung dan PAS telah menanti diriku mingdep /hiksrod
/Kelas akhir pasti tau gimana numpuknya :') /
Mamasih banyak udh baca chap ini dan udah nungguin update nya. Tinggal dua orang lagi alias dua anak setan mwahahaha.
See ya~💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro