Bab 41. Diam-diam menjaga
Adistia mencoba untuk melupakan kesialan yang terjadi kemarin. Mungkin itu memang sudah menjadi risiko yang harus ditanggungnya saat sedang merintis bisnis. Pasti ada saja orang yang suka dan tidak suka saat melihat kesuksesan orang lain. Enggan memikirkan siapa dalang di balik fitnah yang didapatkannya, Adistia memutuskan untuk fokus pada kue-kue pesanan di toko onlinennya.
Soal penolong yang identitasnya sudah Adistia ketahui pun coba gadis itu abaikan, tidak berniat mengucapkan terima kasih karena sang penolong pun seperti tidak mau menunjukkan diri. Jadi lebih baik diam, seperti tidak tahu apa-apa. Dan semoga setelah ini semuanya akan berjalan baik. Meski ada risiko lain yang harus dihadapinya, Adistia berharap tidak perlu merepotkan orang lain terutama orang itu. Bahkan untuk menyebut namanya saja terasa enggan, Adistia benci perasaan penuh harap yang tidak juga menghilang dari hatinya ini.
"Aku tinggal, bisa, ya, Dit?" Adistia sudah berganti baju, siap untuk berbelanja stok bahan yang hampir habis. Menyerahkan pemanggangan kue kepada Dita. Wanita ini sangat cepat belajar, dan sungguh mampu meringankan beban Adistia.
"Bisa, Mbak, tenang aja." Dita menjawab dengan tangan sibuk mengatur suhu oven.
Adistia pun segera keluar saat ojek online pesanannya sudah menunggu di depan. Sekali lagi memeriksa catatan belanjaan yang harus dibelinya sebelum naik ke atas ojek dengan jaket hijau itu.
*
Evans masuk ke kedai kopinya yang baru saja Fadil buka. Pemuda itu melangkah ke bar setelah membalik tanda close di pintu menjadi open.
"Kayaknya Mas Evans lebih segeran hari ini." Komentar yang Fadil beri setelah memerhatikan sejenak wajah Evans yang memang jauh lebih segar dari kemarin. Kantung mata yang beberapa hari ini terlihat tidak lagi menghiasi.
Evans tersenyum tipis, tidak langsung menjawab karena sedang memeriksa pesan yang masuk ke ponselnya. Malam tadi dia memang berhasil tidur dengan lelap meski hanya beberapa jam. Dan yang membuatnya mampu tidur lelap adalah—Evans menggelengkan kepala saat bayangan Adistia kembali menginterupsi. Tadi malam tidurnya memang lebih lelap karena sosok yang diam-diam dirindukannya masuk ke alam mimpi. Seperti obat penawar rindu, senyuman yang muncul di mimpi memberi ketenangan sendiri di hati Evans.
"Tadi malam lumayan bisa tidur," jawab Evans singkat untuk pertanyaan yang Fadil berikan tadi.
Fadil mengangguk, menatap ragu Evans saat satu pertanyaan yang terus membuatnya penasaran melintas.
"Kenapa?" Evans yang merasa ditatap oleh Fadil mendongak sebentar, lalu kembali fokus pada gawai di tangannya.
"Emm, itu." Fadil meringis tidak enak hati, entah mengapa dalam hati sudah bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. Ini tentang Adistia yang tidak juga muncul di kedai selama beberapa hari. "Kerja sama Mas sama Adis, batal?"
Gerakan tangan Evans yang sedang mengetikkan pesan untuk seseorang terhenti, tetapi hanya sejenak karena selanjutnya laki-laki itu berusaha untuk tetap tenang. "Dia belum siap, masih keteter ngerjain pesanan yang membludak."
Fadil mengangguk, memutuskan untuk tidak memperpanjang pembahasan tentang Adistia. Entah kenapa dia yakin untuk kali ini sepertinya Adistia tidak akan lagi datang ke kedai.
"Halo." Evans mengangkat panggilan yang masuk ke ponselnya sembari meninggalkan Fadil yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Masuk ke ruangan kerja pribadinya agar lebih leluasa untuk mengobrol dengan orang di seberang sana.
"Kamu pastiin saja dia aman waktu di luar rumah." Evans duduk di kursi belakang mejanya sembari menyalakan laptop. Orang di seberang sana mengiyakan perintah Evans.
"Nanti kalau ada apa-apa kamu langsung lapor saya. Uang muka sudah saya tranfers ke rekening kamu." Setelah merasa interuksinya dimengerti, Evans pun memutus sambungan telepon. Berharap orang yang disewanya ini mampu menjalankan tugas dengan baik. Yaitu menjaga Adistia dari kejauhan.
Evans mungkin bisa mengabaikan perasaannya terhadap gadis itu. Meski tentu saja bukan hal mudah untuk menyangkal perasaan suka yang sudah menyelimuti hati. Namun untuk kali ini dia tidak bisa abai saat keselamatan Adistia sedang dipertaruhkan.
Apalagi yang terjadi pada gadis itu diakibatkan oleh dirinya. Entah rencana seperti apa yang sedang Berlian susun untuk mencelakai Adistia. Jika kemarin media sosialnya yang diserang, kali ini Evans takut jika Berlian nekad mencelakai Adistia langsung.
Waktu berjalan begitu saja hingga menit sudah berganti jam. Selama itu juga Evans terus menilik ponselnya yang hening. Tanda jika sampai saat ini kondisi Adistia masih aman. Namun saat Evans memutuskan untuk bangkit karena harus pergi ke cabang lain kedainya, pesan itu masuk.
'Tadi ada yang jambret tas Mbak Adis, tapi sudah saya bereskan.'
*
Adistia turun di depan minimarket, tidak langsung ke toko bahan kue karena ada barang lain yang harus dibelinya. Dari minimarket ini, dia hanya cukup menyeberang untuk ke toko bahan kue langganannya. Entah hanya perasaan Adistia saja, atau memang seperti ada orang yang terus mengintainya. Saat kepala itu mengedar, mencoba mencari seseorang yang mencurigakan, tidak dia temukan apa pun.
Bergegas mengambil barang yang akan dibeli, gadis itu pun cepat-cepat keluar dari minimarket. Di tengah perasaan tidak nyaman yang kini merajai, dia tetap fokus pada jalanan. Apalagi saat harus menyeberangi jalanan padat dengan sepeda motor yang sesekali melintas cepat di sela-sela antrean mobil.
Adistia mampu mengembus napas lega saat kakinya berhasil menyeberangi jalan, sedikit lagi dia sudah tiba di bahan toko kue. Setidaknya di dalam sana akan lebih aman. Karena semakin lama perasaan resah ini benar-benar semakin menganggu. Adistia merasa, seperti ada banyak mata yang mengawasinya, ada banyak pasang kaki juga yang seperti tengah mengejarnya.
Benar saja, baru kaki Adistia menapak di teras toko bahan kue, tasnya tiba-tiba saja direbut oleh seseorang. Adistia yang tidak sigap tidak bisa mempertahankan tas yang dipenuhi barang berharga tersebut. Ada ponsel, uang, dompet berisi identitas diri.
Adistia hanya bisa berteriak minta tolong, dan beberapa orang tampak mengejar jambret tersebut, tetapi usaha semua orang sia-sia karena sang jambret kabur dengan sepeda motornya.
Gadis itu hanya bisa bergetar takut di tempatnya. Beruntung saat itu ada tetangga yang dikenal dan membantunya untuk membuat laporan yang entah mengapa Adistia rasa percuma. Namun dia tetap mengikuti saran orang-orang untuk melapor pada keamanan pasar. Setelahnya Adistia pulang dengan bantuan sang tetangga yang membawa mobil untuk berbelanja di pasar.
Adistia meratapi nasibnya yang sungguh sial beberapa hari ini. Kenapa seolah-olah ada orang yang tidak menyukainya dan sedang berusaha untuk menganggu dengan melakukan semua ini. Namun jika ada, siapa? Adistia benar-benar merasa tidak punya musuh. Saingan bisnis? Apakah bisnisnya ini sudah mampu membuat orang lain iri?
Di tengah-tengah kekalutan pikirannya gadis itu dikejutkan dengan bunyi bel pintu. Suara bundanya terdengar mengobrol dengan seseorang di depan, lalu tidak berapa lama wanita yang melahirkannya itu masuk ke dapur.
"Dis, kamu dijambret?" Pertanyaan itu malah membuat Adistia gugup. Dia memang belum menceritakan apa pun pada orang rumah kecuali pada Dita yang disuruhnya tutup mulut. Adistia hanya tidak mau membuat ayah dan bundanya khawatir.
"Ini ada yang nganterin tas kamu," ujar bundanya lagi saat pertanyaannya tadi tidak terjawab. Adistia pun segera mendekat ke sang bunda, dan mengambil alih tasnya. Semua isinya utuh, bahkan uang untuk berbelanja pun tidak ada yang berkurang.
"Orangnya mana, Bun?"
"Udah pergi, Bunda kasih uang nggak mau."
Adistia hanya bisa mengerutkan kening, tidak lupa mengucap syukur karena di setiap musibah yang menimpanya ada saja orang baik yang mau membantu. Gadis itu sama sekali tidak terpikir jika orang yang kali ini membantunya masih sama seperti kemarin.
***
Aloha, selamat pagi, selamat beraktifitas buat kalian yang sudah mulai kembali pada rutinitas seperti biasa. Terima kasih sudah mampir dan masih setia nunggu cerita ini update.
Masih ada 9 bab lagi menuju ending, yang nggak sabar pengin baca sampai tamat silakan meluncur ke Karyakarsa karena cerita ini sudah tamat di sana.
Besok aku nggak update karena lagi nyiapin cerita baru yang bakalan tayang di Karyakarsa. InsyaAllah bab selanjutnya aku up minggu depan. :)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro