Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ENAM

Hai :)
.
.
.
.
.

"Haruskah kau sekeras itu padanya?" Kalimat tanya yang terdengar seperti sebuah protes dilayangkan Ara pada sang kekasih.

Fokus Donghae yang semula tertuju pada pekerjaannya kini beralih. Pria bermarga Lee tersebut sudah memandang sosok cantik yang sejak beberapa menit lalu memang sudah berada di ruang kerjanya.

"Bukankah Minhyuk itu adikmu satu-satunya? Jadi, bersikaplah lebih baik padanya."

"Membawanya tinggal bersamaku disini, apa itu tidak bersikap baik namanya?" Memandang tajam pada Ara, Donghae balas melempar frasa tanya pada kekasihnya tersebut.

"Bukan itu yang kumaksud."
Ara sedikit gugup meralat ucapannya.

"Maksudku adalah, seharusnya kau bisa lebih ramah padanya, seperti layaknya seorang kakak pada umumnya," lanjut wanita itu.

Donghae bangkit dari duduknya, lantas berjalan pelan mendekati Ara yang tengah duduk di sofa panjang tak jauh dari meja kerjanya.

"Kau begitu peduli padanya." Ucapan itu terdengar begitu dingin di telinga Ara "Apa kau menyukainya?" tambah Donghae masih dengan nada sama.

"Tentu saja aku menyukainya, dia seorang anak yang manis."

Wajah Donghae memerah mendengar balasan Ara, bahkan urat-urat leher kakak Minhyuk tersebut terlihat menyembul ke permukaan karena rasa marah yang ia rasakan.

"Jadi kau menyukainya?" Lagi Donghae bertanya.

"Iya aku menyukainya, tapi bukan rasa suka yang seperti kau pikirkan." Paham dengan perubahan raut wajah Donghae, Ara buru-buru menjelaskan maksud dari ucapannya.

"Lalu suka seperti apa? Apa rasa suka seperti kau ingin selalu berada di sisinya, begitu?"

"Tidak ... tidak begitu. Aku menyukai Minhyuk layaknya rasa suka sang kakak pada adiknya, hanya itu."

Sebuah senyum sinis membalas ucapan Ara, membuat gadis itu semakin merasa gugup karenanya.

"Lalu apa aku harus percaya? Perkataanmu?"

"Lee Donghae, kau mengenalku cukup baik, jadi kurasa tak ada alasan untukmu tidak percaya padaku."

Donghae mendengus pelan, lantas berbalik guna kembali ke meja kerjanya. Untuk sesaat pria Lee itu terdiam sambil mengarahkan pandangannya keluar jendela yang ada dibelakang meja kerjanya. Hingga beberapa sekon kemudian berbalik sambil menatap dingin ke arah Ara.

"Bahkan aku tak percaya pada bayanganku sendiri, lalu bagaimana kau bisa berpikir kalau aku bisa percaya padamu?"

Satu kalimat yang dilontarkan Donghae langsung membuat Ara kehilangan kata-katanya dan terdiam cukup lama.

"Namun, kau mencintaiku, 'kan?" ucap Ara kemudian, yang berhasil menampakkan semburat merah di kedua pipi Donghae. Pria itu buru-buru memalingkan wajahnya sebelum sang kekasih menyadarinya.

▪▪▪


Bosan, itulah yang Minhyuk rasakan saat ini. Sudah lebih dari satu jam pria manis itu belajar bersama seorang guru yang didatangkan Donghae untuknya, namun tak satupun yang wanita itu katakan dimengerti oleh Minhyuk.

Minhyuk bukanlah siswa bodoh, percayalah. Bahkan kalau dia mau, Minhyuk bisa menggeser posisi Kihyun yang selalu berada diperingkat pertama tanpa harus susah-susah belajar. Tapi Minhyuk tidak mau melakukannya, karena merasa tempat pertama bukanlah sesuatu yang menarik untuk dia kejar.

Remaja Lee itu hanya ingin menjadi siswa yang biasa-biasa saja. Tak masalah meski tanpa prestasi yang menonjol, yang terpenting ia tak harus terlibat masalah ini dan itu.

"Apa kau mengerti dengan baru saja kujelaskan, Tuan Muda?" Nona Jeon, guru Les Minhyuk, bertanya sambil merekahkan senyum ramahnya.

"Tidak," jawab Minhyuk singkat.

"Di bagian mana yang Anda tak mengerti Tuan Muda?" Lagi nona Jeon bertanya pada Minhyuk.

"Semua."

"A-apa?"

"Aku tak mengerti semua yang kau katakan," balas Minhyuk merotasikan kedua matanya.

Wanita muda itu membatu mendengar jawaban dari Minhyuk, bahkan mulutnya terbuka lebar karena rasa terkejut yang diraskaannya.

"Apa aku harus mengulang semua yang baru kujelaskan padamu Tuan Tuda? Agar kau bisa paham dengan apa yang kuajarkan."

Minhyuk menggeleng dramatis lantas menutup buku pelajarannya dengan pelan. Hal tersebut kembali mengundang rasa terkejut di benak guru les privatnya.

"Kita berhenti saja, aku benar-benar tak bisa belajar lagi. Kepalaku serasa mau pecah," tukas Minhyuk.

"Berhenti? Tapi Tuan Muda ...."

"Sudah, ya, aku sibuk." Minhyuk bangkit dari duduknya lantas berjalan meninggalkan sang guru les yang masih duduk di tempatnya.

Pria Lee itu baru saja akan melangkah menaiki anak tangga guna beranjak ke kamarnya, namun sebuah suara tegas yang sangat ia kenal menahan gerakan kaki Minhyuk.

"Kau mau ke mana?"

Minhyuk spontan membalikkan tubuhnya dan memandang Donghae yang baru saja memasuki kediaman besar mereka bersama sosok Ara. Omong-omong, mereka baru kembali dari kantor Donghae di perusahaan.

"Aku ...."

"Bukankah Hyung menyuruhmu belajar, lalu kenapa kau malah meninggalkan guru lesmu disaat waktu masih jauh dari kata usai?"

"Hyung aku ...."

"Kembali dan lanjutkan belajarmu!"

"Tapi, hyung, aku sudah lelah. Aku mau isti-"

"Kau tak mendengar ucapanku?" Suara Donghae meninggi membuat Minhyuk sedikit terlonjak.

Ia bahkan tak berani melangkah sedikitpun dari tempatnya berdiri dan hanya membatu tanpa bisa melakukan apapun.

"Lee Minhyuk!"

"Donghae-ya." Ara menyentuh bahu Donghae lembut saat sang kekasih akan beranjak mendekati Minhyuk.

"Kau istirahatlah, aku akan mengurus Minhyuk."

"Ini urusan keluargaku, kau tak perlu ikut campur."

"Tapi aku kekasihmu."

"Bahkan jika kau istriku sekalipun, kau tetap tak boleh ikut campur dengan masalahku dengan adikku."

Ara menatap sedih pada sosok Donghae dan hal itu mampu ditangkap oleh Minhyuk meski dirinya berada jauh dari pasangan tersebut. Ia jadi merasa bersalah kini, karena membuat sosok baik seperti Ara berada dalam kondisi tak nyaman akibat ulahnya.

"Donghae Hyung." Tak ingin Ara semakin terintimidasi oleh sikap Donghae, Minhyuk memanggil nama sang kakak.

"Aku akan kembali belajar, jadi jangan lagi marah pada Ara Noona," lanjutnya kemudian.

"Lakukan saja apa yang harus kau lakukan! Jangan mencoba mengatur apa yang harus kulakukan!" balas Donghae ketus kemudian melanjutkan langkahnya.

Selepas kepergian Donghae, Minhyuk mengarahkan pandangannya pada Ara. Gadis berparas cantik itu ikut melayangkan tatapan kepadanya, sembari melontarkan kalimat menyesal tanpa suara. Tak ingin kekasih sang kakak kian merasa bersalah, Minhyuk menarik sebuah senyum lebar di wajahnya. Kemudian dengan langkah riang yang dibuat-buat, remaja tersebut kembali menghampiri guru lesnya lagi.

"Ayo Nona Jeon, belajar lagi. Aku tidak jadi sibuk," pintanya meski tanpa minat.

"Baik, Tuan Tuda," sahut wanita itu dan kembali menjelaskan barisan kata yang dibenci oleh Minhyuk.

▪▪▪

Malam sudah larut, tetapi pria manis itu nampak belum ada niat untuk memejamkan matanya. Pemandangan di luar jendela kamar, kini menjadi fokus utama si manis. Gemilau lintang di angkasa ternyata lebih menarik atensinya dari pada pergi tidur. Danau buatan yang indah pun dapat dia lihat dari jendela kamarnya.

Jika dipikir-pikir, letak kamarnya memang strategi, dia dapat melihat melihat danau dan bintang sekaligus dari satu bingkai jendela. Sepertinya kamar adalah salah satu tempat ternyaman di mansion selain tepi danau. Ya, karena dia sering duduk di bawah pohon dekat danau tersebut saat memiliki waktu luang.

Pintu kamar yang memang tak pernah Minhyuk kunci kini terbuka dan menampilkan sosok dengan senyum hangatnya. Di tangan kanan pria tersebut tergenggam segelas susu hangat, kesukaan Minhyuk. Dan pria itu tak lain adalah Wonho.

"Wonho Hyung," panggilnya pada sosok yang lebih dewasa.

"Aku tahu kau belum tidur karena lampu kamarmu masih menyala, jadi aku bawakan susu untukmu," balas Wonho menyerahkan gelas yang dibawanya pada Minhyuk.

Menerima gelas dari Wonho, Minhyuk berucap. "Nee, terima kasih."

Tak mau membiarkan susu buatan Wonho dingin begitu saja, Minhyuk dengan cepat meneguk isi dari gelas tersebut hingga tandas tak tersisa, membuat sosok yang menatapnya kini tersenyum lebar.

"Sudah hampir tengah malam, mengapa kau belum tidur? Kau bisa mengantuk saat berada di kelas jika seperti ini," tukas Wonho saat mengambil gelas dari tangan yang muda dan meletakkan ke atas nakas.

"Aku juga tidak tahu, mataku tidak mau untuk kupejamkan," balas Minhyuk diikuti helaan napas.

Wonho mendekatkan dirinya pada Minhyuk dan ikut menatap keluar jendela. "Apakah ada yang kau pikirkan?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan.

Hening beberapa saat, hanya suara angin dan binatang malam yang mengisi kebisuan di antara mereka. Minhyuk bukannya mengabaikan pertanyaan dari Wonho. Dia mendengarnya, tapi dirinya tak tahu cara mengungkapkan pada sosok di sampingnya ini.

"Jika kau merasa ada sesuatu yang menganggu pikiranmu, maka berceritalah padaku. Aku mungkin tak bisa memberi banyak solusi, tapi percayalah bahwa aku adalah pendengar yang baik," ujar Wonho lagi saat merasa ucapannya tak direspon.

"Wonho Hyung." Minhyuk menatap pada Wonho, sorot matanya seakan ingin menyampaikan sesuatu.

"Baik, katakanlah." Paham akan hal itu, Wonho balas menatap Minhyuk.

"Satu bulan sudah berlalu, akankah terus seperti ini?"

Hanya dengan mendengar kalimat itu, Wonho tahu ke mana arah pembicaraan Minhyuk, jadi dia memilih untuk diam dan menunggu anak itu untuk melanjutkan ucapannya.

"Kau bilang aku hanya perlu menunggu waktu agar Donghae Hyung terbuka padaku. Namun satu bulan sejak kita kembali tinggal bersama, dia selalu mengabaikanku. Dia hanya berbicara seperlunya, menyuruhku ini dan itu lalu marah saat aku berbuat kesalahan sekecil apapun itu." Minhyuk menjeda kalimatnya sejenak untuk mengatur detak jantungnya, ada gemuruh tak kasat mata di dadanya saat ia mengucapkan kalimat itu.

"Apa yang salah dariku, Hyung? Mengapa Donghae Hyung terlihat membenciku? Apa mungkin yang temanku katakan itu benar?" lanjutnya dengan suara bergetar.

"Hei, apa yang kau bicarakan? Dan apa yang temanmu katakan?" Wonho berusaha setenang mungkin dalam menanggapi ucapan Minhyuk.

"Donghae Hyung membenciku karena aku anak dari seorang jalang. Ibuku adalah perusak kebahagiaan dari keluarga ini dan-"

"Siapa yang mengatakan itu?" Dengan cepat Wonho memotong ucapan bocah itu sebelum ia menyelesaikan bicaranya, raut wajahnya terlihat mengeras dari sebelumnya.

"Hyung tidak perlu tahu siapa dia. Hanya katakan saja, apa itu benar? Apa ibuku adalah jalang?" Lagi, bocah itu berucap dengan mata yang mulai berebun.

Wonho terdiam, dirinya menatap ke dalam manik kecoklatan Minhyuk yang nampak bergetar. Pertanyaan itu, jawaban apa yang harus ia berikan? Bukannya tak tahu, justru Wonho sangat paham akan seluk beluk keluarga ini. Alasan mengapa Donghae bersikap seperti itu pada Minhyuk dan huru-hara macam apa yang terjadi di masa lalu hingga bocah itu harus diungsikan dari rumahnya sendiri. Namun, semua itu sudah berlalu dan semua sudah baik-baik saja sekarang. Apakah masa-masa pahit itu perlu untuk diungkit? Wonho rasa tidak.

"Kenapa diam, Hyung? Apa benar kalau ibuku ...."

"Minhyuk-ah! Kau mimisan!" Raut Wonho berubah panik ketika mendapati darah mengalir dari lubang hidung Minhyuk.

Minhyuk pun sontak meraba area hidungnya, dan terbelalak kala melihat darah menodai di telapak tangannya. Ia buru-buru mendongak agar darah itu berhenti mengalir, namun hal itu segera dicegah oleh Wonho, pria itu menarik bocah itu ke dalam kamar mandi dan menyalakan keran. Niatnya ingin membantu anak itu membersihkan mimisannya, tetapi dengan keras Minhyuk menampik uluran tangan dari yang lebih tua. Wonho dapat melihat dengan wajah Minhyuk yang berubah pucat. Rasa khawatir mulai melingkupi hatinya.

Maaf gaje :')

Tapi semoga suka yaa. Aku udah sebisa mungkin luangin waktu buat lanjut nulis ini. Jadi, buat kalian selamat menikmati.

Kritik dan saran masih sangat diperlukan loh yaa.. jadi kalo kalian ngerasa ada yang nggak beres ato kurang dari cerita ini, jangan sungkan untuk mengungkapkan. Aku terima kok krisar dari kalian, asal itu membangun🙃

Met malem dari cogan :v


Salam

VhaVictory and porumtal
(05-08-2019)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro