Chapter 25
Tidak setiap hari mereka didatangi tamu yang seukuran dengan tubuh kecil mereka. Hiu pemotong kue dikenal dengan mangsa-mangsa yang berukuran jauh lebih besar dan gigitan yang meninggalkan bekas berbentuk bundar di tubuh buruan. Namun, pada akhirnya mereka ada hiu. Sementara ukuran tubuhnya bisa dibilang masih sama persis dengan besar ikan lentera.
Jadi kemunculan ikan lentera di habitat mereka mungkin adalah sebuah nyanyian yang akhirnya dijawab oleh Roh Laut. Setelah bermusim-musim setiap ikan di laut dalam percaya bahwa di dalam sini, hanya teriakan rasa sakit yang bisa terdengar setiap kilatannya. Roh Laut tidak sudi memasang telinga dan mendengarkan permohonan-permohonan para ikan yang bahkan tak tahu seperti apa itu cahaya di permukaan.
Namun, pada akhirnya semua ini terlalu bagus untuk jadi kenyataan. Itu setelah mereka tahu ada hampir seribu ekor ikan lentera yang memenuhi setiap sudut habitat hiu pemotong kue. Kali ini semuanya tidak lagi tentang piramida makanan. Tidak ada yang tahu seberapa banyak jumlah gigi ikan lentera, sementara hiu pemotong kue rata-rata memiliki 60 buah gigi tajam di mulut besar mereka. Itu tidak akan cukup melawan pasukan ikan lentera yang menerangi seisi habitat dengan cahaya kecil mereka.
"Siapa pemimpin di tempat ini?" tanya salah satu ikan lentera betina di sana, tak ada yang menjawabnya. Ia berkata lagi. "Aku Kaira, kami di sini tidak untuk menginvasi habitat kalian. Kami ingin menawarkan kerjasama antarspesies."
Sebenarnya semua itu terdengar lucu, andai Kaira datang sendirian. Dengan kehadiran ratusan ikan di belakangnya, semuanya seakan jadi seperti pidato politik memaksa. Ya, artinya kau selamat. Tidak, artinya ini genosida. Pilihanmu.
"Kami tidak punya pemimpin." Pada akhirnya seekor hiu maju dan bersuara, ia berenang dengan tenang ke hadapan Kaira, dengan dua hiu lainnya mengikuti dari sisi tubuhnya. "Di tempat ini kami percaya kesetaraan terhadap setiap individu. Tapi untuk menyambut kehadiranmu dan seluruh kawananmu yang sangat ramah dan mendadak ini, aku Kota. Dua ikan di sampingku adalah saudaraku. Rua dan Haurua."
"Sebenarnya Toru, tetapi ia selalu memanggilku Haurua karena—"
"Diamlah," desis Kota, dan ikan yang dipanggil Haurua itu terdiam.
Kaira melanjutkan, " Aku juga bukan pemimpin kawananku, tetapi aku di sini mewakili mereka semua untuk berbicara. Dengan kehadiranmu di hadapanku, aku akan menganggap suaramu juga mewakili kawananmu."
"Jadi untuk apa ratusan ... atau mungkin seribu ekor ikan lentera mau berkunjung dan menerangi tempat kami yang gelap?"
Kaira terdiam sejenak. Ia memperhatikan sekitarnya. Tak ada satupun hiu pemotong kue yang menyerang, dan ikan lentera tidak kemari untuk berperang. Semuanya masih aman, keyakinan Kaira bertambah. Ia bisa menjalankan rencananya.
"Aku dengar habitat kalian pernah diserang seekor hiu besar? Kurasa hiu abu-abu," kata Kaira.
"Tempat kami sering diserang hiu, tetapi sebagai gantinya kami menyerang balik mereka," jawab Kota.
"Kurasa kau tidak mendengarku dengan baik, Kota," ucap Kaira. Andai saja Kota bisa melihat seperti apa sebenarnya rupa ikan yang berbicara padanya, ia mungkin akan tersinggung. Sayangnya hampir seluruh hiu pemotong kue hidup dalam kebutaan.
Kota memahami maksud Kaira. Beberapa waktu lalu terdapat seekor hiu yang masuk kemari dan kemudian kabur begitu saja. Namu, Kota dan hiu lainnya tak tahu kalau itu adalah sebuah pengalihan. Satu hiu besar lainnya masuk kemari dan memakan hampir seluruh betina yang tengah mengandung telur. Meski sebenarnya populasi mereka belum terancam, tetapi kejadian itu membuat mereka semua benar-benar kesal.
"Aku mendengarmu, dan seperti yang kubilang, kami sering diserang," ulang Kota. "Kau mengenal hiu besar itu?"
"Tidak juga, tetapi kami juga habis diserang," ujar Kaira, terdengar tegar. "Ia memakan pasangan dan membawa pergi hampir semua telurku."
"Aku turut berduka atas kehilanganmu," balas Kota, meski tidak begitu bersungguh-sungguh. Ia masih belum tahu urusan kedatangan Kaira dan ikan-ikan lainnya kemari, tetapi Kota sudah bisa menduga sedikit. "Tapi apa hubungan semua itu dengan kami?"
"Kami ingin menawarkan kerja sama."
"Kami tidak tertarik," jawab Kota dengan tegas.
"Aku bahkan belum menjelaskan kerja sama yang seperti apa."
"Kau ingin balas dendam," kata Kota dengan yakin, dan Kaira terperangah. "Kau ingin kami menghabisi hiu besar itu, kan?"
Kaira hanya membuka mulut, tetapi tak mengatakan apa-apa. Walaupun ia tidak harus terkejut karena memang itulah yang mereka ingin tawarkan.
"Tolong pergi dari habitat kami. Jangan lupa semua kawanan yang kau wakili," ucap Kota dan siap untuk berenang pergi.
"Tunggu!" teriak Kaira. "Sudah kubilang aku belum menjelaskan kerja sama yang seperti apa. Memang benar, kami ingin membalas dendam pada hiu abu-abu itu, tetapi pikirkan keuntungan apa yang akan didapatkan seandainya kita bekerja sama dan membunuh hiu besar itu."
Ekor Kota dan kedua saudaranya berhenti bergerak. "Aku mendengar ...."
"Sebut saja kita berhasil membunuhnya, itu berarti kau berhasil menyingkirkan apex tertinggi di dalam Abyss. Apa yang terjadi saat tertinggi kehilangan tempatnya?"
Kaira terdiam sejenak, memikirkan Kota memikirkan jawaban atas pertanyaan kecil itu. Ia tahu, tetapi tak memilih untuk menjawabnya. Jadi Kaira berkata, "Spesies lain akan mengambil tempatnya. Paus orca berada di puncak tertinggi, tetapi tidak akan ada spesies mereka di dalam sini. Selanjutnya adalah hiu, hanya ada sedikit hiu yang pernah ke tempat ini, dan secara alami hiu abu-abu tidak seharusnya berada di dalam sini. Jadi setelah menyingkirkan mereka, apa selanjutnya?"
Kota masih terdiam. Tentu saja jawabannya adalah hiu yang lain, dan itu adalah spesiesnya.
"Baiklah Kaira, aku tertarik. Tetapi membunuh seekor hiu abu-abu tidaklah semudah itu. Apalagi ada dua ekor yang hidup di Abyss saat ini."
"Kau bisa. Itu karena salah satu dari keduanya dalam kondisi cacat. Setengah ekornya habis."
Kota tersentak. Rua dan Haurua ikut membuka mulutnya dengan lebar.
"Kakak, itu hiu yang kemarin kita serang," bisik Rua.
"Kau yakin hiu itu tak memiliki setengah ekornya?" tanya Haurua pada Kaira, dan ikan itu mengangguk. Meski itu tidak perlu karena Haurua tak bisa melihatnya.
Sementara itu Kota menyeringai dengan lebar. Kaira tahu apa artinya.
***
Talis dan Anok bergegas pergi menuju Karam, tetapi saat mereka keluar dari rumah, untuk pertama kalinya Abyss dipenuhi oleh cahaya terang. Ratusan ikan lentera memenuhi setiap sudut gelap di tempat itu. Berenang di sana-sini dan menciptakan arus cepat di Solaris.
"Apa ini sering terjadi di sini?" tanya Talis.
"Seingatku tidak," jawabnya, dan kembali menuntun sirip Talis untuk berenang dengan cepat. Meski semua tampak indah menyaksikan ratusan cahaya seolah menari di dalam kegelapan, tetapi bagi Anok rasanya seperti jutaan bulu babi masuk ke dalam rumah dan membuat semuanya jadi kotor.
"Di sana!" teriak sebuah suara. Sambil terus berenang, Talis coba mendongak untuk mencari siapa yang berteriak, tetapi yang dia temukan adalah gerombolan ikan berenang di belakang ekornya. Ia tak tahu mengapa di antara puluhan makhluk lain yang dengan panik berusaha melewati ikan-ikan lentera itu, mereka malah mengejarnya dan Anok.
"Cepat!" Anok menyadari di depan Karam terdapat sebuah cahaya yang menyala terang, tetapi itu bukan berasal dari ikan lentera manapun. "Gerakkan ekor kalian!"
"Kau pikir kami sedang apa?!" balas Anok kesal. Masalahnya bukan karena Anok tak bisa bergerak lebih cepat, tetapi Talis tak bisa berenang dengan baik tanpa secara tidak sengaja berbelok arah berkat setengah ekornya yang sudah menghilang.
Pada akhirnya mereka bisa mencapai Karam, bersama puluhan ikan lentera yang berhasil masuk. Mara menyerang salah satu dari mereka, tetapi cahaya yang terlalu terang benar-benar membutakan matanya. Talis dan Anok berusaha membantu dengan membuka mulut mereka lebar-lebar dan memakan setiap ikan yang ingin cari mati itu, tetapi jumlah mereka benar-benar banyak.
Mereka baru benar-benar habis setelah Takuta, dengan kedelapan tentakelnya, menangkap setiap ikan lentera kecil tersebut dan memakannya satu per satu tanpa ampun. Satu ikan lentera yang berpikir ia bisa lolos bahkan tak berhasil keluar karena tentakel-tentakel yang lebih kecil dan transparan tiba-tiba saja melilit tubuhnya, menyengatnya sampai dia berteriak, dan tubuhnya yang tak sadarkan diri mengambang terbalik. Mara dengan senang hati memakannya sampai habis.
Benar kata ayahnya. Semua makhluk di dalam Abyss adalah makhluk buas. Mereka tak memberi ampun. Termasuk ikan lentera. Bahkan setelah keempat predator dan satu ubur-ubur menghabisi beberapa di antara mereka, mereka masih saja berenang mengelilingi Abyss tanpa lelah.
"Apa sebenarnya yang terjadi di sini?" tanya Anok pada Takuta, tetapi bahkan gurita itu tak tahu.
"Aku juga tidak tahu. Selama ini mereka tak pernah kemari dan membuat kita semua buta karena cahaya," jawab Takuta. "Tapi ... kurasa ini ada hubungannya dengan pacarmu."
Lalu mata mereka tertuju pada Talis yang masih memperhatikan keluar. Ia bahkan tak sadar Anok dan Takuta menatapnya untuk beberapa saat. "Apa? Aku?"
"Kau habis memburu telurnya. Kurasa mereka ingin balas dendam," sambung Takuta. Talis ingin memprotes hal tersebut, tetapi kemudian ia sadar kalau itu benar. Lalu ia menatap Mara. "Kau yang bilang kalau mereka akan ketakutan."
"Aku tidak bilang begitu," sergah Mara. "Aku bilang di dalam Abyss kau adalah apex. Bukan berarti mereka tidak akan melawan balik. Lagipula, mereka tidak sedang melakukan perlawanan apapun."
"Ya, mereka membuat sebagian dari kita buta, terima kasih," balas Takuta.
"Kurasa tujuan mereka bukan itu, gurita yang baik," ujar Mara. "Bagi kami angler, cahaya adalah cara yang digunakan untuk memancing mangsa. Bagi ikan lentera, itu adalah bentuk komunikasi."
"Komunikasi?" tanya Talis.
"Ya. Begini, hiu besar. Jika kau melihat cahaya kecil di laut dalam, apa yang akan kau lakukan? Di tempat yang gelap, sebuah sinar yang sangat kecil akan sangat membantumu. Sebuah undangan untuk memanggilmu. Jika itu ikan angler, kau akan dimakan habis. Jika itu dari ikan lentera, ia akan kabur," jelas Mara. Tubuh kecilnya berenang ke atas untuk melihat keluar. "Yap. Ini sebuah undangan."
"Untuk siapa?" tanya lagi Talis. "Mereka ingin memanggil udang-udang kecil dan setiap ikan yang butuh cahaya?"
"Bukan." Mara sebenarnya tidak sedang menyeringai, tetapi gigi-gigi tajamnya tetap nampak dan itu membuatnya jadi seperti tersenyum lebar ketika semuanya sedang kacau. "Untuk predator. Seluruh predator di laut dalam akan datang ke Abyss dan menyerang setiap ikan di sini."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro