
(36)
♠♠♠
Khawatir.
Khawatir adalah sikap berpikir berlebihan atau terlalu cemas tentang suatu masalah atau situasi, disertai dengan rasa tidak nyaman dan kecemasan.
Sikap ini menyebabkan seseorang menjadi terganggu, memusatkan pikiran pada kejadian negatif yang mungkin terjadi, serta dilanda ketakutan yang tidak masuk akal dan tidak berdasar.
Begitulah yang bisa Akashi lihat dari raut wajah tunangannya. Gadis manis itu duduk sambil mengepalkan kedua tangannya di atas pahanya, berpikir-pikir bagaimana keadaan orang tuanya.
Sementara Akashi yang melihat itu, merasa terganggu. Namun kalang kabut, pikirannya pula tidak bisa fokus kala melihat tampilan [St/n] yang sudah sempurna dalam balutan dress merah. Rambutnya tertata rapi dengan model updo.
Manik [St/n] sedikit menerawang jalur yang dilewati mobil limousine milik Akashi. Ia tahu ini menuju kemana, tapi apa maksudnya?
"Sei, kenapa kau membawaku ke bandara? Bukankah kita ingin ke rumah sakit?"
Akashi sedikit dibuat terkejut. Tidak menyangka kala [St/n] benar-benar cermat mengamati keadaan sekitarnya walaupun dalam keadaan khawatir.
"Kau akan tahu saat sampai," singkat Akashi.
Tak lama mobil berhenti, memasuki area bandara. Namun mobil tetap memasuki area pacu laju pesawat sampai berhenti tepat di depan sebuah helikopter.
[St/n] mengerutkan keningnya. Ia memang jelas tahu keluarga Akashi memiliki segalanya termasuk penerbangan. Yap! Akashi Airlines. Jadi tidak heran jika Akashi sendiri memiliki helikopter atau jet pribadi seharga $500 juta ini untuk berpergian.
"Kita akan pergi dengan ini. Maaf tidak bisa menggunakan jet milikku, karena pendaratan disana tidak mungkin," jelas Akashi begitu sampai berdiri tepat disamping [St/n].
Gadis itu menoleh. "Bukan itu yang kumaksud, tapi… kenapa kau—"
"Ayo, cepat, kita terlambat," sela Akashi sembari menarik tangan tunangannya itu.
Biasanya Akashi memang menggunakan jet miliknya, tapi tidak saat ini. Airbus A380-Costom. Jet pribadi yang bahkan disebut-sebut sebagai Kerajaan di Langit, bahkan beberapa ruangan bisa digunakan sebagai ruang pertemuan dan konser.
Oke, abaikan ini.
Tapi, tunggu dulu! Ia hanya akan mengantar [St/n] menuju rumah sakit, 'kan? Lalu kenapa ia justru membawahpnya ke bandara? Apa maksudnya? Memangnya orang tuanya ada dimana?
Omong-omong, [St/n] memang mempunyai jet pribadi, sayangnya ia jarang gunakan bahkan nyaris tidak pernah. Kalaupun ia ingin pergi, akan lebih baik menggunakan miliknya ketimbang milik Akashi.
Oh, jet miliknya itu? Yap! Pesawat dengan tipe Bombardier BD-700 Global Express yang dilengkapi dengan segala teknologi tinggi yang sebagian teknologinya berasal dari group miliknya.
Akashi mengulurkan tangannya untuk membantu tunangannya masuk, [St/n] pun menerima. Dua sejoli ini sampai di tempat duduk yang memang sudah disiapkan untuknya, perlahan Akashi memandu [St/n] agar duduk sembari tersenyum sementara [St/n] berdiam diri masih tidak mengerti.
Akashi pun ikut duduk tepat disamping tunangannya itu. Ponselnya berdering, membuat intens [St/n] terfokus padanya—menyimak pembicaraan bisnis Akashi.
Bahkan disaat seperti ini dia masih bekerja, [St/n] membatin.
Pintu helikopter tertutup. Akashi pun sudah selesai dengan urusannya pada orang yang menghubunginya lewat ponselnya itu.
"Jadi, bisa kau jelaskan semua ini, Sei?" [St/n] bertanya dengan wajah super bingung.
Akashi melirikkan ekor matanya, kemudian ia menegakkan tubuhnya sembari menatap [St/n] dan tersenyum. "Menurutmu?" ia balik bertanya.
[St/n] mendengus sebal. Akashi melanjutkan, "ada acara keluarga yang rutin keluargaku laksanakan. Kau tahu, membicarakan banyak hal termasuk pertunanganku—kita, maksudnya." Ia meralat.
"Ya, aku tahu." [St/n] mengangguk.
"Ya, dan acara itu hari ini di atas kapal pesiar menuju Singapura dalam waktu seminggu. Tapi, karena kita terlambat, jadi aku menyusul mereka menggunakan helicopter ini."
"And theeeen?" [St/n] tampak mulai curiga.
"Dan lalu, aku harus membawamu ke sana juga untuk mengumumkan pernikahan kita."
[St/n] merebahkan punggungnya tepat pada sandaran punggung dalam pesawat. Ia menutupi mulutnya Oh, astaga! Kenapa Akashi tidak bilang!? Tapi tunggu! Ada yang kurang!
"Bagaimana dengan orang tuaku,… lalu Takao dan yang lain?!" ia akhirnya bertanya.
"Orang tuamu sudah disana, soal mereka kau tidak perlu khawatir."
[St/n] kembali menatap Akashi ragu. Akashi pun tidak melanjutkan apapun. Ah, sial! Kenapa ia tidak sadar?! Bodoh! Akashi bilang… acara keluarga? Pengumuman pernikahan? Orang tuanya sudah ada disana?
Hey! Jangan bilang ini acara yang ia tolak itu!? Oh, astaga! Akashi ini… benar-benar membuatnya tidak habis pikir.
[St/n] menutup mulutnya dengan kedua tangan, perlahan air matanya mulai keluar. Sementara Akashi yang melihatnya dibuat terkejut.
"Syukurlah," lirih gadis itu.
"[St/n]—kau kenapa?" tanya Akashi khawatir.
Gadis di depannya menyibak ekor matanya kemudian tersenyum getir, namun terlihat jelas ia menahan agar tidak terus menangis.
[St/n] bukan gadis yang mudah dibohongi. Bukan gadis yang bodoh. Bukan pula gadis yang memperlihatkan kelemahannya, tapi yang ia tunjukkan adalah kejujurannya.
Biasanya gadis seperti dirinya akan manja untuk selalu diperhatikan orang tuanya yang sibuk. Tapi hal itu tidak berlaku baginya.
Dibanding ia yang mengemis—meminta untuk diperhatikan, justru dialah yang paling memperhatikan orang tuanya. Sangat mengkhawatirkan keadaan mereka.
Karena gadis ini bisa melihat segalanya.
[St/n] sendiri pula yang menciptakan keluarganya yang bahagia dan penuh senyuman karena canda tawanya sekalipun mereka pernah sampai jatuh.
"Aku tidak apa. Maaf," ucapnya diselingi senyuman dan kekehannya. Ia melanjutkan, "aku—aku hanya khawatir dengan orang tuaku."
Akashi memeluk tunangannya itu. Sesak rasanya melihat air mata tunangannya, entah kenapa. Pertama kalinya ia bisa sangat merasakan kesedihan orang di depannya.
Rasanya seperti melihat banyak anak kecil menangis di depannya.
"Maaf, [St/n]. Maaf karena membohongimu, maafkan aku," ucap pria itu. "Kalau kau ingin menangis, tidak apa bersandar padaku."
[St/n] membalas rengkuhan Akashi. Dalam diam ia kembali menitihkan air matanya, namun ia berusaha agar tidak terisak dan mengatur deru nafasnya.
Baginya menangis di depan siapapun itu wajar. Walaupun ia masih berusaha menahannya agar tidak membuat orang-orang disekelilingnya khawatir.
Seperti gadis itu.
Baginya menangis… adalah cara terbaik yang bisa ia lakukan untuk meluapkan emosinya selain bercerita pada teman-temannya, ketimbang ia tetiba marah-marah pada orang yang tidak ada sangkut pautnya yang justru membuat mereka pergi.
Itulah pilihan terbaik yang bisa ia pikirkan.
Dan pilihannya yang terakhir adalah… tidur. Tentu saja.
👑
Helikopter mendarat dengan sempurna di atas Helipad. Tak lama pintu helikopter terbuka, menampakkan siluet seorang gadis dengan balutan dress merah, di belakangnya Akashi mengikuti.
Akashi menapakan kakinya terlebih dulu kemudian ia sedikit berbalik dan mengulurkan tangannya.
Namun, [St/n] berdiri mematung. Jelas gadis ini tidak ingin dirinya keluar dan melakukan hal merepotkan di atas kapal pesiar mewah ini.
"Ayolah, [St/n]. Lagipula sudah sampai," ucap Akashi meyakinkan tunangannya itu.
[St/n] menggeleng. "Aku akan pulang saja," balasnya, kerutan di dahinya pun muncul.
Akashi yang tahu dengan sangat baik keras kepala tunangannya ini walaupun sudah dibujuk, akhirnya memilih menarik gadisnya itu kemudian membopohnya dengan gaya bridal style.
[St/n] yang refleks dijatuhkan dirinya, melingkarkan tangannya di leher Akashi. "Sei! Kau tidak perlu melakukan ini, aku bisa jalan sendiri. Turunkan aku," pinta gadis itu.
"Tidak, sampai helikopter itu pergi."
"Oh, come on, Sei! Seriously? Astaga—kau ini." [St/n] tetap berontak. Namun, Akashi tetap membawanya mejauhi area tempat mereka berdiri.
Akashi terus membawa gadis itu sampai menaiki tangga menuju Oceanview Cabin¹—tepat di depan deretan ruangan VIP Class—Akashi menurunkan sang gadis.
Dan mata gadis itu seketika terbelalak. Netranya mendapati orang tuanya tepat berdiri di depannya sambil tersenyum.
Dengan cepat, [St/n] merengkuh khawatir kedua orang tuanya. Ibunya pun menangkap pelukan putri tunggalnya itu sembari terkekeh kecil.
Ibunda [St/n] tak lama melepaskan pelukannya. Dirinya mengelus lembut wajah putrinya itu. Mengelus pipi chubby putrinya itu. Ya, dia yakin itu putrinya.
"Astaga, [St/n]. Kau kacau sekali. Memangnya kenapa?" ucap sang ibu sembari sedikit tersenyum.
Ayahnya menimpali, "kau jelek sekali, [St/n]."
"Otousan hidoi!" ketus [St/n]. "Sei… membohongiku. Dia bilang kalian kecelakaan, jadi aku langsung setuju dan diam saja dibawanya," jelasnya sambil mempoutkan bibirnya.
"Benarkah?" ibunda [St/n] melirik Akashi sekilas. Sementara sang empu hanya tersenyum saja dilihatnya. "Ya, paling tidak dia bisa membawamu."
Ayah [St/n] mendekati wajahnya kepada putrinya. Ia sedikit berbisik, "bagaimana harimu, [St/n]? Apa kau tidur sekamar dengan Seijuro-kun? Menyenangkan?"
Tiba-tiba wajah putrinya merona hebat. Astaga! Ayahnya ini—entah itu jujur atau bicara asal-asalan saja. Namun, bagaimana, ya?
Ibunda [St/n] menyenggol suaminya itu kala putrinya mematung tidak menjawab pertanyaan awkward dari suaminya itu.
"Anata, tidak sopan, lho," ucapnya diselingi senyuman. Ia menoleh pada putrinya, "melihat reaksimu itu sepertinya benar…."
Ya, itu memang benar, Okasan. Karena aku sering tidur malam di atas kursi kerjaku atau di atas sofa basement, [St/n] membatin.
Lalu Akashi membawanya entah di ruangan pribadinya atau tempat tidur dalam basement, begitulah. Kemudian, saat [St/n] terbangun. Ia selalu berharap Akashi tidak melakukan hal-hal aneh pada dirinya.
Namun, tetap saja mengingat wajah tampan dan surai red pinkish yang ia lihat pertama kali saat pagi itu—menjadi hal sederhana yang ia sukai.
"…jadi…," ibunya tetap menggantungkan kalimatnya. Ia tersenyum penuh arti dan meneruskan, "tidak akan jadi masalah dengan ini."
"Eh!? Ap—tunggu!"
"Kalau begitu, [St/n]… Seijuro-kun akan mengantarkanmu ke dalam cabin², ya."
"Jangan sampai kau tidak datang makan malam nanti, [St/n]," ayahnya menimpali.
"Ya, aku mengerti. Tapi—ada apa? Maksudnya apa? Kenapa kalian tersenyum-senyum seperti itu?"
"Semoga hari kalian menyenangkan," ucap ibunya begitu berbalik meninggalkan putrinya. Kemudian bergumam, "seishun, seishun. Jadi teringat dulu."
"Sudahlah."
[St/n] melayangkan tangannya kala tidak berhasil menghentikan langkah orang tuanya untuk meninggalkan dirinya. Ia mematung.
Selang beberapa saat kemudian, dia berbalik menatap Akashi sebal.
Dia masih marah? Pikir Akashi.
"[St/n], aku—"
"Cabin."
Eh!?
"Bawa aku ke cabinku. Aku mau istirahat," ujarnya ketus.
Akashi menaikkan sebelah sudut bibirnya, netranya menatap [St/n] entah apa. "Kau marah?" tanyanya.
"Ayolah, Sei," dengus gadisnya.
Akashi terkekeh. "Baiklah, maaf. Kau jangan marah seperti itu." Akashi mendekati bibirnya tepat di telinga Akashi. Membuat deru nafas Akashi terasa begitu mengenai daun telinga gadisnya. Ia kemudian berucap, "kau tahu? Aku jadi ingin melakukan hal-hal yang nakal denganmu."
Wajah [St/n] seketika merona hebat bak kepiting rebus. Ia mendorong tubuh atletis Akashi, dan menatap pria itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakannya.
"Kau—"
"Baiklah, ayo, ke cabin," sela Akashi.
👑
Kapal pesiar ini terbilang luas. Bahkan saat [St/n] dan Akashi berjalan menuju cabinnya terasa cukup lama.
Ini memang bukan kapal pesiar mewah Harmony of The Seas. Kapal buatan perusahaan Norwegia-AS, Royal Caribbean Internasional, kapal yang disebut-sebut memiliki tinggi lebih dari Menara Eiffel di Perancis. Saking besarnya, kapal itu disebut sebagai Kota Apung.
Bukan pula kapal pesiar Khadafi yang super mewah. Namun, tampak kemewahan kapal pesiar ini bahkan lebih dari kata menyetarainya walaupun sekilas baru terlihat dari luar.
Dari yang [St/n] lihat di Oceanview Cabin, banyak orang berlalu lalang—entah mengenakan bikini dengan kacamata sun glases atau hanya tengah bersantai sembari bercengkrama dan meminum minuman dingin di pinggir cabin.
Terdengar dari kejauhan beberapa orang berteriak-teriak tengah menikmati kolam renang besar tak jauh di depannya.
"Pasti sewa perpekan pelayaran mahal," ucap [St/n] entah pada siapa.
"Ya, tidak juga. Hanya sekitar 600¥," balas Akashi santai.
"Apa? 600¥?!" [St/n] refleks menghentikan langkahnya.
"Ya, lagi pula kita tidak membayar tagihan pelayarannya. Ini hadiah," jelas Akashi. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.
[St/n] berusaha menyamakan langkahnya dan bertanya soal ini dan itu ; maksud dari ucapannya barusan dan beberapa pertanyaan lainnya.
Tak lama kemudian, mereka sampai di dalam cabin. Cabin yang mereka tempati adalah suite cabin³.
Bahkan saat dua pintu besar terbuka lebar, di depan mereka sudah ada sofa lengkap dengan meja ovalnya. Tepat di samping sofa, jendela besar menuju beranda yang langsung memberikan pemandangan lautan luas terhampar bagai lukisan dinding besar.
Tepat di belakang sofa, terdapat lukisan besar dengan vas bunga di sisi kanan dan kirinya. Kemudian terdapat sebuah pintu besar di sampingnya.
Begitu [St/n] membuka pintu itu, tertata bersih dan rapih kasur berukuran king size, pula TV LED berukuran 60 inch di depannya dan kaca besar yang menuju beranda yang sama seperti sebelumnya.
Tepat di samping kasur besarnya, ada kabinet yang cukup mewah untuk meletakkan beberapa barang bawaan.
Kemudian ada pintu lagi yang [St/n] simpulkan itu pintu menuju kamar mandi. Kamar mandinya pun dijadikan satu dengan ruang ganti pakaian.
Yang membuat gadis ini heran adalah design kamar suite ini. Ini jelas seperti apa yang [St/n] gambarkan dulu saat orang tuanya membicarakan design kapal pesiar mewah.
"Seijuro-kun, jangan-jangan yang kau maksud hadiah itu…."
Akashi mengangguk sebelum gadisnya melanjutkan, kemudian menjawab, "ya, ini hadiah kerjasama Akashi Corporation dan [L/n] Group. Juga, hadiah pertunangan kita."
[St/n] menarik nafasnya panjang. Ia tidak bisa membayangkan kala bagaimana hadiah mereka kelak kalau sudah menikah.
Baru saja setahun yang lalu mereka resmi bertunangan dan hadiahnya sudah sebesar ini.
"Lalu, dimana cabinmu?" tanya [St/n] sedikit gengsi.
Akashi menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring. [St/n] mengerjapkan maniknya beberapa kali, kemudian kesimpulan dalam pikirannya membuatnya menatap Akashi tidak percaya.
"Jangan bilang…."
"Ya, ini cabin kita berdua."
Bang! Yap! Tepat sasaran! Seperti yang [St/n] pikirkan. Sesuai dugaannya. Pantas saja kedua orang tuanya memperikan respons seperti tadi soal ketika mereka tahu [St/n] tidur sekamar dengan Akashi di mansionnya.
"Akashi Suite, nama cabin ini."
"Aku tidak peduli soal namanya, tapi bisakah aku mendapatkan cabin yang lain? Kelas menengah juga tidak masalah," serahnya.
"Semua kelas sudah penuh, lagi pula tempat ini juga paling aman, [St/n]. Kau tenang saja," jelas Akashi menenangkan.
Ya, aman dari ancaman luar. Bagaimana denganmu, Sei? Justru kau yang paling mengancamku, batin sang gadis.
"Jauhi pikiran anehmu itu, aku tidak akan melakukannya," timpal Akashi seakan mengerti isi pikirannya.
Syukurlah kalau begitu.
Akashi tersenyum miring. Kemudian menarik pinggul [St/n] agar mendekat padanya, ia berucap tepat di telinga [St/n] dengan suara baritonnya yang sanggup membuat wajahnya kembali merona hebat, "Selama kau tidak menggodaku."
"Sei!"
"Aw! Jangan menarik telingaku, [St/n]!"
"Dan kau jangan mengucapkan hal seperti itu lagi, Seijuro-kun!"
Chapter 36 owari! Yeay! Booyeah! Bagaimana dengan yang ini '-' ? Jujur aja saia agak susah lho nyari informasi soal ini–itu nya 😂😂🔫 but, syukur deh ketemu :'3
Bagaimana? Kebayang ta gambarannya '-' kalo gk kebayang browsing aja pict-pictnya di mbahku :v saia nyebut kok nama-namanya, jadi tinggal pake keyword itu aja kalau mau tau gambarannya :3
Next chapter review! 🙋 Jadi gini, gan 😃 Ada satu lagi cewek yang nyebelin pake bangedh 😑 nah dia itu, sepupunya Akasei yang suka sama Akasei 😒 jadi, ya, gitu deh… sok sekaleh sampe nantangin Reader-tachi apalah itu 😑 oh, kalau ada yang bertanya kemanakah gerangan Kisedai bersama Kagami dan Takao '-' itu akan terjawab di chapter berikutnya :3 jadi tunggu aja yak 😆
Silahkan tinggalkan vote dan komentarnya :3 ayo dukung ue nulis cerita ini :3 spaming komen gaje aja 😆 gak usah formal panggil aja ue Mikajeh, Kajeh, Encang, Encing, Nyak, Babeh, Avang, Om, Tane, Cegan :v (fix! Gw ga ganteng LOL 😝)
Terima Kasih
Neko Kurosaki
Oceanview Cabin¹ Beranda luas
Cabin² kamar
Suite Cabin³ Kamar berkelas untuk penumpang
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro